Si Manusia Rela Itu Bernama…

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Matahari mulai bergeser ke arah barat. Senja mulai datang untuk menyambut malam. Lama-kelamaan, matahari mulai menghilang dan bergantikan malam yang gelap dan pekat. Dengan raut wajah yang lelah, ia membuka pintu dan mengucapkan salam. Menaruh tas dan seluruh dokumen yang ia bawa. Terdengar jelas helaan napasnya. Mungkin ia berharap masalah hari itu akan hilang begitu saja.

Usianya sudah hampir setengah abad. Namun, ia masih semangat bekerja. Tidak ada satu keluhan pun yang keluar dari bibirnya. Ia selalu berusaha dan berusaha agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Dia juga rela melakukan apa saja. Dia adalah seseorang yang disebut, Ayah.

Hari-harinya selalu dipenuhi masalah. Tapi, dia selalu rela mendengarkan seluruh keluhan anaknya yang tak seberapa. Ia selalu menjadi pendengar yang baik. Tidak pernah mencela, tidak pernah memotong pembicaraan. Hanya menjadi pendengar dan memberikan pendapatnya.

BACA JUGA:  Tantangan Kecerdasan Emosional pada Era Digital bagi Pendidikan Anak

Sudah setahun belakangan ia harus pindah ke luar Jakarta. Hal ini membuatnya sedih karena hal tersebut membuat ia dan keluargannya berjauhan. Tapi mau bagaimana lagi, hal ini sudah menjadi konsekuensi dari pekerjaan yang harus dia terima. Toh, hanya jarak yang memisahkan ia dari keluargannya.

Dia akan pulang ke rumah sekitar satu bulan atau dua bulan sekali. Tergantung kesibukan yang sedang ia hadapi. Sebuah ketakutan terbesit dibenak keluarganya. Takut kalau hal yang tidak diinginkan terjadi dan tidak bisa membantu saat ia butuh pertolongan.

Ketakutan itu ternyata benar. Senin pagi, ayah masuk ruang ICU. Ia terkena serangan jantung. Entah bagaimana keadaanya saat itu. Tidak ada yang bisa menolong selain berdoa dan berharap ia akan baik-baik saja.

BACA JUGA:  Profil Anak Betawi Gak Ketinggalan Zaman

Selang beberapa jam, ia masih harus berada di ruang ICU dan harus menunggu keputusan dokter mengenai jantungnya. Sayangnya, hasil keputusan dokter tidak bisa didapat pada hari itu juga. Ia dan keluargannya harus menunggu dua atau tiga hari lagi.

Setelah menunggu keputusan yang cukup lama, dokter akhirnya memutuskan untuk melakukan tindakan operasi padanya. Penyempitan yang terjadi di jantungnya sudah sangat parah. Pemasangan ring pada jantungnya merupakan solusi terbaik. Dokter memutuskan untuk melakukan tindakan operasi pada malam itu juga.

Peristiwa itu menyadarkan keluargannya. Membuat anak-anaknya tersadar betapa pentingnya dia bagi anak-anaknya. Merelakan hari liburnya, kurang tidur, kelelahan, bahkan sakit hanyalah sebagian kecil pengorbanan yang ia lakukan. Pengorbanan dan kerja kerasnya tidak akan pernah tergantikan oleh apapun.

BACA JUGA:  Problematika Bahasa Indonesia : Pengaruh Bahasa Gaul pada Remaja

Ia adalah seseorang yang dikirim Tuhan untuk menaungi keluarganya. Harapan yang ia katakan pada anak-anaknya sangatlah sederhana. Berharap suatu hari nanti anak-anaknya bisa menjadi seseorang yang lebih baik darinya.
Ayah tidak banyak menuntut apapun. Ia melebihi definisi dari kata sempurna. Ia sederhana tapi pengorbanannya istimewa. Ia adalah manusia yang rela. Rela, bertarung sampai mati demi nafas bahagia keluarganya.

Ditulis oleh Savira Tavana Dewi