Oleh : Ismi Balza
Kebiadaban zionis sungguh tiara tara. Seperti yang kita ketahui, selain puluhan ribu anak-anak yang menjadi korban genosida, mereka juga meninggalkan luka bagi anak-anak yatim karena kehilangan orang tuanya. Dikutip dari Liputan6.com (06/04/2025) – Lebih dari 39.000 anak di gaza kehilangan satu atau kedua orang tuanya. Menurut Biro Statistik Palestina seperti dilansir Al Mayadeen, Jalur Gaza kini menghadapi krisis yatim terbesar dalam sejarah modern. Sementara itu, sedikitnya 100 anak palestina yang tewas atau terluka setiap harinya sejak Israel melanggar gencatan senjata pada 18 Maret 2025, kata kepala badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini, mengutip UNICEF pada Jumat, 4 April 2025.
Mirisnya, semua fakta ini terjadi di tengah narasi HAM dan tetek bengek aturan internasional, serta perangkat hukum soal perlindungan dan pemenuhan hak anak. Zionis terus menjatuhkan bom di kamp-kamp pengungsian hingga tubuh anak-anak, perempuan, dan laki-laki berterbangan di udara. Gedung-gedung terus dihancurkan, sarana vital seperti rumah sakit, sekolah, toko roti menjadi sasaran. Bantuan kemanusiaan seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar diblokade oleh zionis. Sungguh ini adalah pemandangan yang mengerikan.
Namun bagaimana respon dunia?, dunia tetap diam. Lembaga internasional hanya sibuk melakukan kecaman dan diplomasi. Sementara penguasa negeri muslim buta dan tuli, seolah dunia sedang baik-baik saja. Bahkan diantara mereka menormalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis.
Realita ini seharusnya dapat menyadarkan umat bahwa tidak ada yang bisa mereka harapkan dari lembaga-lembaga internasional dan semua aturan yang dilahirkannya. Masa depan Gaza/Palestina ada pada tangan mereka sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam, Khilafah. Kepemimpinan inilah yang semestinya mereka sungguh-sungguh perjuangkan. Perlu kita ketahui bahwa kehadiran Khilafah adalah raa’in (pengurus). Rasullullah SAW bersabda ”Imam (Khilafah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari). Khilafah juga merupakan junnah (perisai) bagi umatnya.
Hal ini dibuktikan bahwa Khilafah berhasil menjadi benteng pelindung yang aman dan memberikan support system terbaik bagi tumbuh kembang anak. Sebab Islam memandang bahwa anak adalah generasi penerus yang harus terpenuhi dan terjamin kebutuhannya. Negara akan memenuhi kebutuhan asasi anak, seperti makanan bergizi, tempat tinggal, pakaian layak, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Islam tidak akan membiarkan bencana generasi terjadi. Karena itu, jika ada Khilafah, penjajahan Zionis terhadap Palestina tidak akan berlarut-larut, karena jihad akan segera diperintahkan untuk mengakhiri penjajahan tersebut. Bahkan sebelum penjajahan itu terjadi, Khilafah akan memastikan wilayah tersebut tetap aman.
Kopral Hasan Al-Aghdarli dan tim nya adalah prajurit terakhir dari Khilafah Utsmaniyyah yang diperintahkan untuk menjaga Yarusalem. Beliau jaga selama 65 tahun hingga akhirnya meninggal pada tahun 1982. Sultan Abdul Hamid II juga melindungi Palestina dari permintaan dan tawaran kotor Theodore Herzl. Sultan Salahuddin Al Ayyubi mengerahkan semua kemampuannya untuk membebaskan kembali Al Quds dari tentara Salib.
Sungguh penjagaan yang luar biasa diberikan oleh Khilafah agar tanah kaum Muslimin tetap menjadi miliki kaum Muslimin. Untuk itu, upaya yang harus dilakukan hari ini adalah setiap muslim wajib terlibat dalam memperjuangkan kembalinya Khilafah. Upaya ini harus diambil supaya mereka memiliki hujjah bahwa mereka tidak diam berpangku tangan melihat anak-anak Gaza dan orang tua mereka yang dibantai oleh Zionis dan sekutu-sekutunya. Maka saat ini, umat Islam juga harus berjuang bersama melalui partai ideologis dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah untuk menegakkan kembali perisai umat Islam, yaitu daulah Khilafah.
Ismi Balza Azizatul Hasanah
Politeknik Negeri Jakarta