Rakyat Kembali Resah, Premanisme Semakin Berulah, Dimanakah Rasa Aman?

Rakyat Kembali Resah, Premanisme Semakin Berulah, Dimanakah Rasa Aman?

Oleh: Retnaning Putri, S.S

Pemerintah melalui Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian serius terhadap maraknya aksi premanisme yang berkedok organisasi masyarakat (ormas). Aksi tersebut dinilai meresahkan masyarakat dan mengganggu iklim investasi. Presiden telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian, termasuk membentuk Satgas Terpadu yang melibatkan TNI, Polri, dan instansi terkait, guna menangani secara tegas praktik-praktik melanggar hukum oleh ormas yang menyimpang dari fungsi sosialnya (cnbcindonesia.com, 09 Mei 2025).

Bacaan Lainnya

Langkah ini mendapat dorongan kuat dari kalangan pengusaha yang merasa dirugikan, antara lain karena pemaksaan pemberian THR hingga permintaan jatah proyek oleh oknum ormas. Sejumlah asosiasi industri seperti Apindo, PHRI, HIMKI, hingga API menyuarakan keresahan mereka atas intimidasi yang mereka alami. Pemerintah juga berkomitmen melakukan pembinaan terhadap ormas bermasalah, namun menegaskan bahwa pelanggaran hukum tidak akan ditoleransi dan akan diproses sesuai aturan yang berlaku.

Dulu, premanisme dikenal sebagai aksi sekelompok kecil atau individu yang menggunakan kekerasan dan ancaman untuk meraih keuntungan pribadi. Namun kini, bentuk premanisme jauh lebih rapi dan terorganisir, bahkan bersembunyi di balik bendera organisasi masyarakat. Ini membuat masyarakat semakin sulit membedakan mana organisasi sosial yang benar-benar membantu dan mana yang hanya menjadikan ormas sebagai kedok. Meski berlabel organisasi, cara kerja mereka tetap sama: menciptakan ketakutan, menekan pihak lain, dan meminta keuntungan secara paksa. Bentuknya saja yang berubah, tapi tujuannya tetap meresahkan. Perubahan wujud ini justru makin membahayakan karena mereka beroperasi seolah sah secara hukum.

BACA JUGA:  Kembalikan Eksistensi Gerakan Mahasiswa

Ketika premanisme dibiarkan, yang pertama kali merasakan dampaknya adalah dunia usaha. Para pelaku bisnis jadi enggan berinvestasi karena tak ada jaminan keamanan. Mereka harus menghadapi tekanan nonformal yang tidak bisa dilawan dengan prosedur biasa. Permintaan uang, jatah proyek, atau bahkan ancaman fisik kerap terjadi di balik kedok ormas. Ini tentu membuat para pengusaha berpikir ulang untuk mengembangkan usaha atau membuka lapangan kerja. Pada akhirnya, bukan hanya pengusaha yang rugi, tetapi masyarakat pun ikut terdampak karena terganggunya stabilitas ekonomi dan sosial.

Fenomena premanisme ini tidak bisa dilepaskan dari cara pandang hidup masyarakat yang semakin materialistis. Akar masalahnya adalah pandangan hidup sekuler-kapitalistik, yang menempatkan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Nilai moral dan kepedulian sosial sering kali dikesampingkan dalam sistem ini, yang penting kaya, yang penting untung, tanpa peduli caranya benar atau salah. Maka tak heran, jika banyak orang berlomba-lomba mengejar kekayaan meski harus menindas sesama. Premanisme pun tumbuh subur sebagai jalan pintas meraih keuntungan dalam masyarakat yang kehilangan arah nilai.

BACA JUGA:  Jawa Barat Darurat Kejahatan Seksual

Sayangnya, hukum yang ada belum cukup kuat untuk memberantas fenomena ini secara tuntas. Hukum sering kali bisa dinegosiasikan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Uang, kekuasaan, dan kedekatan dengan elite bisa memengaruhi proses hukum yang seharusnya adil. Ketika aparat penegak hukum tidak bisa bersikap netral, masyarakat pun kehilangan kepercayaan. Inilah yang membuat pelaku premanisme merasa bebas dan kebal hukum. Mereka tahu bahwa sistem ini lemah dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.

Ditambah lagi dengan penerapan sanksi yang tidak tegas dan tebang pilih. Pelaku yang memiliki “backing” kuat cenderung lolos dari jerat hukum, sementara masyarakat kecil yang melakukan kesalahan kecil bisa dihukum berat. Ketimpangan ini menciptakan rasa tidak aman dan tidak adil di tengah masyarakat. Jika hukum hanya tajam ke bawah, maka warga akan merasa tidak dilindungi. Kepercayaan terhadap sistem pun makin pudar. Maka tidak heran, jika ketertiban dan keamanan sulit untuk benar-benar terwujud secara merata.

BACA JUGA:  Kembalikan Eksistensi Gerakan Mahasiswa

Islam menawarkan solusi menyeluruh untuk menyelesaikan masalah seperti premanisme. Islam membangun ketakwaan individu dan komunal melalui pendidikan berbasis akidah. Sistem pendidikan Islam membentuk pola pikir dan sikap yang terarah sesuai syariat, mulai dari keluarga hingga institusi pendidikan. Masyarakat juga diajarkan untuk aktif dalam budaya amar makruf nahi munkar, yaitu saling menasihati dan mencegah perbuatan maksiat. Dengan begitu, kontrol sosial berjalan efektif tanpa kekerasan, melainkan melalui kesadaran kolektif yang tumbuh dari iman dan kepedulian sesama. Inilah yang membedakan masyarakat Islam dari masyarakat sekuler yang cenderung apatis dan individualis.

Selain itu, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan adil berdasarkan jenis pelanggaran. Premanisme yang melibatkan kekerasan, ancaman, atau pemaksaan, dikategorikan sebagai tindak kriminal yang memiliki ketentuan hukuman jelas. Jika masuk penganiayaan, dikenai sanksi jinayah; jika pembunuhan, maka berlaku hukum qisas. Jika termasuk takzir, maka sanksi ditetapkan oleh hakim atau khalifah sesuai tingkat bahaya perbuatan tersebut. Tujuan sanksi ini bukan sekadar memberi efek jera, tetapi menjaga keamanan dan keadilan masyarakat secara menyeluruh. Inilah bentuk keadilan Islam yang benar-benar berpihak pada rakyat, tanpa pandang bulu.

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait