Kerja Keras Tapi Masih Miskin: Realita yang Dialami Banyak Orang

Kerja Keras Tapi Masih Miskin: Realita yang Dialami Banyak Orang

DEPOKPOS – Di tengah gencarnya kampanye semangat kerja keras sebagai kunci kesuksesan, muncul pertanyaan yang menyakitkan namun nyata: mengapa banyak orang yang telah bekerja keras justru tetap hidup dalam kemiskinan? Fenomena ini bukan sekadar keluhan, melainkan kenyataan yang dialami jutaan orang di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Mereka bangun pagi, pulang larut malam, mengerahkan seluruh tenaga dan waktu, tetapi penghasilan yang didapat tidak mencukupi kebutuhan dasar.

Penyebab utama dari kondisi ini adalah ketimpangan ekonomi dan rendahnya upah kerja. Banyak pekerja, terutama di sektor informal dan buruh kasar, menerima upah di bawah standar kelayakan hidup. Meski jam kerja panjang dan beban kerja berat, penghasilan mereka tidak sebanding. Hal ini diperparah dengan minimnya perlindungan sosial dan akses terhadap pendidikan atau pelatihan keterampilan yang bisa membuka peluang kerja yang lebih baik.

BACA JUGA:  Ketika Kata-Kata Menjadi Senjata: Menggali Dampak Bullying dan Membangun Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Selain itu, sistem ekonomi yang timpang juga memperkuat rantai kemiskinan. Biaya hidup yang terus meningkat, seperti harga makanan, transportasi, dan kesehatan, tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan. Akibatnya, tabungan menjadi mustahil, dan banyak orang terjebak dalam siklus hutang. Situasi ini memperlihatkan bahwa kerja keras saja tidak cukup jika tidak disertai dengan keadilan ekonomi dan kebijakan publik yang berpihak kepada rakyat kecil.

BACA JUGA:  Ilmu Itu Power, Harta Cuman Bonus

Pendidikan juga memainkan peran penting dalam masalah ini. Tanpa akses pendidikan yang memadai, seseorang sulit untuk meningkatkan kompetensi atau berpindah ke sektor pekerjaan yang lebih produktif. Banyak dari mereka yang sejak muda harus bekerja untuk membantu keluarga dan tidak sempat menyelesaikan pendidikan formal. Akibatnya, mereka sulit bersaing di pasar tenaga kerja yang semakin menuntut keahlian tinggi.

Fenomena “kerja keras tapi masih miskin” menuntut perhatian serius dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dibutuhkan kebijakan upah layak, jaminan sosial yang inklusif, akses pendidikan dan pelatihan vokasional yang merata, serta pemberdayaan UMKM agar masyarakat kecil memiliki kekuatan ekonomi mandiri. Kita perlu menggeser paradigma bahwa kerja keras saja cukup, menjadi kerja keras yang didukung sistem yang adil.

BACA JUGA:  AI dan Otomasi dalam Ekonomi Berdampak Terhadap Tenaga Kerja dan Produktifitas

Pada akhirnya, kerja keras tetaplah penting, namun harus dibarengi dengan peluang yang setara dan dukungan struktural yang memadai. Tanpa itu, kerja keras hanya akan menjadi perjuangan tanpa hasil, dan mimpi untuk keluar dari kemiskinan tetap menjadi angan-angan yang jauh dari kenyataan.

Suci Ramadani
Mahasiswa Universitas Pamulang
Prodi Akuntansi

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait