Oleh: Fatimah Zahra (FKM UI)
Tablet Tambah Darah (TTD) adalah suplemen makanan yang mengandung zat besi dan folat. Zat besi adalah mineral yang banyak terkandung di dalam makanan secara alami, atau ditambahkan ke dalam beberapa produk makanan. Zat besi berperan penting dalam pembuatan sel darah merah yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain itu, juga diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal sel.
Saat ini, belum terdapat data yang menunjukkan cakupan konsumsi tablet tambah darah (TTD) di Indonesia secara menyeluruh. Namun, terdapat data cakupan konsumsi tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil pada tahun 2013 yaitu 89,1 persen (Riskesdas, 2013). Selain itu, terdapat data presentase ibu hamil dan remaja putri (12-18 tahun) yang mendapat tablet tambah darah (TTD) pada tahun 2018 yaitu 73,2 persen dan 76,2 persen (Riskesdas, 2018).
World Health Organizations (WHO) memperkirakan sekitar 1,62 miliar kasus anemia dan kasus terbesar disebabkan karena kekurangan zat besi (WHO, 2008). Remaja putri (12-18 tahun) dan ibu hamil merupakan kelompok yang rawan mengalami anemia karena kekurangan zat besi. Oleh karena itu, untuk mengurangi risiko anemia saat hamil maka Kementerian Kesehatan memperluas sasaran pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri.
Anemia bukanlah penyakit tetapi suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) darah lebih rendah dari normal akibat kekurangan satu atau lebih nutrisi esensial, terutama zat besi yang penting untuk pembentukan hemoglobin (Durrani, 2018). Anemia kekurangan zat besi merupakan masalah utama kesehatan global daripada penyebab anemia lainnya, seperti kekurangan folat, kekurangan vitamin B12, kekurangan vitamin A, peradangan kronis, infeksi parasit, dan ganggauan sintesis hemoglobin. Pengukuran konsentrasi Hb paling sering digunakan untuk anemia zat besi karena relatif mudah dan murah.
Prevalensi anemia di dunia tahun 2008 adalah 24,8% dengan cakupan populasi 48,8%. Pada anak-anak usia prasekolah, prevalensi anemia adalah 47,4%. Pada wanita hamil dan tidak hamil prevalensi tertinggi yaitu di Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2008). Di Indonesia, proporsi anemia tahun 2013 sebesar 21,7% (Riskesdas, 2013). Proporsi anemia terbesar pada ibu hamil yaitu 48,9% pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018).
Remaja putri memiliki risiko tinggi untuk anemia dan kekurangan gizi (Upadhye JV dkk, 2017). Kebutuhan zat besi pada remaja putri meningkat karena mengalami pertumbuhan yang pesat pada masa pubertas. Anemia pada remaja putri dapat menurunkan daya tahan tubuh, kebugaran, dan prestasi belajar. Selain itu, tidak hanya memengaruhi kehidupannya dalam jangka pendek, namun berpengaruh pada jangka panjang yaitu kehamilan nantinya. Remaja putri merupakan calon ibu yang dapat meningkatkan risiko Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), prematur, BBLR, stunting dan gangguan neurokognitif (Kemenkes, 2016).
Program pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri oleh Kementerian Kesehatan dimasukkan ke dalam Rencana Strategis (Renstra) 2015-2019 dengan target pemberian TTD pada remaja putri sebesar 30%. Pada pedoman program pencegahan dan penanggulangan anemia diharapkan nantinya pada remaja putri dapat tumbuh dan berkembang menjadi calon ibu yang sehat serta melahirkan bayi sehat. Pemberian TTD pada remaja putri mengandung minimal 60 mg zat besi dan 400 mcg asam folat. Untuk remaja putri TTD diminum dalam waktu seminggu satu kali dan saat menstruasi sepuluh hari beturut-turut.
Menurut Putri dkk, faktor yang dapat memengaruhi anemia yaitu pengetahuan dan kepatuhan konsumsi TTD. Remaja putri yang tidak patuh menonsumsi TTD berisiko lebih besar mengalami anemia (Putri RD dkk, 2017). Pemberian TTD tidak berpengaruh terhadap kada Hb pada remaja putri dikarenakan tingkat kepatuhan yang sangat rendah (Listiyani, B, 2004).
Sosialisasi untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi TTD pada remaja putri salah satunya dapat dilakukan penyuluhan di sekolah SMP dan SMA. Selain itu, sosialisasi konsumsi TTD pada remaja putri dapat dilakukan pada orangtua siswa di sekolah agar memahami pentingnya kepatuhan mengonsumsi TTD bagi anaknya. Terkait kepatuhan konsumsi TTD guru di sekolah juga berperan penting dalam pelaksanaannya sehingga perlu dilakukan edukasi dan pelatihan oleh tenaga kesehatan (Permatasari, T, 2017)
Kepatuhan konsumsi TTD pada remaja putri dapat ditingkatkan melalui sosialisasi kepada remaja putri di sekolah, orang tua, dan guru. Setelah dilakukan sosialisasi, untuk melihat tingkat kepatuhan konsumsi TTD dilakukan pemantauan yang dilakukan orang tua dan guru di sekolah dengan melakukan pencatatan. Sehingga, dapat tercapai tujuan program pencegahan dan penanggulangan anemia pada remaja putri untuk menurunkan prevalensi anemia di Indonesia.