Persiapan Rencana Pembelajaran Tatap Muka di DKI Jakarta pada 2021: Keselamatan Anak Hal Utama

Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat cermat dan hati-hati untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran tatap muka (PTM) pada tahun depan (2021), menindaklanjuti surat keputusan bersama (SKB) empat menteri akhir November lalu.

Bila mengacu pada rencana kerja, Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta berencana membuka PTM di beberapa sekolah sebagai proyek percontohan pada Januari 2021. Namun, bila pandemi Covid-19 di DKI Jakarta masih tinggi, Dinas Pendidikan akan memundurkan jadwalnya ke April atau hingga masuk tahun ajaran baru 2021/2022.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Dr Nahdiana M.Pd mengatakan, PTM tidak bisa dilakukan di semua sekolah, karena prinsip Pemprov DKI Jakarta adalah keselamatan anak lah yang utama, selama pandemi belum berakhir. Setelah itu, baru pemenuhan kegiatan belajar anak.

Jadi protokol kesehatan merupakan harga mati bila PTM ingin dibuka. Karena itu, Dinas Pendidikan tidak mencabut kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dalam surat keputusannya, Kepala Dinas Pendidikan juga mengatur PJJ harus dilakukan secara bermakna dan menyenangkan.

“Pembelajaran tatap muka harus dipersiapkan di DKI Jakarta. Ada 1,5 juta peserta didik dan 82 ribu guru di DKI Jakarta, jadi kami harus hati-hati bila membukanya dengan melakukan assesment,” ujar Dr Nahdiana MPd, saat menjadi keynote speech di Webinar ‘Sekolah Tatap Muka yang Aman dan Nyaman Kala Pandemi’ yang digelar oleh Gerbang Betawi, Selasa (15/12).

Webinar Gerbang Betawi ini menghadirkan para narasumber, yakni Dr Margani M Mustar MSc (Dewan Majelis Adat Bamus Betawi), Dr Tuti Tarwiyah Adi MSi (dosen Universitas Negeri Jakarta/Direktur Departemen Budaya Gerbang Betawi), dan Dr dr Syarief Rohimi Sp.A(K) (dokter spesialis anak/Dewan Pakar Gerbang Betawi).

Kepala Dinas Pendidikan lalu memaparkan persiapannya menggelar PTM di Jakarta sejak kegiatan belajar dari rumah dilakukan pada Maret lalu. Rencana pertama, sekolah dibuka pada pertengahan Juli, tapi gagal karena PSBB masih berlaku. Kemudian dialihkan pada Oktober, tapi juga tidak bisa diimplementasikan, begitu juga rencana pada Desember ini.

BACA JUGA:  Ada Dugaan Jual Beli Trayek B08 Cengkareng, FWJ Indonesia: KWK Pusat Harus Bertindak Cepat

“Sekarang kami masuk rencana keempat dengan opsi membuka sekolah di Januari 2021 atau opsi lain membukanya sekaligus di tahun ajaran baru 2021/2022,” katanya.

Assesment Protokol Kesehatan di Sekolah

Namun, Nahdiana menegaskan opsi membuka sekolah tatap muka ini tidaklah mudah, karena Dinas Pendidikan memiliki beberapa assesment agar kegiatan ini tidak menimbulkan kluster baru. Misalnya, assesmnet kesiapan infrastruktur sekolah seperti fasilitas cuci tangan, ruang kelas, waktu kedatangan dan kepulangan siswa, dan sebagainya. Assesment kedua menyangkut tenaga pengajar atau guru dan pembukaan blended learning.

Selain itu, Dinas Pendidikan juga akan meminta bantuan dinas terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, dan Satpol PP. Karena asumsinya, bila satu sekolah dibuka, maka akan memancing aktivitas lain di lingkungan sekitar sekolah, seperti warga membuka warung, angkkutan umum jadi ramai, dan lain-lain.

“Suku Dinas Pendidikan juga harus melakukan presentasi mengenai kesiapan sekolahnya. Kemudian turun ke lapangan dan melakukan piloting bagi sekolah-sekolah yang benar-benar siap dengan pertimbangan hati-hati dan hak sehat anak, yang diikuti hak belajarnya,” ucapnya.

Dinas Pendidikan baru menerbitkan SK pembukaan sekolah berdasarkan assement yang sedang disebar, pengecekan di lapangan, dan hasil presentasi pihak sekolah.
Pembukaan sekolah ini juga harus ada masa transisi, misalnya terkait pelajaran apa saja yang cocok di hari pertama dan seterusnya.

“SK itu buat sekolah percontohan, yang akan ditambah jumlahnya secara bertahap. Namun, bila ditemukan pelanggaran protokol kesehatan, sekolah itu akan ditutup kembali,” pungkas Nahdiana.

Dr Margani M Mustar MSc dari Dewan Majelis Adat Bamus Betawi menambahkan kegiatan pembelajaran jarak jauh dan tatap muka sudah ada di lingkungan pendidikan sebelum pandemi terjadi. Jadi tidak perlu dipolemikkan. Menurutnya, delegasi kewenangan antara pemerintah daerah dan pusat soal ini sudah benar.

“Tugas Dinas Pendidikan sudah benar memberikan pedoman, protokol kesehatan, dan cara kepada pihak sekolah yang meminta pembelajaran tatap muka. Kita pahami kedua metode ini dengan keilmuan masing-masing. Prinsipnya, pihak sekolah mesti menaati protokol kesehatan Dinas Pendidikan,” ujarnya.

BACA JUGA:  PKS Bakal Usung Anies Baswedan Jadi Cagub Jakarta?

Sementara itu, Direktur Eksekutif Gerbang Betawi dr Ashari menyampaikan beberapa hal yang menjadi catatan Gerbang Betawi selama masa pandemi di sektor pendidikan.

Pertama, pendidikan yang berjalan kala pagebluk berpotensi melahirkan dan meningkatkan stres, kecemasan, dan gangguan psikologis lain bagi pelajar. Karena itu, Gerbang Betawi mendorong para kader bangsa terutama masyarakat Betawi menjadi insan berkualitas melalui jalur pendidikan berkualitas. Bagi Gerbang Betawi, kaum terdidik tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi kaum terdidik haruslah mempunyai nurani untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai dan aman. Jadi moralitas dan intelektualitas bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan sebagai tujuan utama penyelenggaraan pendidikan.

“Saya ingin mengutip kata bijak tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara, ‘Dengan ilmu kita menuju kemuliaan, maka setiap orang harus menjadi guru dan setiap rumah harus menjadi sekolah’. Tokoh Afrika Nelson Mandela juga mengatakan ‘Pendidikan adalah senjata yang sangat mematikan, karena lewat pendidikan maka kamu bisa mengubah dunia’,” ujar dr Ashari.

Gerbang Betawi berharap kegiatan ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi dan solusi yang perlu dilakukan untuk menjadi diri yang kreatif dan inovatif. Antara lain dengan membuat ide-ide baru sehingga lebih kreatif dan tercipta program baru yang lebih inovatif, melawan ketakutan dalam melakukan perubahan, dan tidak takut terhadap kegagalan.

Belajar dengan Menyenangkan

Dr Tuti Tarwiyah Adi MSi, dosen Universitas Negeri Jakarta, mengatakan pembelajaran tatap muka, bila diizinkan kelak, mesti berlangsung secara interaktif dan inspiratif. Para guru harus mampu memberikan kegiatan sekolah yang menyenangkan di tengah kondisi menantang masa pandemi.

Maka itu, Tuti menyarankan kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menggunakan kearifan lokal berbasis bahasa dan musik. Dasar hukumnya adalah UU No 32 Tahun 2009 tentang Kearifan Lokal. Jadi misalnya para siswa diajak memulai pembelajaran dengan menggunakan lagu-lagu daerah atau pantun atau pepatah. Sehingga para siswa juga lebih mengenal nilai-nilai tradisi dan kebudayaan bangsanya.

BACA JUGA:  Kamis Pagi, 18 RT di Jaktim Masih Terendam Banjir

Kegiatan pembelajaran makin menarik siswa bila menggunakan musik atau lagu, karena banyak penelitian sudah membuktikan bahwa belajar dengan musik bisa mendorong kecerdasan anak-anak.

“Fitzgerald mengatakan meski banyak guru bukan musisi, dia mendorong para guru untuk mempergunakan msusik sebagai straategi instruksional,” ucap Dr Tuti.

Pada kesempatan itu, Dr Tuti juga memaparkan cara pembelajaran tatap muka yang menyenangkan dengan menggunakan permainan tradisional Betawi, seperti congklak, cutik, lidi, dan bekel. Intinya, bagaimana keigatan belajar kala pandemi lebih menyenangkan dan berkarakter bagi anak, sambil melestarikan kebudayaaan bangsa.

Sementara Dr dr Syarief Rohimi Sp.A(K), dokter spesialis anak, menjelaskan, kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia saat ini belum memasuki new normal, bila menggunakan beberapa indikator WHO, seperti Reproduction Number, Positive Rate, angka kematian kasar (CFR), dan jumlah PCR yang diperiksa per sejuta penduduk per minggu.

Maka itu, rencana pembelajaran tatap muka harus disikapi secara sungguh-sungguh. Data di dunia dan Indonesia, tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban Covid-19, meski sebagian besar kasusnya tanpa gejala.

Ini dimungkinkan karena reseptor pada anak masih sedikit, sehingga tidak menunjukkan gejala seperti orang dewasa bila terpapar virus Covid-19.

Kasus Covid-19 anak Indonesia, kata Dr dr Syarif, adalah 1 dari 9 kasus positif Covid-19 anak berumur 0-1 tahun. Tingkat kematian anak per akhir November lalu mencapai 3,2 persen, tertinggi di Asia Pasifik.

“Jadi selain menerapkan protokol 3M, anak-anak kita mesti diajarkan cara mencuci tangan secara rutin dan benar,” ujar anggota Dewan Pakar Gerbang Betawi ini. ***