Mengenal Lebih Jauh Pembiayaan Syariah dan Cara Mendapatkannya

Secara bahasa Bank Syariah adalah bank yang dalam menjalankan pengoprasiannya berdasarkan hukum Islam atau syariah yang berlaku. Dalam dunia islam mengenalkan istilah Riba sangat dilarang ketika melakukan transaksi keuangan maupun jual beli barang. Berbeda dengan bank konvensional.

Karenanya bank konvensional tidak menjalankan sistem dengan hukum islam maka bank syariah hadir dengan solusinya ditengah-tengah masyarakat. Bank syariah sendiri baru mulai hadir pada akhir abad ke-20. Tujuannya untuk menawarkan system perbankan alternatif yang lebih islami jauh dari kata riba.

Bacaan Lainnya

Ketika kita meminjam uang di bank konvensional kita akan dikenakan bunga atas pinjamannya. Namun berbeda pada bank syariah yang lagi-lagi menggunakan hukum islam tidak dengan bunga atas pinjaman tersebut ( Al-imron : 130 )

Aturan Pinjaman Syariah

Dalam meminjam kita harus tau bagaimana tata cara atau aturan dalam pinjaman syari’ah, apa sajakah cara-cara beserta aturan dalam meminjam Uang di Bank Syariah:

1. Lengkapi Persyaratan administrasi

Setiap bank baik konvensional maupun syariah hal yang utama dalam peminjaman uang adalah persyaratan administrasi seperti :

  • Surat permohonan tertulis, dengan dilampiri proposal yang memuat (antara lain) gambaran umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penggunaan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan dana.
  • Dokumen identitas seperti Kartu Tanda Penduduk atau KTP dan juga Kartu Keluarga
  • Jika anda sudah bekerja maka bank akan meminta surat keterangan kerja dari perusahaan di mana anda bekerja beserta slip gaji dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP.

2. Konsultasikan Tentang Pinjaman

Sebelum anda meminjam uang ke bank pastikan anda sudah berkonsultasi kepada pihak bank jenis pinjam-memimjam yang seperti apa yang akan kalian laukan dan kalian sepakati dengan pihak bank. Ada beberapa macam jenis pinjam-meminjam dalam jsyari’at islam:

Dalam jual beli terdapat 3 macam pinjaman yaitu:

  • Murobahah ( transaksi jual beli yang bertujuan untuk bagi hasil ). misalkan si A meminjam uang ke bank untuk membeli sebuah motor. Kemudia pihak bank memberinya uang untuk membeli motor dengan harga Rp. 5.000.000,-. Kemudian pihak bank menjelaskan bahwa bank akan mengambil keuntungan sebesar RP.500.000,-. Jika A setuju, maka A harus mengembalikan uang sebesar 5.500.000,-. Selanjutnya tinggal membuat kesepakatan mengenai tata cara pengebalian apakah secara tunai atau di cicil.
  • Ba’i assalam (kontrak pembayaran yang dilakukan dimuka untuk barang-barang yang akan dikirim dimasa yang akan datang). Saya ambil contoh dari https://ekonomi-islam.com/memperoleh-pembiayaan-dari-bank-syari’ah/ . Seorang petani memerlukan dana sekitar 2 juta rupiah untuk mengolah sawahnya seluas satu hektar. Ia datang ke bank dan mengajukan permohonan dana untuk keperluan itu. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank melakukan akad bai’ as-salam dengan petani, di mana bank akan membeli gabah, misalnya, jenis IR dari petani untuk jangka waktu empat bulan sebanyak 2 ton dengan harga Rp2.000.000,00. Pada saat jatuh tempo, petani harus menyetorkan gabah yang dimaksud kepada bank. Jika bank tidak membutuhkan gabah untuk “keperluannya sendiri”, bank dapat menjualnya kepada pihak lain atau meminta petani mencarikan pembelinya dengan harga yang lebih tinggi, misalnya Rp1.200,00 per kilogram. Dengan demikian, keuntungan bank dalam hal ini adalah Rp400.000 atau (Rp 200 x 2000 kg).
  • Ba’i istishna ( akad pemesanan pembuatan barang yang disepakati penjual dan pembeli ). CV. Selayang Pandang yang bergerak dalam bidang pembuatan dan penjualan sepatu memperoleh order untuk memebuat sepatu anak sekolah SMU senilai Rp. 60.000.000,-.dan mengajukan permodalan kepada Bank Syariah Plaju. Harga perpasang sepatu yang di ajukan adalah Rp.85.000,- dan pembayarannya di angsur selama tiga bulan. Harga perpasang sepatu di pasaran sekitar Rp. 90.000,-.keuntungan Rp. 5.000,- perpasang atau keuntungan keseluruhan adalah RP. 3.529.412,-yang diperoleh dari hitungan Rp. 60.000.000/Rp. 85.000xRp. 5.000 = Rp. 3.529.412.

Dalam bagi hasil ada 2 macam yaitu :

  • Musyarokah (kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan masing-masing memberi kontibusi)
    Misalkan Afif memiliki keinginan untuk membuat sebuah proyek untuk membuat sekolah desain yang memerlukan modal sebesar 100.000.000,-. namun Afif hanya memiliki modal sebesar 40 juta. Hanya 40% dari modal yang dibutuhkan. Kenudian afif pergi ke sebuah bank syari’ah dan mengajukan sebuah peminjaman dengan akad musyarokah. Dimana modal yang di butuhkan sebesar 100.000.000,- dengan modal yang afifi keluarkan 40% dan dari bank 60%. Mereka sepakat untuk nisbah bagi hasil dengan cara musyarokah dan menerima keuntungan sesuai dengan kesepakatan di awal.
  • Mudhorobah (kerjasama dengan kontribusi serratus persen ddri pemilik modal dan keahlian dari pengelola)
    Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, di mana bank bertindak selaku shahibul maal dan nasabah selaku mudharib. Caranya adalah dengan menghitung dulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh nasabah dari proyek yang bersangkutan. Misalnya, dari modal Rp30.000.000,00 diperoleh pendapatan Rp5.000.000,00 per bulan. Dari pendapatan ini harus disisihkan dahulu untuk tabungan pengembalian modal, misalnya Rp2.000.000,00. Selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60% untuk nasabah dan 40% untuk bank.
  • Ijaroh ( sewa-menyewa)
    Selain ijarah juga terdapat istilah  leasing (sewa-guna-jasa) baik operational leas maupun financial leas. Namun pada umumnya bank syari’ah hanya melakukan financial leas with purchase option atau di kenal dengan ( ijaroh muntahia bittamli ).Hal ini karena skema ini lebih sederhana dari sisi pembukuan dan bank tidak direpotkan oleh beban pemeliharaan Ditinjau dari hal tersebut, ijarah lebih sering dipakai untuk pembiayaan investasi dan customer loan.
    Sebagai contoh, seorang nasabah yang memerlukan tempat tinggal sementara, kemudian ia menyewa kepada bank dengan syarat ia selalu membyar uang sewa sesuai dengan yang di sepakati namun pada akhir periode penyewaan ternyata ia memutuskan untuk membelinya, dia bisa melakukannya dengan ijarah muntahia bit-tamlik, yaitu menyewa rumah tersebut dan pada akhir masa sewa, dia membelinya.

Dari sinilah kita kiba mengetahui bagaimana kita mendapatkan pembiayaan syari’ah yang bebas dari kata riba dan kita bisa mengetahui bagaimana kiat-kiat dan macam-macam transaksi dalam islam dan sesuai dengan syari’at islam. Karena islam adalah agama yang tidak mempersulit umatnya maka dari itu jangan kita mempersulit diri kita dengan mendekati riba. (Raudhoh/SEBI)

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait