Oleh : Murodi al-Batawi
Sepekan Sudah Idul Fitri 1446 H kita lewati. Dan hari ini pula baru ada Muslim Indonesia yang menjalani Lebaran Akbar atau Lebaran Ketupat di beberapa daerah di Jawa atau Lebaran Topat bagi Muslim Nusa Tenggara Barat. Mereka melakoni ini karena mereka punya tradisi puasa Syawwal, sehari setelah Idul Fitri 1446 H. Bagi mereka yang tidak mengikuti tradisi puasa sunnah Syawwal, biasanya melakukan silaturrahmi ke keluarga dekat dan keluarga yang tinggalnya tidak sekampung dengan mereka. Kegiatan Silaturrahmi ini jika mau dilakoni, tidak cukup waktu satu minggu bahkan bisa satu bulan jika berkeliling dari satu rumah ke rumah keluarga lain.
Selain itu, ada juga Silaturrahmi dengan keluarga yang jauh yang tidak mungkin dijangkau dalam beberapa saat, mereka melakukannya dengan cara Silaturrahmi digita, lewat Video Call atau lewat Zoom dan media lainnya. Mereka melakukan Silaturrahmi digital karena, mereka sangat ingin bertemu meski lewat VC atau Zoom, di saat hari berbahagia ini. Ada juga yang berlebaran lewat WAG, sambil mengucapkan Selamat Idul Fitri 1446 H. Mereka saling bersahutan dalam kata indah dan saling mohon maaf atas segala khilaf dan dosa yang disengaja atau tidak disengaja. Mereka berharap dan berdo’a, semoga bisa berjumpa lagi dengan Ramadan dan Idul Fitri tahun berikutnya. Pokoknya, banyak kalimat indah terlontar dan terkirim ke anggota group yang ada.
Bahkan sudah ada yang merencanakan agenda kegiatan Halal Bi Halal (HBH), baik di tempat hiburan, restoran bahkan di hotel berbintang. Opini ini akan bercerita tentang HBH, sejarah dan makna dari HBH.
Sejarah Halal bi Halal
Sejak zaman Kerajaan Islam, hingga masa kolonial, kegiatan saling mengunjungi dan bermaafan, setelah Shalat Idul Fitri, sudah dilakukan. Tetapi belum menggunakan istilah Halal Bi Halal.
Konsep ini baru muncul kemudian, terutama setelah kemerdekaan.
Pada masa pemerintahan Sukarno, sekira tahun 1948, saat krisis politik internal antara satu pemimpin partai politik tertentu dengan pimpinan lainnya terus bersiteru. Konflik internal tidak dapat dihindari, yang, hampir meruntuhkan Negara Indonesia yang baru seumur jagung.
Pada saat itulah muncul seorang tokoh pendiri NO(Nahdlatul Oelama),
KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang ulama pendiri Nahdatul Oelama memperkenalkan *istilah Halal bi Halal* kepada Sukarno sebagai bentuk silaturahmi antar-pemimpin politik yang sedang konflik.
Untuk itu, kemudian Sukarno mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh politik di Istana Negara pada Hari Raya Idul Fitri 1948, yang diberi judul *Halal bi Halal*.
Pertemuan ini bertujuan untuk menyatukan kekuatan dan persatuan bangsa.
Kemudian tradisi baik ini dilanjutkan pada masa Orde Baru dan Orde reformasi, hingga sekarang. Istana Presiden selalu menjadi tempat terbaik untuk melaksanakan kegiatan Halal bi Halal dan menjadi agenda penting tahunan pemerintah.
Tradisi Halal bi Halal terus berkembang dan menjadi bagian dari budaya Indonesia. Berbagai instansi pemerintah dan masyarakat mengadakan acara Halal bi Halal sebagai bentuk silaturahmi dan saling memaafkan. Tradisi Halal bi Halal tetap berlanjut dan menjadi lebih populer dengan adanya teknologi digital. Dan ini terjadi pada masa dan pascapandemii Covid-19.
Makna Halal Bi Halal
Makna Halal bi Halal dapat dipahami dari beberapa aspek:
Makna Agama
– Memaafkan dan meminta maaf: Halal bi Halal adalah kesempatan untuk memaafkan dan meminta maaf atas kesalahan dan dosa-dosa yang telah dilakukan.
– Membersihkan diri: Halal bi Halal juga dapat diartikan sebagai kesempatan untuk membersihkan diri dari dosa-dosa dan kesalahan yang telah dilakukan.
Makna Sosial
– Silaturahmi: Halal bi Halal adalah kesempatan untuk mempererat silaturahmi dan hubungan sosial dengan keluarga, teman, dan masyarakat.
– Meningkatkan kesadaran sosial: Halal bi Halal dapat meningkatkan kesadaran sosial dan mempromosikan perdamaian dan harmoni di antara orang-orang.
Makna Filosofis
– Memaafkan dan melupakan: Halal bi Halal dapat diartikan sebagai kesempatan untuk memaafkan dan melupakan kesalahan dan dosa-dosa yang telah dilakukan.
– Meningkatkan kesadaran diri: Halal bi Halal dapat meningkatkan kesadaran diri dan mempromosikan introspeksi diri.
Makna Budaya
– Tradisi dan kebudayaan: Halal bi Halal adalah bagian dari tradisi dan kebudayaan Indonesia yang telah menjadi bagian dari identitas bangsa.
– Meningkatkan kesadaran budaya: Halal bi Halal dapat meningkatkan kesadaran budaya dan mempromosikan pelestarian tradisi dan kebudayaan Indonesia.
Manfaat Kegiatan Halal bi Halal
Kegiatan Halal bi Halal memiliki banyak manfaat, antara lain:
1. Meningkatkan hubungan sosial: Kegiatan Halal bi Halal dapat meningkatkan hubungan sosial dan mempromosikan perdamaian dan harmoni di antara orang-orang.
2. Meningkatkan kesadaran agama: Kegiatan Halal bi Halal dapat meningkatkan kesadaran agama dan mempromosikan nilai-nilai Islam.
3. Meningkatkan kesadaran filosofis: Kegiatan Halal bi Halal dapat meningkatkan kesadaran filosofis dan mempromosikan perdamaian dan harmoni di antara orang-orang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa *Tradisi Halal bi Halal* adalah tradisi yang telah menjadi bagian dari budaya Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Muslim. Tradisi ini memiliki makna sosial, agama, dan filosofis yang sangat penting, serta memiliki banyak manfaat. Oleh karena itu, kegiatan Halal bi Halal perlu dilestarikan dan dikembangkan untuk mempromosikan perdamaian dan harmoni di antara orang-orang.
(Odie).
Pamulang, 07 April 2025.
Murodi al-Batawi