
Giro wadi’ah adalah salah satu produk dari bank syari’ah. Akad yang digunakan dalam produk giro wadi’ah adalah akad wadi’ah (yad dhaman), yakni nasabah sebagai penitip dana (mudi’) dan bank sebagai penerima titipan (muda’ alaih). Kemudian dalam konteks ini bank dapat atau berhak menggunakan barang titipan tersebut sehingga posisi bank menjadi bertanggung jawab (yad dhaman) untuk mengembalikan dana giro tersebut kapanpun nasabah meminta. Dalam produk ini pun bank akan memberikan bonus (‘athaya) kepada nasabah tanpa kesepakatan di awal, jadi bonus atau ‘athaya ini merupakan inisiatif dari bank sebagai bentuk apresiasi kepada nasabah.
Sedangkan dalam fiqh para ulama bersepakat pengertian wadi’ah adalah titipan dan titipan adalah yad amanah atau terpercaya, yakni seseorang yang menerima titpan tidak bertanggung jawab atas resiko kehilangan atau kerusakan yang terjadi selama bukan disebabkan atas kecerobohan dirinya. Contohnya, si A menitipkan motor ke si B kemudian si B menjaga motor itu dengan baik. B menyiimpan motor itu di dalam garasi rumahnya dan B juga mengunci motor itu dengan kunci pengaman, tapi tetap saja ada orang yang berniat jahat yang kemudian berhasil membawa kabur motor si A yang dititipkan di si B, maka dalam kasus ini karena akadnya adalah wadi’ah yad amanah maka si B tidak bertanggung jawab atas hilangnya motor si A karena tugas B hanyalah menjaganya dan B telah menunaikan tugasnya dengan baik.
Rasulullah pun menegaskan dalam haditsnya :
“Umar bin Syu’aib meriwayatkan dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Nabi Saw. Bersabda “penerima titipan itu tidak menjamin””.
Dalil lain yang menegaskan tentang wadi’ah ini adalah “Wadi’ (penerima titipan) telah menjaga titipan tersebut tanpa ada imbalan (tabarru’), jika ia harus menjamin kehilangan titipan maka masyarakat akan enggan untuk menerima titipan orang lain, padahal jasa ini sangat dibutuhkan masyarakat”.
Sementara jika wadi’ah yad amanah ini diterapkan dalam sistem kerja bank maka bank akan merugi atau bank tidak mendapat keuntungan. Maka dari itu wadi’ah dibagi menjadi dua, yaitu wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhaman. Wadi’ah yad dhaman adalah sistem wadi’ah yang diterapkan pada perbankan syari’ah saat ini.
Kembali lagi pada produk giro, produk giro adalah qard madhmun (pinjaman), dan bank boleh menggunakan giro tersebut dan harus mengembalikannya kepada nasabah (pemilik giro) dan sebagai pemberi pinjaman walaupun tidak disebutkan dalam akad aplikasi giro.
Oleh karena itu, transaksi ini bukan termasuk akad amanah yang kemudian bank menjamin (bertanggung jawab) mengembalikan giro tersebut karena menggunakannya, karena jika disebut sebagai akad amanah madhmunah bi tasharruf, maka menyebabkan mukhalafah (pelanggaran) yang berkelanjutan, dan ini bertentangan dengan syara’.
Hal ini sesuai dengan definisi giro, yang dikategorikan akad qardh dalam pandangan fiqh karena bank menggunakan dana giro tersebut, baik atas seizin pemiliknya ataupun dengan izin tidak langsung pemiliknya, karena para nasabah sudah tahu, bank menggunakan giro itu.
Jadi kesimpulannya dalam produk giro wadi’ah pada bank syari’ah akad yang digunakan adalah akad wadi’ah yad dhaman yakni akad yang menjamin dan membolehkan akan pemanfaatan barang yang dititipkan tersebut. (Nailah Fauziah/STEI SEBI)