
Pemuda kekinian? Pemuda kekinian yang kayak gimana tuh yang akan kita bahas di artikel kali ini. Kuy langsung aja ya kita bahas dari poin yang paling mendasar
Yang pertama, pemuda kekinian adalah mereka yang berbaur tapi tidak melebur. Berbaur tapi tidak melebur, masih bingung ama statement nya? Sung dijelasin ya mereka yang berbaur tapi tidak melebur adalah mereka yang berteman dengan siapa saja tapi tidak sampai apa-apa yang ada dalam diri teman-temannya mewarnai dirinya, dia yang berbaur tapi tidak melebur adalah mereka yang sanggup memfilter apa yang baik dan apa yang bathil, apa yang boleh dia tiru dan apa yang seharusnya tidak dia tiru.
Dan pemuda kekinian bakalan makin kece kalau mereka bisa mewarnai teman-teman sekitarnya, mewarnai disini artinya membawa teman-teman sekitarnya hijrah, seperti dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah: 138
Yang artinya : “Sibgah Allah siapa yang lebih baik shibgahnya daripada Allah? Dan kepada-Nya kami menyembah”. (Q.S 2: 138)
Yang kedua, pemuda kekinian adalah pemuda yang berbakti pada orang tuanya. Menjadikan rumah tempat yang nyaman untuk disinggahi. Menjadikan orang tua orang yang kedua untuk dihubungi setelah mengadu pada Allah Swt.
Pemuda kekinian adalah mereka-mereka yang selalu berusaha membahagiakan orang tuanya. Yang tidak membiarkan dirinya hilang tanpa kabar, apalagi buat para anak rantau ya, selalu hubungi orang tua untuk memberikan kabar kita bukan sekedar menghubungi orang tua pas butuh duit aja. Luangkan waktu bersama mereka, mengobrol-ngobrol ringan dan banyak hal yang bisa dilakukan bersama mereka.
Hormati orang tua dengan kemuliaan adab kita, buat mereka bangga dengan adab yang kita miliki seperti Allah berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 23
Yang artinya : “Dan Tuhan mu telah memerintahkan kamu agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada Ibu Bapak. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (Q.S 17:23)
Yang ketiga, pemuda kekinian adalah mereka-mereka yang menjadi sumber bukan mencari sumber. Mereka menjadi sumber kasih sayang untuk lingkungannya, yakni mereka-mereka yang ringan memberi tak berharap balasan, karena mereka tahu balasan Allah adalah lebih dari segalanya. Menjadi sumber ketenangan bukan menjadi penyebab kericuhan, melerai bukan mengadu domba.
Yang ke-empat, pemuda kekinian adalah pemuda yang memahami esensi ukhuwah (persaudaraan) sesama muslim. Seperti disebutkan dalam poin ketiga bahwa kita harus menjadi sumber bukan mencari sumber. Begitu pulalah dalam sebuah petemanan dalam sebuah persahabatan, dalam lingkup kekeluargaan. Kita harus berani mengawali, kita harus memberikan apa yang kita miliki tanpa menuntut orang lain melakukan hal yang sama pada diri kita. Karena kita memahami Dia-lah Yang Maha Membolak-balikkan hati.
“Allohumma yaa muqollibal quluub tsabits qolbii ‘alaa diinik”
Itu salah satu do’a agar ke-istiqomahan kita dalam agama-Nya senantiasa terjaga.
Yang kelima, pemuda kekinian adalah pemuda yang mampu mengelola rasa. Adalah sebuah fitrah yang Allah anugerahkan kepada setiap insan laki-laki maupun perempuan rasa saling mengagumi satu sama lain. Barang siapa yang mampu mengelola fitrah ini dengan baik maka dia akan sampai pada kenikmatan yang nyata.
Tahukah wahai para pemuda tentu kita sama-sama mengetahui siklus berpuasa. Jika dilihat dan ditelaah siklus berpuasa itu bagaikan para pemuda kekinian yang jomblo-jomblo fii sabilillah alias jomblo beriman. Kok bisa? Karena simple aja sih saat kita berpuasa kita dilarang melakukan yang sebenarnya halal. Karena apa? Karena belum waktunya berbuka, dan saat waktu berbuka tiba nanti maka segelas air mineral pun akan menjadi sangat nikmat, makanan yang sederhana pun akan mengenyangkan. Karena apa? Karena terdapat keberkahan dalam berbuka puasa. Begitupun dengan jomblo-jomblo beriman ini, semuanya akan indah pada waktunya. Berbukalah dengan yang halal. (Nailah Fauziah/STEI SEBI)