DEPOK – Mahasiswa STEI SEBI program studi Manajemen Bisnis Syariah mengadakan observasi bisnis di Mie Ayam Abah Endut, sebuah kuliner legendaris yang telah berdiri sejak tahun 2002 di kawasan PLN Sawangan, Depok.
Bisnis ini dikelola oleh Bapak Syaifullah, yang akrab dipanggil Abah Endut, seorang diri sejak awal berdirinya hingga sekarang. “Usaha itu kuncinya sabar, mau ada atau nggaknya yang beli, rezeki itu sudah ada yang atur,” ujar Abah Syaifullah dengan senyum hangat, memberikan pandangan mengenai perjalanan panjang bisnisnya.
Mie Ayam Abah Endut menyajikan menu sederhana namun istimewa, yaitu mie ayam seharga Rp 12.000 per porsi. Keistimewaan mie ayam ini terletak pada racikan bahan-bahannya yang menggunakan mie lembut, ayam berbumbu manis, sawi segar, serta pangsit goreng yang diolah dengan bumbu ayam turun-temurun. “Saya tetap pakai resep turun-temurun dari keluarga. Bumbu ini sudah diajarin sejak dulu, dan saya jaga supaya rasanya nggak berubah,” kata Abah Syaifullah, menekankan pentingnya mempertahankan kualitas.
Usaha ini didirikan oleh Bapak Syaifullah pada tahun 2002 dan telah bertahan lebih dari dua dekade. Hingga kini, bisnis tersebut tetap menjadi tujuan kuliner bagi warga Depok yang mencari sajian mie ayam yang autentik dan terjangkau.
Mie Ayam Abah Endut berlokasi di dekat PLN Sawangan, Depok. Tempat ini strategis dan mudah dijangkau sehingga menarik banyak pengunjung dari berbagai wilayah sekitar.
Harga yang terjangkau, rasa autentik, dan resep turun-temurun menjadi alasan utama Mie Ayam Abah Endut mampu mempertahankan pelanggan setianya. Dengan filosofi hidup yang sederhana dan berlandaskan kesabaran, Abah Syaifullah meyakini bahwa rezeki datang dari ketekunan.
Dengan bahan-bahan yang sudah turun-temurun, Abah Syaifullah mengolah mie ayamnya secara langsung setiap hari. Ia juga bertindak sebagai satu-satunya pelayan, mulai dari memasak hingga melayani pelanggan. Meskipun usaha ini hanya dikelola sendirian, Abah Syaifullah tetap dapat mempertahankan kualitas dan citarasa sajian yang unik dan disukai banyak orang. “Orang makan di sini, semoga merasa senang dan puas. Itu aja sudah bikin saya bahagia,” katanya dengan sederhana.
Observasi ini memberikan banyak pelajaran bagi mahasiswa STEI SEBI dalam memahami ketekunan dan dedikasi dalam bisnis kecil, terutama dalam dunia kuliner. Komentar-komentar para pelanggan, seperti Hesti yang menyebut rasa mie ayam Abah Endut “khas dan gurih,” serta Ayu yang memuji konsistensi rasa dari dulu hingga kini, menunjukkan bahwa kesederhanaan dan ketulusan Abah Syaifullah dalam menjalani usahanya menjadi kunci keberhasilan Mie Ayam Abah Endut bertahan hingga kini.
Ade Khairina, Hasna Hasanah, Meliana Yasmita, Salwa Shaliha, Zahra Maghfirani