Literasi Digital Gen Z dalam Berbahasa Indonesia

Literasi Digital Gen Z dalam Berbahasa Indonesia

DEPOKPOS – Generasi Z dikenal dengan gaya bahasa nyentrik dan beragam di media sosial serta dalam kehidupan sehari hari mereka. Tapi benarkah mereka melupakan bahasa Indonesia seutuhnya dan melupakan tatacara dan tatakrama dalam berbahasa yang baik dan benar?

Bahasa secara sejati ialah bukan hanya sekadar alat komunikasi dan cara manusia saling berinteraksi, tetapi juga cerminan budaya dan identitas suatu bangsa. Di tengah derasnya arus globalisasi dan marak dan gencarnya perkembangan teknologi, Generasi Z yang lahir dalam jangka antara tahun 1997 hingga 2012 sangat memainkan peran yang cukup krusial dalam naik turunya serta menerapkan trend adaptasi dalam penggunaan bahasa Indonesia.

Bacaan Lainnya

Gen Z lahir dan tumbuh dalam era digital, di mana informasi dari seluruh dunia dapat diakses dengan mudah hanya dengan sentuhan jari. Hal ini membawa dampak besar terhadap cara dan gaya Gen Z dalam berbahasa yang di mana itu semua menjadi lebih cepat, lebih ringkas, lebih ekspresif, tetapi juga lebih beragam dan berkarakter.

BACA JUGA:  Menemukan Jati Diri

Gaya Bahasa Gen Z Yang Unik dan Nyeleneh

Sangat mudah menemukan contoh nyata cara dan gaya bahasa Gen Z di media social dan dalam kehidupan sehati hari. Ungkapan yang sering kita dengar seperti “bestie, lo tuh gaslighting banget deh”, atau “vibes nya kurang indi nih”, adalah contoh bagaimana bahasa Indonesia bercampur dengan istilah asing dan silang kata digital. Di TikTok, Twitter atau X, dan Instagram, kita dapat menyaksikan maraknya akronim dan bahasa gaul seperti “OTW”, “FOMO”, “SKSD”, “SOKAB”, hingga “cringe”.

Bahasa Indonesia versi Gen Z sangat ekspresif, inovatif, dan kreatif, tetapi juga memunculkan tantangan baru. Misalnya, penggunaan istilah asing tanpa adanya padanan yang tepat dapat menggeser atau mengikis bahkan merubah makna kata dalam bahasa Indonesia itu sendiri. Untuk mendeskripsikan “suasana hati” gen z lebih sering menggunakan atau menggantikanya dengan kata “Mood”.

Fenomena “Bahasa Indonesia Dalam Twiter”

Salah satu contoh nyata dari tren tersebut adalah munculnya fenomena “Bahasa Indonesia Dalam Twiter”. Di platform ini, Gen Z sering menggunakan struktur kalimat yang menyerupai bahasa Inggris namun dengan kosa kata Indonesia. Contoh: “Aku literally gak ngerti kenapa dia kayak gitu. Like, what?” Ungkapan ini adalah cerminan bagaimana bahasa Indonesia kini sering dibentuk oleh cara dan pola berpikir dan struktur kalimat dalam bahasa asing.

BACA JUGA:  Usul Fiqh sebagai Alat Berpikir dalam Menentukan Suatu Hukum Ekonomi Islam

Hal ini membuat banyak kalangan akademisi dan pemerhati bahasa khawatir akan degradasi kebahasaan. Namun, di sisi lain, ini juga bisa dilihat sebagai bentuk evolusi alami bahasa yang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Antara Pelestarian dan Adaptasi

Di sisi lain tidak sedikit juga Gen Z yang peduli terhadap pelestarian bahasa Indonesia. Beberapa kreator konten mulai aktif dalam pembuatan video edukasi Bahasa indonesia, puisi berbahasa Indonesia, dan bahkan konten humor dengan mempermainkan diksi baku Bahasa Indonesia . Di YouTube dan TikTok, misalnya, muncul konten “kata baku vs kata gaul” yang secara langsung mempopulerkan kembali istilah seperti “sanjungan”, “menggebu-gebu”, hingga “menyemarakkan”.

Contoh lainnya adalah penggunaan bahasa Indonesia dalam sektor kesenian yang lebih besar mengarah ke sektor musik. Musisi seperti Nadin Amizah, Sal Priadi, hingga Hindia berhasil memadukan bahasa Indonesia yang puitis dengan gaya Gen Z yang emosional dan reflektif. Lagu-lagu mereka menjadi medium yang efektif dalam menunjukkan bahwa bahasa Indonesia bisa tetap eksis dan estetis di tengah era digital dan globalisasi.

BACA JUGA:  Usul Fiqh sebagai Alat Berpikir dalam Menentukan Suatu Hukum Ekonomi Islam

Gen Z adalah generasi yang dinamis dan kreatif. Mereka bukan hanya sekedar pengguna bahasa, tetapi juga pencipta dan evolusi dari Bahasa itu sendiri. Tantangan yang kita hadapi bukan sekadar lagi melarang atau mengkritik gaya bahasa mereka, tetapi bagaimana menemukan titik temu antara pelestarian bahasa Indonesia yang baik dan benar, dengan kebutuhan ekspresi yang modern dan relevan.

Bahasa Indonesia tidak akan punah selama masih digunakan dan di lestarikan oleh generasi yang memegang peran, meski dengan bentuk yang terus berubah dan berinovasi. Justru dengan keterlibatan secara aktif oleh Gen Z baik sebagai penulis, pembaca, konten kreator, hingga seniman, bahasa Indonesia akan tetap hidup, tumbuh, dan mendunia.

Muhamad Ridho Fadilah

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait