Pengaruh Buta Huruf Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

Ilustrasi.

Masalah buta huruf menjadi persoalan hampir di semua negara atau di 203 negara yang dilaporkan oleh UNESCO. Buta huruf sangat terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan ketidakberdayaan masyarakat. Atas dasar itu, UNESCO, United Nations Children’s Fund (UNICEF), World Health Organization (WHO), World Bank, dan badan-badan Internasional lain menjadi sangat gencar berkampanye pentingnya pemberantasan buta huruf di seluruh dunia.

Sebuah studi di 44 negara di Afrika menemukan bahwa tingkat melek huruf merupakan salahsatu variabel yang berefek positif pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Sementara itu, sebuah survey pada sebagian besar 33 negara Islam sedang berkembang menyimpulkan bahwa tingkat melek huruf orang dewasa dan pendaftaran sekolah, keduanya memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

Di tahun 2010 jumlah angkatan kerja 116,53 juta orang, 8,32 juta orang pengangguran, dan 108,21 juta orang bekerja. Jumlah buta huruf tahun 2010 umur 15+ 7,09 %, umur 15-44 1,71 %, dan umur umur 45+18,25 % dari jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237.641.326 jiwa .

Jumlah buta huruf di indonesia dari tahun 2003 sampai 2010 tidak turun secara signifikan. Namun hanya sedikit yang menurun, karena masih banyak warga negara Indonesia yang buta huuf berpengaruh sekali terhadap angkatan kerja.

Menurut Hanif Dzikri Menteri Ketenagakerjaan menyebut daya saing tenaga kerja asal Indonesia masih rendah. Salahsatu penyebab utamanya pendidikan. “Daya saing tenaga kerja jadi persoalan besar. Ada 108,21 juta orang sekarang bekerja data BPS ( Badan Pusat Statistik) Agustus lalu, sementara jumlah pengangguran terbuka terbuka ada 7,14 juta orang, “kata Hanif di saat meresmikan data center di kantor Kemenaker.

Hanif menjelaskan, dari total angkatan tersebut, sebanyak 47% merupakan angkatan kerja lulusan Sekolah Dasar (SD), dan SMP 20%. Artinya sebanyak hampir 70% itu lulusan SD dan SMP. Padahal angkatan kerja itu bahan baku kita buat saingan di ASEAN. Untuk mengatasi pekerjaan rumah tersebut, lanjutnya, kementeriannya akan memperbanyak program pendidikan informal yang menekankan keterampilan agar bisa bersaing secara global, khusus dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Kalau pendidikan formal butuh waktu sangat lama. Di ASEAN kita peringkat 4, di dunia kita malah turun peringkat dari 134 jadi 137. ASEAN itu sudah jadi pasar tunggal yang mensyaratkan memiliki kemampuan dan kompetisi. Salahsatu faktor penyebab buta aksara yaitu kemiskinan penduduk dan putus sekolah dasar (SD). Sejak lama, kemiskinan, buta aksara, ketertinggalan dan keterbelakangan, serta ketidakberdayaan masyarakat, memang sudah menjadi bagian dari masalah sosial yang kompleks dan multidimensional.

Adanya krisis eknomi yang berkepanjangan hingga saat ini sangat mempengaruhi usaha pemerintah dan masyarakat untuk mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Ancaman besar lain yang selalu menghantui dan menjadi peyebab timbulnya calon-calon buta aksara adalah masih besarnya anak-anak SD/MI yang putus sekolah. Belum lagi anak-anak yang belum memiliki kesempatan masuk sekolah dikarenakan berbagai hal, misalya karena orang tua dan keluarga tidak mampu.

Ketika buta huruf Indonesia tidak dapat teratasi secara maksimal dan menurun secara signifikan maka berbanding lurus dengan tidak menaiknya angkatan kerja di Indonesia. Karena angkatan kerja dipengaruhi tingkat pendidikan.

Ditulis oleh Tuti Suryani, Mahasiswi STEI SEBI Depok