Determinan Pengungkapan CSR: Sebuah Studi Bank Syariah Malaysia

Determinan Pengungkapan CSR: Sebuah Studi Bank Syariah Malaysia

Sistem perbankan syariah masih terbilang baru di bandingkan dengan system konvensional yang lebih dahulu berdiri.

 

DEPOK POS – Berbeda dengan bank konvensional yang mementingkan laba dalam aktivitas usahaya, maka bank syariah hadir dengan menerapkan prinsip prinsip islam. Meskipun perkembangan perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang semakin pesat, namun dalam sistem perbankan syariah masih terbilang baru di bandingkan dengan system konvensional yang lebih dahulu berdiri.

Salah satu aspek yang menjadi sorotan perbankan syariah terhadap prinsip prinsip islam adalah aktivitas social perbankan syariah terhadap lingkungannya.

The World Islamic Banking Competitiveness Report 2013-2014, Ernst & Young menjelaskan bahwa dengan Pertumbuhan perbankan malaysia yang semakin pesat menjadikan Malaysia masuk dalam kategori 6 negara yang memiliki potensi besar dalam perkembangan keuangan syariah secara global. Malaysia memiliki aset perbankan syariah sebesar 22% pada pasar keuangan syariah yang tumbuh dengan pesat.

Sejarah menunjukkan bahwa perbankan syariah di Malaysia lebih dahulu berkembang dari pada negara lainnya di kawasan Asia Tenggara. Hal tersebut ditandai dengan berdirinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) yang merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983 dengan 30 persen merupakan milik pemerintah federal.

Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang yang tersebar hampir di setiap negara bagian dan kota-kota Malaysia. Di negeri ini, di samping full fledge Islamic banking, pemerintah Malaysia juga memperkenankan sistem Islamic window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional (Antonio, 2001).

BACA JUGA:  PIS Sukses Tekan Emisi 25,4 Ribu Ton Setara CO2

Perbankan syariah merupakan entitas yang menawarkan produk dan layanan yang di dasarkan pada Hukum islam. Prinsip syariah memaksakan kewajiban social yang kuat pada setiap individu dan muslim. Menurut data yang di rilis oleh Bank Sentral Malaysia (BNM), selama dua dekade terakhir, industri keuangan Islam global telah berkembang dengan mencatatkan total aset sebesar US$1,88 triliun (RM8,08 triliun) pada akhir 2015, sebagai per Laporan Stabilitas Industri Jasa Keuangan Islam 2016. Tanpa memungkiri pertumbuhan industri Keuangan Syariah yang pesat, dalam hal CSR, baik syariah maupun konvensional, memiliki peran penting dalam masyarakat dan diharapkan lebih bertanggung jawab secara sosial kepada para pemangku kepentingannya.

Dalam aktivitas uasahanya entitas perbankan syariah tidak terlepas perannanya dalam menerapkan prinsip prinsip islam. Menurut Prinsip-prinsip Islam, transaksi bisnis tidak dapat dipisahkan dari tujuan moral masyarakat.

Dalam penelitian Keraf dan Solihin memaparkan bahwa etika bersumber dari moralitas yang merupakan sistem nilai tentang hidup secara baik sebagai manusia. Salah satu bentuk pertanggungjawaban bank syariah dalam penerapan etika adalah dengan melakukan pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). World Business Council for Sustainable Development‟s menjelaskan CSR sebagai “The continuining commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. CSR dianggap sebagai komitmen yang berkelanjutan dari kegiatan bisnis untuk berperilaku secara etis.

BACA JUGA:  MODENA Energy Siap Dukung Program Pemerintah Maksimalkan Penggunaan Energi Terbarukan

Dalam memahami praktik pengungkapan CSR tidak terlepas dari teori agensi dan teori pemangku kepentingan. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi tiga jenis biaya keagenan, yang terkait dengan masalah keagenan. Pertama: memantau biaya yang dikeluarkan dengan memberikan insentif tertentu kepada agen, yang memotivasinya untuk bertindak demi kepentingan prinsipal. Kedua: biaya ikatan, yang terjadi ketika agen menggunakan sumber daya tambahan untuk memastikan bahwa tindakannya tidak bertentangan dengan kepentingan prinsipal. Ketiga, residual loss: yang diakibatkan oleh berkurangnya kesejahteraan prinsipal.

Teori agensi merupakan teori yang paling dominan dari semua studi pengungkapan. Teori keagenan menunjukkan bahwa ada pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan, potensi biaya keagenan muncul dari konflik kepentingan antara prinsipal dan agen (manajer). Teori keagenan juga menyediakan kerangka kerja untuk menjelaskan praktik pengungkapan oleh perusahaan yang berbeda seperti perusahaan keuangan dan unit-t al trust (Hill, et al., 1992).

Penelitian yang di lakukan oleh (Harun et al., 2019) akan menguji determinan CG dan praktik pengungkapan CSR di antara bank syariah. Studi ini mempertimbangkan sebagian besar mekanisme CG sebagai penentu potensial pengungkapan CSR bank syariah. – berdasarkan kerangka teori agensi – untuk mengurangi perilaku oportunistik manajer dan mengurangi asimetri informasi. Mekanisme CG harus memfasilitasi pemantauan perusahaan karena mengarah pada peningkatan pengendalian internal perusahaan (Ho & Wong, 2001).

BACA JUGA:  Jotun Resmikan Flagship Store Pertama di Indonesia

Hasil penelitian yang di lakukan Oleh (Harun et al., 2019) pada studi bank syariah malaysia menemukan bahwa ukuran dewan memiliki dampak positif terhadap tingkat pelaporan pengungkapan social. . Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan berpengaruh positif terhadap skor pengungkapan CSR bank syariah Malaysia. Oleh karena itu, organisasi dengan ukuran dewan direksi yang lebih tinggi terlibat dalam praktik pengungkapan CSR dan kegiatan CSR yang lebih besar.

Dapat di simpulkan bahwa ukuran dewan direksi memiliki peran pentingd dalam perabnkan syariah Hal ini konsisten dengan teori agensi yang memprediksi bahwa dewan yang lebih besar menggabungkan berbagai keahlian yang menghasilkan lebih banyak efektivitas dalam peran pemantauan dewan yang dapat mempengaruhi keputusan pengungkapan CSR manajer dan tingkat pengungkapan CSR. Maka dari itu hasil penelitian yang di lakuakn oleh (Harun et al., 2019) menunjukkan bahwa hanya profitabilitas perusahaan yang memiliki hubungan positif dengan tingkat pengungkapan CSR. [Via Nurafifah/STEI SEBI]