Oleh: Nazwar, S. FIL. I., M. Phil.
Penulis Lepas Yogyakarta
Bicara hingar-bingar akan hambar jika tidak memetik pelajaran atau hikmah-hikmah di dalamnya. Realita hanya akan menjelma wacana bak komedi belaka. Dikatakan sakit perut, karena beberapa ceritanya, bahkan pola-pola yang berulang, mungkin terlampau sering akhirnya mengundang tawa, atau lelucon yang menggugah selera humor siapa saja yang menyaksikannya.
Maka, membincang hikmah bisa dimulai dengan fenomena-fenomena yang terjadi, atau setidaknya mewarnai portal-portal berita atau media lain dewasa ini:
Viralnya UAS, Ustadz Abdul Shomad
Abdul Shomad menjelma kyai sejuta ummat menjadi fenomena ramai, tidak hanya di media sosial, namun sampai ke pelosok-pelosok di berbagai penjuru negeri ini.
Materi yang padat disajikan secara jenaka seringkali mengundang hiburan bagi jama’ahnya. Meski serius namun pembawaan UAS, sapaan akrabnya yang penuh hiburan tidak jarang memantik orang untuk memperhatikannya.
Jenaka dan keseriusan melebur menjadi sosok menjadikan UAS sebagai kyai yang memiliki karakter tersendiri. Berbeda dengan da’i lainnya (generasi sebelum UAS), UAS hadir dengan kesehajaannya menjadi karakter yang khas.
Kontestasi Politik PENCAPRESAN
Baru-baru ini media online merilis berita tentang Anis yang santer dikabarkan berduet dengan Muhaimin Iskandar, disebut netizen NU adalah dalang pemaksaan kawin antara PKS dengan PKB. Hal ini tentu menarik dan unik mengingat kesuanya secara konsisten berjuang untuk negeri ini dengan setulus hati.
Anis selain sebagai akademisi juga telah terjun dan mengabdikan diri ke ranah politik sebaimana Muhaimin tidak jaub berbeda. Keduanya membawa suasana baru, bak mutiara nan indah, perjuangan keduanya tentu senantiasa dikenang.
Belum lagi, fenomena menarik lainnya adalah keterlibatan atau partisipasi publik figur yang selama ini dikenal sebagai arti dunia di dunia hiburan, kini melanjutkan perjuangannya di bidang politik. Ini menjadi unik dan sangat menarik.
Gonjang-ganjing Dunia Akademik
Kabar lainnya datang dari dunia akademik, melalui Kementrian Riset dan Teknologi, skripsi atau tugas akhir jenjang sarjana akan dihapuskan. Bukan tanpa alasan, karya akhir yang menjadi pemicu mahasiswa untuk terampil dalam menulis ini kabarnya akan dihapuskan.
Tradisi menulis skripsi adalah paten sejak diadakannya perguruan tinggi atau sekolah tinggi sebagai lembaga pencetak generasi terdidik. Untungnya, tugas yang dimaksud tidak terbatas skripsi, artinya setiap mahasiswa bisa membuat karya dakam bentuk makalah.
Kemudian untuk tugas akhir pada jenjang lain seperti Tesis dan Disertasi kiranya tetap diadakan sehingga dapat jadi motivasi mahasiswa jenjang sarjana S1 untuk melanjutkan pada jenjan-jenjang keserjanaan lainnya S2 (Master/Magister) dan seterusnya.
Fenomena ini unik dan jika dilihat pemaparan si atas menjadi lega sebagai suatu hiburan tersendiri. Demikian hikmah dari berbagai fenomena yang telah disebutkan sehingga memantik semangat, yang tidak hanya berupa dagelan, namun kenyataan mebawa manfaat dan bagi sebagian kalangan cukup menghibur.
Tanpa tendensi merendahkan banyak berita lain yang juga viral dan meramaikan media massa, telah mewarnai kehidupan, khususnya bermasyarakat dan bernegara di negeri tercibta Indonesia kita ini. Sebab semua berkontribusi untuk Indonesia “selalu jaya!”