
DEPOK – Kios-kios yang ada di Pasar Kemiri Muka sudah berdiri sejak kurang lebih 25 tahun lalu ini masih saja banyak yang terlihat kosong, tidak ditempati. Keadaan ini masih lebih baik dibandingkan saat pasar yang terletak di sepanjang jalan dari Fly Over Depok hingga belakang Dmall, Depok, Jawa Barat, ini baru didirikan dan masih sepi.
Pasar mulai ramai ketika para pedagang di daerah Jl. Dewi Sartika dan Jl. Anyelir Raya dipindahkan. Pemindahan inipun tidak berjalan semudah itu, tidak sedikit pedagang yang menolak dipindahkan karena kondisi pasar yang masih sepi dan akses yang sulit. Salah satunya adalah pedagang sembako, Bong Sutardijoyo.
Pria yang akrab disapa dengan Ko Aciu ini telah berdagang sejak tahun 1989 ini mengaku sempat tidak berjualan selama satu bulan dikarenakan tidak ingin pindah ke Pasar Kemiri
“Waktu itu di Nusantara, di Perumnas tepatnya ada pasar juga, bukan Pasar Depok Baru Jaya ya… saya jualan di sana. Habis itu pedagang dipindahkan ke Pasar Kemiri karena pasar itu mau digusur. Saya nggak mau tuh. Selama satu bulan saya ke sana-sini cari tempat untuk dagang , tapi karena tidak dapat juga akhirnya saya dagang di Pasar Kemiri,” cerita pria kelahiran Singkwang ini sambil menambahkan bahwa anak pertamanya lahir tiga hari setelah ia berdagang di sana.
Sebagai salah seorang pedagang keturunan Tionghoa, Ko Aciu berbagi kenangannya mengenai peristiwa kerusuhan pada tahun 1998 yang sempat merenggut nyawa dan harta benda beberapa warga etnis.
“Waktu itu istri sama anak-anak saya pulang kampung ke Kalimantan. Saya sendirian di sini dan saya masih nggak tahu tentang hal itu. Masih sempet-sempetnya saya keluar pergi nonton bioskop,” ujarnya diselingi tawa mengingat hal itu. “ Waktu di luar, ada teman sesame pedagang yang ngasih tahu, kata dia, ‘heh kamu… jangan nonton. Itu yang cina-cina lagi diserangin. Kamu pulang aja, barang dagangan suruh anak buah yang rapiin.’ Yaudah… habis itu saya langsung rapihin barang dagangan saya,pulang ke rumah, terus saya pakuin itu semua jendela pakai triplek.”
Ia juga memberitahu bagaimana saudaranya tertimpa kemalangan saat itu. Kakak perempuannya menjadi salah satu korban dari peristiwa itu. Toko kakaknya yang berlokasi di Depok Lama habis dijarah oleh oknum-oknum.
“Tapi, saat itu yang lucu pas hari keduanya. Saya tetap buka toko paginya pukul 02.00 . Waktu saya lagi ada pembeli, tahu-tahu dari jauh ada yang teriak ngasih tahu kalau rombongan yang ngerusuh sudah sampai di Depok Mall situ. Wah! Panik saya buru-buru tutup took sama anak buah saya. Lucunya, pembeli tadi, ibu-ibu gitu, dia latah dia ikutan panik ‘eh saya takut. Eh tapi ini belum selesai. Eh tapi saya takut.’ Yasudah saya suruh anak buah saya bantuin si ibu itu dulu baru tutup toko,” ia kembali tertawa mengingat kejadian tersebut.
Setelahnya ia mengeluhkan keadaan pasar yang sepi, tidak seramai dulu sebelum banyak mall-mall besar merajalela. Namun, demikian ia tetap bekerja seperti biasa dan mengaku tidak kesulitan materi.
“Setidaknya cukup untuk menyekolahkan anak dan memberi makan keluarga,” tutup ayah tiga anak itu.
Junihen Citrawang