Etos Kerja Masyarakat Nelayan Kabupaten Bulukamba

Pada dasarnya, hari lautan sedunia diperingati untuk menghargai hasil lautan di seluruh dunia. Mengingat bahwa hasil laut merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seluruh manusia di dunia ini.

Indonesia itu sendiri merupakan negara kepulauan dengan 2/3 wilayahnya adalah lautan. Wilayah Indonesia didominasi oleh perairan dan lautan, bahkan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia yang panjangnya mencapai 99.000 kilometer. Sebagai negara yang memiliki wilayah lautan yang sangat luas tentunya dapat menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang makmur dan negara maju. Terkhusus pada masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai nelayan tentunya dapat hidup makmur dan sejahtera dengan hasil lautan yang dimiliki negara kita. Namun faktanya tak banyak nelayan yang dapat menikmati hasil lautan alam negara kita. Masih banyak dari mereka yang hidup dalam balutan kemiskinan dan kesederhanaan. Tak sesuai dengan harapan kita yaitu negara yang kaya akan hasil lautan. Namun diperlukannya etos kerja sebagai landasan agar mereka dapat semangat dalam bekerja.

BACA JUGA:  Majlis Ta’lim dan Jejaring Keilmuan Masyarakat Betawi

Masyarakat Bugis Makassar terkenal sebagai pelaut sejati dan juga pekerja keras sehingga memunculkan pepatah Bugis yang mengatakan “KUALENGGI TALLANGA NATOWALIA” yang artinya SEKALI LAYAR BERKEMBANG PANTANG BIDUK SURUT KE PANTAI. Maksud dari pepatah tersebut adalah prinsip orang Bugis Makassar disaat mereka pergi berlayar pantang pulang sebelum mendapatkan hasil. Suatu pepatah masyarakat Bugis Makassar yang melambangkan keberanian hidup dalam menjalankan sebuah prinsip dan tentu dengan penuh kearifan dan perhitungan yang matang.

BACA JUGA:  Tari Topeng Betawi: Tradisi Seni Teater Pertunjukkan Masyarakat Betawi

Salah satu daerah yang didominasi nelayan yaitu di Kabupaten Bulukumba kecamatan Bonto Bahari. Masyarakat disana rata-rata berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan. Hidup di tanah pesisir tentunya menumbuhkan budaya maritim yang cukup kental sehingga Bulukumba terkenal dengan julukan “Bulukumba Berlayar”. Dalam masyarakat Bulukumba tidak hanya sebagai nelayan namun ada juga sebagai pembuatan kapal dan kapal yang terkenal adalah kapal Phinisi.

Mereka menjadi nelayan kebanyakan karena ini merupakan pekerjaan yang turun temurun dari leluhur, sehingga sudah sepantasnya mereka sebagai anak cucu untuk melanjutkan budaya atau tradisi yang sudah ada di sekitarnya. Dalam bekerja tentu seseorang memiliki etos kerja untuk meningkatkan jiwa, suasana hati serta antusiasme, agar dapat bekerja dengan baik.

BACA JUGA:  Roti Buaya: Tradisi Seserahan dan Simbol Kesetiaan Masyarakat Betawi

Masyarakat Bugis-Makassar mengenal istilah “Siri” yang berarti rasa malu (harga diri). Nilai Siri sangat kental bagi masyarakat Bugis-Makassar yang mengerti akan maknanya. Tiap tindakan yang dilakukan selalu memperhatikan siri. Siri menjadi salah satu pendorong para nelayan dalam bekerja. Masyarakat bekerja sebagai nelayan dikarenakan adanya nilai Siri ini, karena jika mereka tidak bekerja dan hanya bermalas-malasan di rumah maka mereka akan merasa sangat malu dan merasa tidak memiliki harga diri. Mereka dianggap tidak produktif dalam mencari rejeki untuk menghidupi keluarga. Jika masyarakat Bugis-Makassar tidak memiliki nilai siri dalam dirinya maka orang tersebut tingkahnya dapat melebihi binatang, sebab tidak memiliki rasa malu sehingga bebas berbuat apa saja. (Tim)