Pasar Timbul, Pul Metromini yang Disulap Warga Menjadi Pasar

Pasar Timbul, Ciganjur. (foto Syifa Amelia)
Pasar Timbul, Ciganjur. (foto Syifa Amelia)

Bunyi pluit si tukang parkir meramaikan suasana pasar siang itu. Teriknya matahari membuat ia harus berkali-kali membasuh keringatnya dengan handuk yang dibawanya. Lahan parkir yang sempit mengharuskan ia bekerja lebih keras karena harus memindahkan setiap kendaraan yang ingin masuk ataupun keluar.

Adalah Pasar Tradisional Timbul yang terletak di Jalan M. Kahfi 1, Jakarta Selatan. Pasar yang berdiri sejak tahun 2009 dulunya merupakan pul metromini yang disulap menjadi pasar tradisional oleh warga sekitar. Pasar yang dinaungi oleh Burhan ini hanya memiliki luas sekitar 1000m yang mana hanya 70% dari luas tersebut yang digunakan untuk lahan pedagang, sungguh ukuran yang sangat kecil untuk ukuran pasar tradisional.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Tantangan Literasi Digital di Tengah Arus Informasi yang Cepat

Di awal mula berdirinya, pasar tradisional ini sempat mengalami kegagalan yang memaksa para pedagangnya untuk gulung tikar dan menutup pasar untuk sementara. “Karena belum dikenal masyarakat, kita hanya bertahan sampai 6 bulan lalu akhirnya jatuh dan kita paksa untuk tutup.” Ujar Burhan selaku ketua pengelola pasar. Namun berkat kerja keras dari seluruh pihak maka pasar ini bisa bangkit lagi setahun setelahnya.

Karena ukurannya yang minim, pasar ini hanya memiliki 40 pedagang dengan jarak lapak yang saling berdekatan. Hanya ada jalan setapak yang memisahkan antara ruko dengan lapak milik pedagang lainnya. Ruang gerak bagi para pembeli pun sangat terbatas apalagi jika pasar sedang ramai maka para pembeli harus rela berdesak-desakan.

BACA JUGA:  Cara Membuat Desain Cover Buku yang Profesional dan Elegan

Meskipun cenderung lebih kecil dan sempit, pasar tradisional ini tetap menjadi pilihan utama bagi ibu rumah tangga karena harganya yang relatif murah dibandingkan pasar modern. Selain lebih murah, proses tawar menawar juga bisa dilakukan di dalam pasar, berbeda dengan supermarket yang harganya sudah diberi patokan dan tidak bisa ditawar lagi.

Sama dengan pasar tradisional lainnya, ketika menjelang ramadhan atau hari raya harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan. “Biasanya kalau mau puasa sama lebaran harga bisa naik sampe 90%,” ujar Heru (40) sambil merapikan sayurannya.

BACA JUGA:  Peluang UMKM di Tengah Marak Boikot Produk Israel

Heru menambahkan  bahwa hingga kini belum ada perubahan harga yang segnifikan di Pasar timbul, biasanya harga mulai berubah beberapa hari jelang masuk bulan puasa.

Pasar yang berada di pinggi jalan ini merupakan pasar yang dibentuk dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Karena sejak awal mulanya, yang menjadi pelopor agar dibuatkannya pasar itu sendiri ialah dari masyarakat sekitar dan hingga kini hampir semua pedangang dan petugasnya adalah warga asli kampung Cipedak.

Syifa Amelia
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *