Oleh: Nanda Nabila Rahmadiyanti, Mahasiswi Universitas Indonesia
Fenomena bunuh diri di kalangan pemuda khususnya mahasiswa menjadi marak baru-baru ini, khususnya pada bulan Oktober sudah terdapat 4 kasus. Kasus pertama pada awal Oktober, SMQF (18), mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) bunuh diri pada Senin (2/10/2023) pagi, dengan melompat dari lantai 4 gedung asrama University Residence (Unires) UMY akibat depresi. Semalam sebelumnya korban sempat melakukan percobaan bunuh diri dengan menenggak obat sakit kepala sebanyak 20 butir, namun berhasil diselamatkan setelah dibawa ke rumah sakit terdekat (republika.co.id. 5/10/2023).
Kasus kedua, pada Selasa (10/10/2023) mahasiswi Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kupang berinisial AKL ditemukan tewas di bawah Jembatan Liliba, Kota Kupang. Korban diduga bunuh diri karena frustasi dengan nilai yang jelek dan ada beberapa mata kuliah yang tidak lulus sehingga tidak bisa mengikuti wisuda (kompas.com. 11/10/2023).
Kasus ketiga, pada hari yang sama Selasa (10/10/2023) mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes) berinisial NJW (20) bunuh diri dengan melompat dari lantai 4 Mall Paragon Semarang dan meninggalkan surat untuk ibunya. Dari surat tersebut korban diduga bunuh diri karena ada masalah mental yang membuat korban tertekan (republika.co.id. 13/10/2023).
Kasus keempat, mahasiswi semester akhir Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang, berinisial EN (24) diduga bunuh diri karena masalah keuangan di tempat kerjanya serta pinjaman online (pinjol). EN bunuh diri di kamar kosnya pada hari Rabu (11/10/2023) malam dengan meninggalkan surat berisi permintaan maaf kepada orang yang ditinggalkannya agar tidak mencari tahu penyebab kematiaannya (kompas.com. 12/10/2023).
Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), ada 971 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka tersebut sudah melampaui kasus bunuh diri sepanjang 2022 yang jumlahnya 900 kasus. Menyikapi maraknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meminta seluruh kampus di Indonesia untuk menghadirkan lingkungan kampus yang sehat, aman, dan nyaman.
“Saya sangat prihatin dengan mahasiswa bunuh diri. Kampus itu harus kita hadirkan kampus yang SAN, yaitu sehat, aman, nyaman. Sehat jasmani, sehat rohani, sehat psikologi, sehat emosional, sehat finansial, sehat sosial, itu penting,” kata Plt. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Nizam, dilansir dari Republika.co.id, Selasa (17/10/2023).
Faktor Penyebab Maraknya Bunuh Diri pada Mahasiswa
Menurut Ketua Unigoro Career Center (UCC), Rio Candra Pratama, S.Psi., M.Psi., Psikolog, ada banyak faktor penyebab bunuh diri pada mahasiswa, mulai dari masalah percintaan, peer pressure (tekanan sebaya), barrier family (pertahanan keluarga), dan sebagainya. Ini ada kaitannya dengan kondisi mentalitas mereka. Karena karakter generasi Z yang sekarang tentu berbeda dengan generasi kita. Mereka sudah terlalu terbiasa mengkonsumsi informasi di medsos (media sosial) yang cepat dan beragam sekali. Sangat bebas. Tidak terfilter. Sehingga ketika mereka berada dalam kondisi tidak baik atau menunjukkan reaksi stres, itu bisa mempengaruhi mentalitasnya (unigoro.ac.id. 13/10/2023).
Dilansir dari Kompas.com, menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental. Dari jumlah itu, baru 2,6 persen yang mengakses layanan konseling, baik emosi maupun perilaku.
Persoalan kesehatan mental pemuda saat ini yang begitu rapuh menjadi penyebab pertama dan faktor utama dari tingginya angka bunuh diri. Hal ini merupakan buntut dari penerapan sistem sekuler kapitalisme yang menjauhkan dan memisahkan agama dari aspek-aspek kehidupan. istem ini gagal dalam mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Sehingga sedikit saja mereka mendapatkan tekanan, layaknya stroberi yang lembek, mental mereka bisa jatuh dan mengalami depresi berat.
Ditambah kurikulum berlandaskan sekuler menghasilkan pendidikan kapitalis. Perguruan tinggi saat ini hanya berfokus kepada akademik yang menuntut agar mahasiswa cakap dalam bekerja. Artinya, prioritas utama pendidikan adalah materi dan nilai tinggi semata. SKS yang begitu padat ditambah tugas-tugas kuliah yang menumpuk, menyebabkan mahasiswa stres dan muncul dorongan untuk bunuh diri. Minimnya akan pengajaran agama dalam kurikulumnya juga membuat pemuda benar-benar hidup tanpa bimbingan agama. Mereka jadi tidak bisa membedakan mana yang boleh dilakukan dan yang tidak, serta menggeser standar bahagia dan tujuan hidup mereka sesungguhnya. Mereka beranggapan bahwa kemapanan materi, keamanan finansial, dan kemewahan dunia adalah standar kebahagiaan. Padahal standar tersebut hanyalah bersifat semu.
Faktor-faktor tadi diperparah dengan pengaruh gaya hidup hedonisme dan materialistis yang merupakan “anak kandung” dari sekuler kapitalisme. Hedonisme adalah paham yang memuja kejayaan materi dan ketenaran, dua hal yang paling diburu manusia yang hidup di dalamnya. Faktanya, faktor-faktor di atas tidak membawa kebahagiaan pada pemiliknya. Justru ketika tidak tercapai, akan menghancurkan mental para pemburunya.
Begitu juga dengan gaya hidup remaja yang materialistis, sebab kebanyakan dari pemuda yang terjerat pinjol adalah untuk memenuhi gaya hidupnya yang hedonistik. Ketika tagihan datang bertubi-tubi laksana teror, banyak yang tidak kuat mental sehingga memilih bunuh diri sebagai penyelesaian. Belum lagi perekonomian yang kian ambruk serta biaya kuliah yang tinggi, menuntut mahasiswa untuk mandiri secara finansial serta ingin segera menuntaskan perkuliahannya.
Dengan begitu inilah penyebab para mahasiswa depresi, yaitu karena berbagai tekanan yang datang, mulai dari tuntutan akademik, tuntutan tempat kerja, persoalan keluarga, pertemanan, percintaan, ketenaran, sampai dengan keuangan.
Islam Melindungi Nyawa
Kehidupan pada sistem sekuler kapitalis sangat bertolak belakang dengan sistem Islam. Sedari dini mereka sudah diajarkan mengenai hakikat tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Dengan begitu, dalam setiap aktivitasnya seseorang akan selalu menghadirkan niat karena Allah, termasuk dalam menuntut ilmu dan bekerja. Ia pun akan paham bahwa menghilangkan nyawa termasuk dalam larangan dari Allah. Sebesar apa pun masalahnya bunuh diri bukanlah solusi. Ia akan yakin bahwa segala sesuatu adalah ketentuan dan ketetapan yang terbaik dari Allah. Dengan penanaman keimanan seperti itu, maka ketahanan mental pemuda muslim akan tangguh.
Masyarakat dalam sistem Islam akan terbiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar, karena sudah paham pada konsep ujian atau problematika kehidupan yang pasti akan terjadi pada setiap manusia. Bersamaan dengan ujian, Allah akan memberikan kemampuan untuk menyelesaikannya sesuai dengan syariat Islam. Sistem islam juga menyiapkan orang tua untuk memiliki kemampuan mendidik generasi dengan cara dan tujuan yang shahih. Mereka akan terdidik untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shalih dan kebahagiaan yang kekal di akhirat, bukan berlomba-lomba dalam mengejar materi dan kebahagiaan duniawi. Sehingga pemahaman Islam dalam kehidupan generasi akan semakin menancap kuat.
Islam pun memberi perlindungan atas nyawa manusia dengan berbagai cara yang akan diterapkan secara menyeluruh dalam sebuah negara. Negara akan melindungi fitrah manusia dari paparan pemikiran asing yang telah jelas merusak. Kemudian negara akan sangat selektif atas konten-konten yang akan sampai pada umat. Jika konten itu berbau kehidupan hedonistis dan materialistis, negara akan melarang konten tersebut masuk ke ranah negara.
Negara sebagai penanggung jawab besar untuk menjamin kebutuhan hidup rakyatnya termasuk dalam kebutuhan pendidikan. Kurikulum pendidikan yang disusun berlandaskan akidah Islam akan mencetak generasi yang menguasai tsaqafah islam juga IPTEK. Kurikulum juga akan dibuat sedemikian rupa agar para pelajar menikmati ilmu dan bukan untuk materi, melainkan untuk kontribusi terbaiknya bagi umat. Selain itu negara juga akan memenuhi kebutuhan pendidikan dengan menerapkan biaya yang murah bahkan gratis untuk menempuh pendidikan tinggi yang berkualitas.
Konsep ini hanya dapat diterapkan pada sistem pemerintahan Islam yang berlandaskan akidah Islam. Dengan begitu pelajar maupun mahasiswa tidak akan tertekan dengan kewajibannya untuk menuntut ilmu. Sebab kondisi seperti ini akan menghilangkan stres pada mahasiswa yang tertekan karena tuntutan hidup, akademik, hedonistis, dan biaya kuliah yang mahal. Kemudian lahirlah generasi-generasi yang tangguh, bukan generasi yang rapuh dan mudah menyerah. Wallahua’lam.[]