Mungkin banyak orang mengira bahwa zakat, infaq maupun Shodaqoh akan mengurangi harta. Padahal bisa dipastikan, bahwa anggapan tersebut itu salah! Zakat, Infaq maupun Shadaqoh tidak akan mengurangi harta, justru sebaliknya ZIS akan melipat gandakan rezeki berlipat ganda dari harta yang ia berikan. Loh, kok bisa gitu bukannya dengan kita memberi harta kita kepada orang lain itu akan secara otomatis mengurangi harta yang kita miliki, kan?. Mungkin pertanyaan ini akan terlintas dipikiran anda, namun, yang perlu diingat, jangan hitung balasan sedekah dengan matematika manusia. Tidak akan ketemu hasilnya. Matematika menyebutkan bahwa 100 – 10 = 90, matematika sedekah memiliki perhitungan sendiri. Sebagai mana dalam hadits riwayat Tirmidzi ; “Barangsiapa yang menafkahkan suatu nafkah di jalan Allah maka dicatat untuknya tujuh ratus kali lipat”. [Sunan Tirmidzi: Sahih]
Jadi kalo matematika sedekah menyatakan 100 – 10 = 70090. Karena, 10 bagian yang kita keluarkan sebagai sedekah akan dibalas 700 kebaikan. Dasar perhitungan di atas juga dikuatkan dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 261 : “Perumpaman orang-orang yang menafkahkan hartanya mereka di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada setiap butir seratus biji. Allah (terus-menerus) melipat gandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karuniaNya) Lagi Maha Mengetahui.” ( Al-Baqarah 261 ).
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh agama dan disalurkan kepada orang-orang yang telah ditentukan pula. Ada delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana tercantum dalam Al Quran Surat At-Taubah Ayat 60: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan, untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Menurut bahasa arab zakat memiliki beberapa makna, pertama zakat bisa diartikan athohuru yang berarti membersihkan atau menyucikan, makna tersebut menegaskan bahwa jika seseorang berzakat hanya karena Allah bukan karena riya dan ingin di puji oleh orang lain, maa Allah akan menyucikan dan membersihkan semua baik itu hartaya maupun jiwanya.
Allah SWT berfirman dalam Surat At-Taubah Ayat 103: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Yang kedua zakat bisa diartikan sebagai Al-Barakatu yang berarti berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakikatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan menyucikan harta.
Yang ketiga zakat bermakna An-Numuw yang berarti tumbuh dan berkembang. Hal ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut Istilah fiqih zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syarat. Kewajiban yang dikenal sebagai zakat merupakan salah satu dari lima rukun Islam. Namun, permasalahan zakat tidak bisa dipisahkan dari usaha dan penghasilan masyarakat, baik yang berlaku pada zaman zaman Nabi Muhammad SAW, maupun jauh sebelum masa hadirnya Islam.
Dalam Islam, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Meskipun dalam Alquran, khususnya ayat-ayat yang diturunkan di Mekah (Makkiyah), zakat sudah banyak disinggung, secara resmi baru disyariatkan setelah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekah ke Madinah. Pra-Islam Menurut Ahmad Azhar Basyir, zakat sudah pernah dilaksanakan sebelum kedatangan agama Islam. Kegiatan yang dilakukan yang berbentuk seperti zakat telah dikenal di kalangan bangsa-bangsa timur kuno di Asia, khususnya di kalangan umat beragama. Hal ini terjadi atas adanya pandangan hidup di kalangan bangsa-bangsa timur bahwa meninggalkan kesenangan duniawi merupakan perbuatan terpuji dan bersifat kesalehan.
Sebaliknya, memiliki kekayaan duniawi akan menghalangi orang untuk memperoleh kebahagiaan hidup di surga. Dalam syariat Nabi Musa AS, zakat sudah dikenal, tetapi hanya dikenakan terhadap kekayaan yang berupa binatang ternak, seperti sapi, kambing, dan unta. Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 10 persen dari nisab yang ditentukan. Bangsa Arab jahiliah mengenal sistem sedekah khusus, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah Al-An’am ayat 136: “Dan, mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata, sesuai dengan persangkaan mereka, ‘Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami.’ Maka, saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah dan yang diperuntukkan bagi Allah akan sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.”
Mungkin itu sekilas mengenai pengertian dan mengapa harus berzakat, sekarang di tinjau dari Negara Indonesia yang memiliki penduduk sekitar 262 jutaan yang menurut badan pusat statistic menunjukkan pada September 2017 angka kemiskinan mencapai 10,12 persen dari jumlah seluruh penduduk Indonesia. Ini menunjukan bahwa jikalau dana zakat yang ada di Indonesia dikelola dengan baik maka bangsa Indonesia akan mengalami pertumbuhan Indonesia akan semakin cepat dan angka kemiskinan tiap tahunnya akan semakin berkurang. Sekjen Bimas Islam Kemenag RI Tarmizi Tohor menyebutkan, berdasarkan penelitian data terdahulu potensi zakat nasional mencapai Rp217 trilliun, namun yang baru terkumpul hanya 0,2% atau Rp6 triliiun per tahun.
“Artinya masih ada sebesar 98% lainnya potensi zakat nasional belum terkumpul, padahal UU Nomor 23 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tentang Pengelolaan Zakat telah diatur tentang kepatuhan syariah sehingga ini harus ditingkatkan lagi,” kata Tarmizi Tohor di Pekanbaru, Jumat (23/2/2018).
Tarmizi Tohor didampingi, Direktur Pemberdayaan Zakat Wakaf HM Fuad Nasar mengatakan, diseminasi digelar agar panduan dan norma yang sudah ada semakin dipahami dan semakin mampu dijabarkan ke dalam praktik pengelolaan zakat semua daerah dan wilayah di Indonesia.
“Dengan adanya tingkat kepatuhan syariah yang tinggi, maka kepercayaan masyarakat akan semakin kokoh dan tentu akan berdampak terhadap kepercayaan masyarakat untuk mempercayakan pengelolaan zakat, infak, sedekah, kepada lembaga resmi, Baznas, LAZ maupun UPZ,”katanya.
Gubernur Bank Indonesia Agus Dermawan Wintarto Martowardojo juga mengatakan potensi dana zakat di Indonesia mencapai Rp200 triliun.
“Namun, yang terhimpun baru Rp5,2 triliun,” katanya di sela-sela penandatanganan Nota Kesepahaman Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah antara BI dan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Adapun luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 4,3 miliar meter persegi. Menurutnya, jika dua potensi tersebut dimaksimalkan, keuangan syariah di Indonesia bisa bersaing dengan konvensional.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo mengatakan, pihaknya menargetkan pengumpulan zakat tahun ini naik menjadi Rp6 triliun.
Dia memaparkan bahwa sejak 2001 sampai 2016 pertumbuhan dana zakat Indonesia mencapai 27%. jauh di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di kisaran 5,4%.
“Dugaan kami hal ini karena masyarakat muslim di Indonesia sudah semakin patuh membayar zakat,” pungkasnya.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dana zakat yang ada di Indonesia sangatlah banyak sekali, namun sayangnya pengelolaan serta kesadaran dari masing-masing orang yang memiliki harta mencapai nisab untuk membayar zakat sangatlah kurang. Indonesia mungkin saja kedepannya tidak perlu lagi mengutang kepada Negara lain untuk memperbaiki dan meningkatkan infrastruktur dalam negeri dan juga rakyat sengsara tidak aka nada lagi di Indonesia hanya dengan mengandalkan dana zakat di masyarakat yang mempunyai harta yang sudah mencapai nisab dan berkewajiban untuk membayar zakat, di sisi lain juga kriminalitas yang timbul di Negara Indonesia juga akan berkurang karena rakyat sudah terpenuhi hajatnya. Dan juga tidak akan ada kata si kaya makin kaya dan si miskin makin miskin. Karena si kaya mengeluarkan zakat untuk si miskin dan si miskin mengelola harta yang di terima untuk memperbaiki kehidupannya. Dan pada akhirnya kesetaraan harta yang dimiliki dimasyarakat akan sama. [Lukman]