Waspada TB di Kereta

Ilustrasi penumpang kereta. (Istimewa)

Oleh Mei Sondang, SKM – Mahasiswi S2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia.

Kereta api merupakan salah satu transportasi darat yang menjadi pilihan masyarakat dalam mendukung aktivitas sehari-hari. Ada beberapa kota yang menjadikan kereta api sebagai alat transportasi, misalnya Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Kebanyakan orang-orang yang menggunakan kereta api bekerja di Jakarta namun berdomisili di luar Jakarta. Selain digunakan oleh pekerja, kereta api juga menjadi sarana transportasi utama bagi mahasiswa.

Bacaan Lainnya

Biasanya puncak kepadatan kereta terjadi pada pagi dan sore hari, karena diwaktu tersebut masyarakat memulai dan mengakhiri aktivitasnya. Berdesak-desakan, bau keringat, menjadi hal yang biasa dirasakan. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana rasa lelah mereka didalam kereta setelah seharian bekerja. Ditambah lagi dengan ruangan yang tertutup dan terbatas, sangat berisiko terhadap penularan suatu penyakit, salah satunya penyakit Tuberculosis.

Kondisi yang serupa dapat kita lihat dalam beberapa kasus lain seperti di penjara. Studi yang dilakukan di Brazil (2014) menunjukkan kondisi dimana tingkat kepadatan penghuni penjara yang melebihi kapasitas/daya tampung penjara menjadi salah satu factor penularan Tuberculosis di kalangan narapidana. Tingkat insiden Tuberculosis di dalam penjara Santa Carina (Brazil) adalah 1295 / 100.000 jiwa, atau 25 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang ada dimasyarakat luas.

Tuberculosis

WHO (2016) melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke dua dengan jumlah kasus tuberculosis terbanyak di dunia. Data dari Kemenkes (2015) ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 330.910 kasus, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 324.539 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Kita tentu tidak asing lagi mendengar penyakit TB (Tuberculosis). Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis).

Ilustrasi. (Istimewa)

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan, dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Pada waktu batuk atau bersin, seseorang yang TB BTA positif menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan seseorang yang menghirup kurang dari 10 bakteri saja bisa langsung terinfeksi. Seseorang dengan Tuberkulosis aktif dan tidak mendapatkan perawatan dapat menginfeksi 10-15 (atau lebih) orang lain setiap tahun.
Ibarat pepatah, tak ada asap jika tak ada api. Demikian juga halnya dengan penyakit TB, tidak ada kuman TB jika tak ada faktor pendukung berkembangnya kuman TB. Ada beberapa faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB, antara lain konsentrasi percikan dalam udara, lamanya menghirup udara tersebut, tingkat kekebalan tubuh orang yang tidak terinfeksi, merokok, dan gizi yang kurang.

Bagaimana jika didalam kereta terdapat orang yang menderita TB BTA positif? dalam kondisi yang padat dan sesak, orang tersebut batuk. Tidak bisa dibayangkan berapa banyak orang yang akan tertular penyakit TB dari orang tersebut. Bagaimana jika didalam kondisi ini terdapat anak-anak? tentunya mereka yang akan terlebih dahulu tertular penyakit TB dibandingkan dengan orang dewasa, dikarenakan daya tahan tubuhnya yang masih lemah.

Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apakah kita membiarkan jumlah penderita TB meningkat dengan cepat, seperti kecepatan kereta yang kita tumpangi itu? atau kita tidak lagi menggunakan kereta sebagai sarana transportasi? Hal yang pasti, tidak seorang pun yang mau dirinya tertular penyakit TB. Tindakan pencegahan dari diri sendiri adalah salah satu cara yang dapat kita lakukan terhadap penularan kuman TB.

Saat kita berada didalam kereta, usahakan menggunakan masker terutama dijam-jam sibuk dan padat. Kita juga harus tau memilih masker yang efektif untuk menghalau polusi. Salah satu masker yang dibuat khusus untuk pernapasan adalah masker N95 Respirator. Masker ini dirancang secara pas menutupi wajah dan dilengkapi dengan alat yang sangat efisien untuk menyaring partikel berbahaya di udara, bahkan partikel dengan ukuran kecil sekalipun. Berbeda dengan masker wajah biasa yang terasa longgar dan tidak menempel di wajah. Akan tetapi ada beberapa hal yang tidak memungkinkan seseorang menggunakan masker N95, seperti anak-anak dan orang yang memilik rambut pada wajah, memiliki masalah pernapasan kronis dan jantung.

Untuk mencegah penularan bakteri atau virus, masker N95 tidak boleh dipakai bergantian dengan orang lain dan jika sudah rusak, kotor, atau membuat sulit bernapas, segeralah ganti dengan yang baru. Mengkonsumsi buah, sayur dan makanan bergizi seimbang juga penting diperhatikan untuk meningkatkan imunitas tubuh kita agar terhindar dari penularan penyakit TB tersebut. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait