Pemanasan global yang berakibat kepada perubahan alam seperti iklim, bukan lagi hal yang asing lagi di mata masyarakat. Pemanasan global yang terjadi disebabkan oleh bertambahnya konsentrasi karbon dioksida (CO2) pada atmosfer bumi dan efek dari rumah kaca (FAO, 2018).
Tentu saja terdapat banyak efek negative dari pemanasan bumi ini yang salah satunya berimbas pada perikanan dan akuakultur dunia (Badjeck et al., 2010). Salah satu efek negatif yang ditimbulkan dari pemanasan global dalam lingkup perikanan dan akuakultur adalah pengasaman dan pemanasan laut, dimana saat air laut menyerap CO2 yang ada di udara maka akan terjadi reaksi kimiawi yang meliputi penurunann pH air laut, konsentrasi ion karbonat dan tingkat saturasi mineral kalsium karbonat yang merupakan mineral penting dalam pembuatan building blocks untuk kerangka dan kerang hewan laut (NOAA).
Dalam membicarakan masalah perikanan dan akuakultur tidak luput dari pembahasan tentang makanan laut atau yang dikenal di pasar masyarakat, seafood. Makanan laut merupakan salah satu sumber pangan alam masyarakat terbaik di tingkat global. Tetapi, akibat dari pemanasan global yang secara langsung mempengaruhi perubahan pada laut dapat mempengaruhi produksi dan ekologi hewan laut serta keamanannya saat di konsumsi manusia (Badjeck et al., 2010). Lalu, apakah konsumsi ikan laut yang dikenal kaya akan protein dan mineral menjadi berbahaya untuk zaman now?
Penelitian yang dilakukan oleh Lemasson et al., (2019) pada perubahan biokimia dan komposisi gizi pada seafood akibat pengasaman dan pemanasan laut menunjukkan bahwa terdapat penurunan nilai karbohidrat, protein (dimana terjadi sekitar lebih dari 50% penurunan), lemak, dan beberapa mineral terutama kalsium, besi, kalium, magnesium dan seng. Tetapi tidak semua seafood memiliki efek yang sama setelah terpapar pengasaman dan pemanasan habitatnya.
Walaupun terdapat penurunan nilai gizi pada makanan laut di zaman sekarang tetapi masih penting untuk memasukan menu ikan di dalam menu makan kita sehari-hari
Selain itu, ada juga penelitian yang dilakukan oleh Hallsrom et al., 2019 mengenai kualitas gizi makanan laut yang digabungkan dengan kondisi iklim. Dalam penelitian yang dilakukan Hallsrom menunjukkan ada beberapa seafood yang nilai gizinya masih tinggi walau dalam paparan gas rumah kaca, yaitu golongan ikan pelagis seperti makarel, tiram, salmon atlantik, dan kerang moluska. Selain itu juga terdapat beberapa data daftar nama beberapa jenis ikan yang dihindari dan beracun menurut daftar konsumen WWF Swedia yaitu belut, kerang, dan lobster.
Dari analisis zat gizi pada makanan laut menunjukkan juga bahwa nilai gizi makanan laut masih lebih baik dari pada makanan dari hewan darat seperti ayam, sapi dan telur. Bahkan terdapat 21 jenis ikan yang lebih bergizi dibandingkan hewan darat akibat dari pemanasan global.
Walaupun terdapat penurunan nilai gizi pada makanan laut di zaman sekarang tetapi masih penting untuk memasukan menu ikan di dalam menu makan kita sehari-hari dengan dapat memilih jenis makanan dengan pintar dan bijak!
Gabity Heriono
Mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat