DEPOKPOS – Meskipun indikator ekonomi dan keuangan syariah terus meningkat, namun masih tertinggal jauh dibandingkan pangsa pasar ekonomi dan keuangan tradisional. Dalam ilmu ekonomi Islam, produksi sebagai suatu kegiatan perekonomian tentunya mempunyai peranan dalam pengembangan indikator-indikator tersebut. Berdasarkan nilai dan aturannya, penerapan dan pemutakhiran pada tingkat teknis harus didorong agar memiliki daya tawar dan diterima sebagai standar perusahaan.
Nilai-nilai tauhid yang melandasi kegiatan produksi terdapat dalam firman Allah SWT, diantaranya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Allah anugrahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” {QS. Al Qasas: 77}
Dalam kegiatan produksi dalam Islam, ada beberapa nilai yang harus diperhatikan oleh semua pelaku produksi. Beberapa ekonom Islam telah menyatakan pandangannya dan beberapa poin dikutip di sini. Nilai-nilai tersebut tentunya bersumber dari ajaran Islam dan sesuai dengan pedoman Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Beberapa nilai yang dimaksud dirangkum oleh Amri Amir (2015) sebagai berikut:
1.Adil
Produksi barang dan jasa harus proporsional, sesuai produksi berdasarkan klasifikasi produk Darriyat, Hajjiyat, dan Tashniyyat. Ini termasuk distribusi keuntungan antara pemilik, pengelola, dan tenaga kerja.
2. Takaful
Modal dan tenaga kerja tidak dapat digunakan atau digantikan secara sembarangan. Misalnya, kita tidak bisa begitu saja mengganti tenaga kerja dengan mesin tanpa adanya solusi yang tepat.
3.Khalifah
Manusia sebagai khalifah di muka bumi dalam memproduksi barang dan jasa harus mengelola sumberdaya sesuai ajaran Islam, diantara penggunaan yang optimal,tidak berlebihan dan bahkan sampai merusak lingkungan. Termasuk menjalankan fungsi sosial dari hasil produksinya tersebut sehingga terwujud kemakmuran sosial dan kelestarian alam.
4.Kerja
Manusia sebagai hamba Allah Ta’ala dan khalifah-Nya dibebani kewajiban untuk bekerja. Kerja ini hendaknya dilandasi oleh semangat ibadah semata karena -Nya dalam usahanya memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, dan masyarakat,baik untuk generasi saat ini maupun dimasa yang akan datang.
Dalam sabda Nabi Muhammad SAW:” Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah bagi keluarganya, maka ia adalah mujahid fisabilillah” (H.R. Ahmad)
5.Efisien
Dalam memproduksi perlu mempertimbangkan aspek efisiensi dan penghematan dalam penggunaan faktor produksi. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan ke ekonomian dalam melakukan pembiayaan kegiatan produksi tanpa mengesampingkan nilai-nilailainnya.
6.Belajar
Seorang produsen hendaknya berusaha untuk selalu meningkatkan produksinya (continuous improvement) dan terus belajar (continuous learning) agar produksi yang dihasilkan mempunyai kuantitas dan kualitas yang baik dalam rangka mengoptimalkan mashlahah.
7.Memaksimalkan mashlahah
Sesuatu yang diproduksi harus dapat memaksimalkan mashlahah atau kemanfaatan (tidak terbatas mencari laba yang wajar semata) baik bagi produsen sendiri maupun bagi umat manusia lainnya sehingga dapat diciptakan kemandirian umat dan diperoleh keberkahan dalam usahanya.
Sedangkan kaidah-kaidah dalam kegiatan produksi yang harus dilakukan oleh setiap produsen sesuai tuntunan Islam adalah:
1.Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi
2.Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam
3.Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran
4.Produksi dalam ekonomi Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirianumat
5.Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik spiritual, mental maupun fisik.
Nilai-nilai dan kaidah-kaidah produksi dalam perekonomian Islam diselaraskan dengan tren saat ini dan masa depan berupa standar-standar perusahaan yang perlu dimiliki produsen agar dapat memaksimalkan nilai mashlahah dari kegiatan produksinya secara luas dan berkelanjutan diperbarui. Berbagai nilai dan aturan dapat diurutkan dan dipetakan pada tingkat teknis, sehingga memudahkan pelaku produksi untuk menerimanya. Nilai, kaidah, dan manfaat hasil produksi dalam konteks pemerintahan Islam selalu mempunyai dampak (mashlahah) dan manfaat positif (berkah) yang dicapai segera dalam jangka pendek dan kemudian dinikmati dalam jangka panjang.
Shakira Vidya Ramadhani – STEI SEBI