
Bau tidak sedap, becek, kotor, dan berisik itulah potret sesungguhnya pasar tradisional. Tawaran para penjual dan lalu-lalang pengunjung membuatnya terlihat sibuk. Sebelum matahari terbit, aktivitas di sini sudah berjalan. Bahkan hingga larut malam pasar ini tak pernah tidur.
Begitulah gambaran jika kita berkunjung ke sebuah pasar tradisional yang ada di kota Depok. Pasar ini bernama Pasar Kemiri. Letaknya berdekatan dengan stasiun Depok Baru. Posisinya yang berdekatan dengan rel kereta membuatnya seperti terpisah menjadi dua bagian. Di atas pasar ini terdapat fly over yang menghubungkan jalan Arif Rahman Hakim dengan jalan Margonda.
Apabila menelusuri ke bagian dalam pasar, kita akan menemukan sebuah kios yang hanya menyediakan daun kelapa. Sepintas memang terlihat menarik, jika kita perhatikan, di dalam kios ini tak menyediakan berbagai barang. Tidak seperti kios lainnya yang menyediakan berbagai sayuran dan kebutuhan pangan.
Kios yang berukuran 3 kali 2 meter ini berada di ujung sebelah utara Pasar Kemiri. Di sampingnya terdapat kios yang menjual pisang. Di dalam kios ini hanya terdapat sebuah meja tempat menjajakan daun kelapa yang diikat. Selain di atas meja, daun kelapa ini pun diletakan di setiap sudut sehingga kios ini terlihat penuh dengan daun kelapa.
Daun kelapa yang identik dengan janur dan ketupat ini memang tidak seperti barang-barang pasar pada umumnya. Tidak setiap orang membutuhkan daun kelapa. Terlebih lagi selain bulan Ramadhan, penjualan daun kelapa tidak terlalu menguntungkan.
Epul selaku penjaga kios ini mengaku tidak banyak perbedaan di bulan Ramadhan dengan hari-hari biasanya. “Ya kalau hari-hari biasa mah paling laku se-ikat kecil” ujar laki-laki asal Pandeglang, Banten.
Harga per ikat daun kelapa tidak pernah tetap. Biasanya harga normal satu ikat daun kelapa Rp.20.000. Namun karena konsumennya kurang ia selalu membanting harga. Terlebih lagi kondisi daun kelapa yang tidak bisa bertahan lama. Terkadang sebelum sampai ke pasar barang sudah rusak sehingga tidak terjual.
Meskipun penjualannya tidak menentu dan tidak menguntungkan seperti pasar pada umumnya, ia masih bisa menutupi kehidupan sehari-hari walaupun pas-pasan.
Ripal Septiana
Mahasiswa Jurnalistik
Politeknik Negeri Jakarta