Angka Kematian Ibu di Indonesia Masih Tinggi?

Hari Ibu yang berlangsung pada tanggal 22 Desember kemarin merupakan hari yang spesial dan penuh makna, khususnya bagi seluruh wanita di Indonesia. Hari tersebut adalah hari dimana setiap orang mengungkapkan rasa terimakasih dan kasih sayangnya kepada ibu mereka yang telah berjuang hebat. Tahun ini merupakan Peringatan Hari Ibu yang ke-92 dengan tema “Perempuan Berdaya Perempuan Maju”. Mendengara\ kata “Ibu” tidak luput dari ingatan kita bahwa mereka adalah wanita tangguh yang mengandung, melahirkan, dan mengasihi kita. Proses kehamilan hingga persalinan bukanlah suatu hal yang mudah, seorang ibu harus mempersiapkan mental dan fisiknya agar mampu melahirkan bayi yang dikandungnya dengan sehat dan selamat.

Berkaitan dengan kehamilan dan persalinan tentunya tidak luput dari masalah Angka Kematian Ibu (AKI) yang masih menjadi ancaman bagi setiap ibu. Angka Kematian Ibu merupakan salah satu indikator yang menggambarkan suatu derajat kesehatan masyarakat. Di Dunia, pada tahun 2017 terdapat sekitar 295.000 wanita yang meninggal selama dan setelah kehamilan dan persalinan. Setiap harinya terdapat 810 kematian ibu yang diakibatkan oleh penyebab yang dapat dicegah selama kehamilan dan persalinan. Dari semua kematian ibu, 94% terjadi di negara berkembang dan menengah kebawah. Rasio kematian ibu di negara berkembang pada tahun 2015 adalah 239 per kelahiran hidup, berbeda jauh dengan negara maju yang memiliki rasio kematian ibu 12 per 100.000 kelahiran hidup.[1] Di Indonesia sendiri, menurut Meiwita Budhiharsana, Ketua Komite Ilmiah International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH), hingga pada tahun 2019, AKI Indonesia masih tetap tinggi, yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup. Jauh dari target AKI yang ingin dicapai Indonesia pada tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup.[2] AKI yang masih tinggi tentunya sangat mengkhawatirkan dan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi kesehatan masyarakat Indonesia.

Kematian ibu dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung maupun tidak langsung. Faktor yang menjadi penyebab langsung atau disebut juga determinan dekat dari adanya kejadian kematian ibu adalah kehamilan dan komplikasi dari kehamilan itu sendiri, baik yang terjadi pada saat masa kehamilan, persalinan, atau nifas (komplikasi obstetrik). Contoh dari komplikasi obstetrik diantaranya adalah pendarahan, preeklamsi/eklamsi, dan infeksi atau penyakit yang diderita ibu sebelum atau selama kehamilan yang dapat memperburuk kondisi kehamilan seperti jantung, malaria, tuberkulosis, ginjal, dan acquired immunodeficiency syndrome.[3]

Determinan dekat tersebut dipengaruhi pula oleh determinan antara yang memiliki kaitan atau berpengaruh pada kesehatan ibu seperti status kesehatan ibu, status reproduksi, akses terhadap pelayanan kesehatan, cakupan Ante Natal Care (ANC), dan lain-lain. Salah satu faktor risiko antara yang krusial adalah pemeriksaan ANC dengan rutin. Melalui pemeriksaan ANC rutin, kesehatan ibu selama kehamilan dapat diamati dan penyakit atau kelainan yang dapat berdampak buruk pada ibu dan janin dapat di deteksi secara dini. Berikut pula aksesibiliatas, sulitnya mengakses pelayanan kesehatan dapat meningkatkan risiko kematian ibu. Hal ini dapat dikaitkan dengan kematian ibu yang disebabkan oleh penanganan yang kurang baik dan tepat. Adanya faktor tiga terlambat (3T) yaitu terlambat mengenali tanda bahaya, terlambat merujuk, dan terlambat mendapat pelayanan yang optimal juga menjadi faktor yang berkontribusi besar terhadap kematian ibu.[3]

Adapun faktor tidak langsung (determinan jauh) kematian ibu, diantaranya adalah faktor sosial, budaya, dan ekonomi. Faktor ini, secara tidak langsung mempengaruhi faktor antara.[4] Faktor sosial merupakan faktor yang berkaitan dengan interaksi ibu dengan lingkungan sekitarnya. Contoh dari faktor ini adalah status wanita dalam keluarga dan masyarakat dimana pada lingkungan tersebut dukungan terhadap ibu sangat diperlukan. Kedua adalah faktor budaya, yaitu faktor yang berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan yang melekat pada diri masyarakat, seperti kepercayaan untuk melahirkan di dukun beranak, kepercayaan dalam berbagai pantangan makanan yang tidak boleh dikonsumsi ibu hamil, dan lain-lain. Kepercayaan untuk melahirkan di dukun beranak merupakan contoh yang paling nyata dalam budaya Indonesia. Padahal melahirkan dengan dukun (bukan tenaga kesehatan) dapat meningkatkan risiko kematian ibu. Di sisi lain, faktor ekonomi juga secara tidak langsung berperan besar dalam kematian ibu. Negara yang berpenghasilan rendah dan menengah memiliki AKI yang lebih tinggi dibanding negara dengan penghasilan tinggi. Secara tidak langsung, faktor ini mempengaruhi kualitas dan kuantitas suatu fasilitas layanan kesehatan, asupan konsumsi zat gizi ibu yang berkaitan dengan daya beli masyarakat, dan lain sebagainya.

Kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang kesehatan Ibu hamil. Pemberdayaan perempuan yang tidak baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik, secara tidak langsung diduga ikut berperan dalam meningkatkan kematian ibu. AKI yang tinggi di suatu negara menggambarkan masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat negara tersebut. Dampak dari angka kematian ibu yang tinggi dapat berupa kemunduran ekonomi dan sosial di berbagai level. Selain itu dampak terbesar dari kematian ibu adalah menurunnya kualitas hidup bayi dan anak yang dapat mengganggu tumbuh kembangnya di masa mendatang.[2]

Diperlukan rencana strategis yang efektif dan efisien dalam menurunkan Angka Kematian Ibu. Perlunya kerjasama dari berbagai stakeholder dan komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan prevalensi Angka Kematian Ibu. Program yang bijak dan menjangkau setiap lapisan masyarakat haruslah dipertimbangkan. Diantaranya adalah perlunya pengembangan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan, akses yang lebih mudah, jaminan kesehatan yang merata, dan lain sebagainya. Selain itu edukasi secara menyeluruh mengenai kesehatan ibu hamil dan anak serta dukungan masyarakat juga merupakan kunci penting dalam menanggulangi tingginya Angka Kematian Ibu. Khususnya mengenai pentingnya kunjungan ANC, konsumsi gizi seimbang, dan pentinganya melakukan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Penulis: Rahmah Aulia Zahra
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

 

Referensi
Maternal mortality [Internet]. Who.int. 2019 [cited 14 December 2020]. Available from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/maternal-mortality
Susiana S. Angka Kematian Ibu: Faktor Penyebab dan Upaya Penanganannya [Internet]. Berkas.dpr.go.id. 2020 [cited 18 December 2020]. Available from: https://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XI-24-II-P3DI-Desember-2019-177.pdf
Respati S, Sulistyowati S, Nababan R. Analisis Faktor Determinan Kematian Ibu di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi [Internet]. 2020 [cited 14 December 2020];6(2). Available from: https://jurnal.ugm.ac.id/jkr
Aeni N. Faktor Risiko Kematian Ibu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional [Internet]. 2013 [cited 13 December 2020];7(10). Available from: https://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/4

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait