Pengaruh Islam semakin kuat di zaman Walisanga dan kesultanan Islam di berbagai wilayah
DEPOK POS – Kebudayaan Indonesia merupakan puncak dari proses interaksi antara budaya lokal indigenous dengan budaya asing yang datang dari pelbagai kawasan baik budaya profan maupun budaya agama. Pengaruh budaya China sangat jelas memiliki pengaruh tersendiri terhadap budaya lokal khususnya dalam bentuk makanan, pecah-belah dan arsitektur.
Demikian juga budaya Hindu-Buddha yang memiliki pengaruh kuat dalam konversi agama dan menunjukkan manifestasinya dalam tulisan, keyakinan, ibadah, sastera dan arsitektur. Setelah itu, Islam datang yang kemudian mengubah landscape keagamaan yang menggantikan pengaruh Hindu-Buddha sebelumnya.
Bersamaan waktu dengan datangnya kolonialisme, agama Kristen datang yang juga menanamkan pengaruhnya. Terjadi akulturasi budaya yang kemudian puncak hasilnya disebut sebagai budaya Indonesia. Oleh karena itu, akulturasi budaya jelas terjadi dan mustahil untuk menyebut budaya Indonesia asli selain paganisme, animisme dan dinanisme.
Seandainya tidak terjadi akulturasi, maka kita sulit membayangkan bagaimana wujud kebudayaan Indonesia saat ini. Globalisasi sesungguhnya telah berlangsung sejak zaman dahulu kala sekalipun dalam bentuk yang sederhana dan berlangsung lamban.
Dalam konteks Islam, akulturasi budaya telah terjadi sejak awal sejarah Islam di Indonesia, yang diperkirakan masuk pada abad VIII M. Dapat dipastikan bahwa para pedagang Arab itu memperkenalkan sesuatu yang asing, termasuk agama.
Pengaruh Islam semakin kuat di zaman Walisanga dan kesultanan Islam di berbagai wilayah. Setelah zaman-zaman itu pengaruh para ulama, termasuk kiai Jawa, memperkenalkan secara lebih kuat lagi budaya Arab yang tidak terpisahkan dari Islam.
Clifford Geertz dalam tulisannya Javanese Kiyai: Changing Role of a Cultural Broker menyatakan para ulama Jawa pergi ke Makkah dan Madinah untuk berhaji dan menetap untuk belajar agama dan Ketika pulang ke Indonesia mereka membawa bentuk-bentuk budaya Arab.