Berdirinya Aisyiyah tak luput dari sejarah berdirinya organisasi Muhammadiyah, sejak berdirinya Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan sangat memperhatikan pembinaan terhadap kaum wanita. Bahkan KH. Ahmad Dahlan memberikan sebagian waktunya untuk mengajar dalam kelas yang diikuti oleh anak-anak perempuan. Agar menjadi wanita yang berpotensial untuk berorganisasi dalam memperjuangkan islam
Disekitaran kauman, Yogyakarta. Pada tahun 1914, cita-cita KH. Ahmad Dahlan untuk mendidik kaum perempuan diupayakan dengan membentuk sebuah kelompok pengajian bagi perempuan muslimah di kauman. Kelompok ini dikenal dengan “Sopo Tresno” yang bertujuan mendorong perempuan untuk belajar membaca, menulis juga mempelajari dan mengenalkan nilai-nilai islam.
Sopo Tresno belum merupakan suatu nama organisasin hanya sebuah perkumpulan pengajian biasa, dan untuk memberi nama yang kogrit dalam suatu perkumpulan. Beberapa tokoh Muhammadiyah seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Mokhtar, KH. Facruddin dan Ki Bagus Hadi kusuma serta 6 muslimah yang telah dikader sebelumnya melalui sopo tresno yaitu Siti bariyah, Siti dawimah, Siti dalalah, Siti busjro, Siti wadingah dan Siti badilah.
Dalam petemuan itu diputuskan bahwa organisasi perempuan Muhammadiyah akan segera terbentuk dengan nama yang diusulkan oleh KH. Facruddin, yaitu Aisyiyah. Bertepatan dengan Isra’ Miraj nabi Muhammad pada 19 Mei 1917, Aisyiyah berdiri secara resmi dan Siti bariyah mendapatkan amanah sebagai ketua pertama Aisyiyah, Siti badilah sebagai sekretaris, Siti aminah sebagai bendahara dan nyai Ahmad Dahlan sebagai pembimbingAisyiyah,
Nama Aisyiyah terinspirasi dari nama istri Nabi Muhammad yaitu Aisyah. Yang bertujuan agar perempuan-perempuan bisa meniru perjuangan Aisyah yang selalu membantu Nabi berdakwah dan hal-hal positif laninnya.
Pemberdayaan Perempuan oleh Aisyiyah
Sebagai organisasi perempuan yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan, Aisyiyah mampu menunjukan dalam memajukan kehidupan masyarakat khusus dalam pengentasan kemiskinan kemiskinan dan ketenagakerjaan.