Oleh Jasmine Fahira Adelia F, Freelancer di Depok
Kebakaran di Gunung Bromo yang dipicu ooleh adanya dua orang calon pengantin yang sedang melakukan prewedding menggunakan flare atau suar membuat masyarakat heboh. Bromo, tempat wisata yang indah, hijau, serta menjadi salah satu list wisata masyarakat, kini berujung menjadi putih dan layu karena terkena banyaknya kobaran api.
Akibatnya, Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru (BB TNBTS) menutup total seluruh akses masuk ke kawasan Gunung Bromo. Tentu kasus ini pun banyak menyisakan kekesalan dari masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat yang merasa geram dengan penggunaan flare di area tersebut pada siang hari.
Namun di balik fatalnya penggunaan flare, saya justru ingin menyampaikan opini saya dari segi preweddingnya. Menyikapi prewedding yang dilakukan oleh kedua calon pengantin tersebut justru mengingatkan saya bahwa aturan Allah tetaplah aturan yang harus kita ikuti dan jalani tanpa terkecuali. Syariat yang Allah buat tentu bukan main-main melainkan demi kepentingan atau kemaslahatan kita bersama. Apalagi prewedding tak sesuai syariat.
Jika kita sebagai hamba-Nya tidak mau mengikutinya, maka inilah yang akan terjadi. Dampak buruk pun bisa terjadi dengan seketika, dan kita bisa melihat dari kejadian-kejadian yang pernah terjadi sebelumnya. Ketika syariat tidak dijalani, atau ketika kita menentang aturan Allah maka mudah saja bagi Allah untuk mendatangkan efek buruk pada diri kita ataupun masyarakat banyak.
Prewedding, tentu akan melibatkan interaksi antar dua calon tersebut. Baik interaksi secara fisik maupun non-fisik. Dari mulai saling menatap mata, adanya perbincangan antar keduanya, atau bahkan sampai saling menyentuh satu sama lain yang tentu kita tahu bahwa Allah sangat melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal tersebut.
Allah berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS al-Isra: 32).
Mendekatinya saja kita tidak dibolehkan, apalagi sampai melakukannya? Tentu hal ini menjadi pengingat bagi kita untuk tetap menjaga diri dari hal-hal yang Allah larang.
Dalam Islam, menikah merupakan sunnah yang diharuskan untuk manusia. Karena itu merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW dan kita juga dilarang untuk hidup membujang. “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkan ‘Utsman bin Mazh’un untuk tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).
Allah juga sudah menitipkan pada diri masing-masing hamba-Nya sebuah naluri kasih sayang dan meneruskan keturunan yang disebut gharizah nau. Wajar saja jika manusia mempunyai rasa suka terhadap lawan jenis, meski begitu kita tetap diharuskan untuk mengontrol fitrah tersebut dengan cara yang baik seperti dengan menikah.
Menikah juga merupakan ibadah terpanjang yang tentu banyak sekali ladang pahala di dalamnya. Maka dari itu sebagai muslim, untuk menikah pun juga harus dengan cara yang Allah ridhai. Seperti tidak berpacaran, interaksi yang berlebihan, bersentuhan, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang mendorong fitrah nau kita semakin bergejolak.
Kalau lah menuju pernikahan saja harus dengan cara yang Allah ridhai, lantas kini kita memahami bahwa prewedding bukanlah pilihan seorang muslim ketika akan menikah. Untuk menikah, kita bisa melakukan cara-cara yang sudah diajarkan oleh guru-guru kita yaitu dengan taaruf, khitbah dan melaksanakan akad serta walimah syari.[]