DEPOKPOS – Keluarga merupakan sebuah komunitas yang terdapat dalam struktur masyarakat. Di dalamnya ada suami, istri, dan kemungkinan juga ada anak-anak. Masing-masing memiliki peran yang berbeda demi mewujudkan sebuah keluarga yang diinginkan (baca: sakinah). Pembentukan setiap keluarga diawali dengan sebuah ikatan sakral dan perjanjian yang sangat kuat, lazim disebut dengan akad nikah antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim (mahram). Hal ini digambarkan dalam Q.S. al-Nisa’ [4]: 21 sebagai berikut;
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri, dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.”
8Dengan adanya perjanjian yang kuat (mithaqan ghaliza) ini, akan terbentuk sebuh partner atau pasangan yang disebut sebagai suami dan istri. Ketika mereka telah memiliki anak, maka perannya bertambah satu lagi, yaitu sebagai ayah dan ibu. Sekolompok individu berupa ayah, ibu, dan anak inilah yang kemudian disebut dengan istilah keluarga.
Sudah menjadi ketentuan Allah bahwa manusia akan dipertemukan dengan setiap pasangannya. Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada laki-laki dan ada pula perempuan demikian yang telah disebutkan dalam Q.S. al-Najm [53]:45, Q.S. al-Naba’ [78]: 8, dan Q.S. al-Qiyamah [75]: 39. Secara naluri manusia keduanya saling membutuhkan, terutama ketika sampai pada fase kematangan seksual. Berdasarkan pada ayat-ayat tersebut di atas, naluri membutuhkan ini sangat wajar dan harus didukung oleh keluarga agar mereka mampu membangun rumah tangga sesuai dengan aturan-aturan syariat. Dukungan ini sangat penting karena dalam banyak kasus, perempuan yang terlambat menikah dari usia rata-rata perkawinan cenderung sulit untuk menuju pernikahan, sebab banyak laki-laki yang sangat berhati-berhati dalam mendekati perempuan dalam kondisi ini.
Peran seorang perempuan sebagai ibu sejatinya dimulai dari saat terjadinya konsepsi pertemuan antara sel spermatozoa dengan ovum yang berproses menjadi janin dan kemudian lahir sebagai bayi. Pada saat itu istri menjalani proses hamil selama kurang lebih sembilan bulan dan dianggap telah berbadan dua karena terdapat janin di dalamnya. Di tangan ibu-lah setiap individu dibesarkan dengan kasih sayang yang tidak terhingga. Dengan jiwa dan raga sebagai taruhan, ibu berusaha memperhatikan kesehatan dan keselamatan kehidupan anaknya, sejak anak masih dalam kandungan, lahir hingga dewasa.
Secara tegas, Alquran memerintahkan setiap manusia untuk menghayati dan mengapresiasi ibu atas jasa-jasanya dengan berbuat baik kepadanya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Ahqaf [46]: 15 sebagai berikut:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِقَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandung dengan susah payah dan melahirkan. Dengan susah payah. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, schingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk menikmati nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat karena Engkau dan sungguh aku termasuk orang Muslim.
Sebelum Islam datang, perempuan sangat menderita dan tidak memiliki kebebasan hidup yang layak. Dalam peradaban Romawi misalnya, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya, setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang suami. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. segala hasil usaha wanita, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki.
Dalam Undang-undang India juga perempuan tidak memiliki hak untuk menyukai dan mencintai. Semenjak kecil mereka diharuskan untuk mengikuti kemauan orang tuanya. Pada masa mudanya mereka harus mengikuti kemauan suaminya dan ketika suaminya meninggal mereka harus mengikuti semua keinginan putra-putranya.
Begitu Islam datang, perempuan diberikan hak-haknya sepenuhnya yaitu dengan memberi warisan kepada perempuan, memberikan kepemilikan penuh terhadap hartanya, bahkan tidak boleh pihak lain ikut campur kecuali setelah mendapat izin darinya. Dalam tradisi Islam, perempuan mukallaf dapat melakukan berbagai perjanjian, sumpah, dan nazar, baik kepada sesama manusia maupun kepada Tuhan, dan tidak ada suatu kekuatan yang dapat menggugurkan janji, sumpah, atau nazar mereka sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-Ma’idah (5): 89.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam memandang perempuan dengan penuh kemuliaan dan penghormatan. Islam tidak hanya mengakui eksistensi perempuan sebagai pasangan hidup yang setara, tetapi juga mengangkat peran pentingnya sebagai ibu yang mulia dan sentral dalam pembinaan generasi. Syariat Islam hadir untuk melindungi hak-hak perempuan, memberikan mereka ruang untuk tumbuh, berkembang, dan berkontribusi secara aktif dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk terus mengedukasi dan menanamkan nilai-nilai Islam yang adil dan seimbang dalam memperlakukan perempuan, agar mereka senantiasa dimuliakan sebagaimana yang diajarkan oleh Alquran dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Muhammad Zakki Zahrevi, Mahasiswa STEI SEBI