Mengayuh tanpa henti, tak peduli akan teriknya matahari, semata demi menghidupi anak istri. Profesi sebagai tukang becak mau tak mau harus dilakoninya. Hanya mengenyam pendidikan sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) membuatnya tak memiliki banyak pilihan pekerjaan.
Dialah Saiman, pria kelahiran Purwokerto, yang mengaku menggeluti profesi tersebut semata-mata demi menyambung hidup dia dan keluarga kecilnya. Pasar Kemiri, Depok, Jawa Barat menjadi tempat mencari peruntungannya. Kaos oblong, sendal jepit dan tak lupa topi yang melindunginya dari terik matahari menjadi ciri khas Saiman setiap harinya.
Kulit yang terbakar matahari terkadang terbasahi rintikan hujan, hingga tertidur di tengah suasana bising pun sudah menjadi hal biasa bagi Saiman. Walaupun itu semua tak sebanding dengan rupiah yang masuk ke kantongnya. namun, Saiman tak pernah putus semangat.
Dengan sigap ia mengantar setiap penumpangnya menuju tempat tujuan. Lelah yang ia rasakan ia tutupi dengan senyuman yang terbesit di wajahnya. Tak jarang usai ia menarik becak seharian, Saiman masih harus melakoni kerja sampingannya sebagai pengantar es balok. Kerja sampingan ini ia lakoni untuk menambah pemasukannya karena penghasilannya sebagai tukang becak masih jauh dari kata cukup.
Transportasi tradisional seperti becak kini mulai sepi penumpang, masyarakat kini lebih senang naik transportasi yang mudah dan cepat seperti ojek online. Tentu hadirnya ojek online ini memengaruhi pendapatan Saiman. “Dulu sebelum ramai ojek online masih banyak yang naik becak mbak, sekarang penumpang becak bisa dihitung pakai jari dalam seharinya,” ujarnya.
Sebagai kepala keluarga tentu sudah menjadi tanggung jawab Saiman untuk bersikeras menghidupi keluarganya. Penghasilan Saiman sebagai tukang becak dan pengantar es balok ia bagi untuk biaya hidupnya sendiri dan sisanya diberikan untuk anak istri. Saiman rela hidup serba seadanya karena yang terpenting ialah kebutuhan anak dan istrinya tercukupi. “Saya mah gak apa-apa mbak hidup begini aja disini, asal anak istri saya bisa makan cukup,” katanya sambil tersenyum.
Saiman bercerita, mengerti akan keterbatasan ekonomi yang dialami dirinya, membuat istri Saiman, Rohayati, tak tinggal diam. Rohayati, setiap harinya menjual gorengan di depan rumah. Dengan pendapatan yang tak seberapa pula, membuat Rohayati tak mengurungkan niatnya untuk menambah membantu Saiman, hitung-hitung menambah uang dapurnya meski tak banyak.
Bukan kaya atau miskin yang menjadi patokan, tetapi cara seseorang untuk memperjuangkannya. Untuknya, profesi apapun harus disyukuri asalkan rezeki yang ia dapatkan halal, Saiman mempunyai harapan besar untuk kedua anaknya, Saiman berharap anak-anaknya dapat sekolah setinggi mungkin agar nasibnya tidak seperti dirinya. [Nurul Hidayah/PNJ]