JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terkait investasi pembangunan food estate di Papua bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (5/2/2024). Menurut Bahlil, pembangunan food estate di Papua untuk penanaman tebu.
Selain itu, investasi di Papua juga akan dilakukan di sektor pertambangan. “Investasi untuk di Papua, di Merauke ya untuk pembangunan food estate untuk tebu, dan beberapa investasi di sektor pertambangan,” kata Bahlil di Kompleks Istana Presiden, Jakarta.
Ia mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengarahkan investasi di Papua ini pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pihaknya pun tengah mengupayakan penyelesaian hak masyarakat adat agar tidak menjadi polemik di kemudian hari.
“Jadi kita clear-kan dulu masyarakat adatnya, kita selesaikan dengan pemda baru kita akan merumuskan apakah ada sebagian yang di KEK, ada sebagian yang di PSN agar semuanya jalan,” jelasnya.
Sebab, kata dia, pembangunan infrastruktur KEK masih membutuhkan dana dari pemerintah. Sedangkan jika diarahkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) maka pembangunannya tidak membutuhkan anggaran dari pemerintah, namun langsung dibangun oleh investor.
“Dua-duanya kita jalankan,” kata Bahlil.
Menurut Bahlil, jika pembangunan dilakukan sebagai PSN maka akan ada investor yang akan masuk, baik dari perusahaan nasional, Australia, Uni Emirat Arab, serta BUMD. Sedangkan untuk pembangunan KEK akan ada dari investor nasional maupun asing.
Program food estate juga berpotensi merusak lahan di masa depan
Beberapa waktu lalu, dalam pemaparan pidato ilmiah pengukuhan guru besar dalam bidang Ilmu Ekonomi, Rabu (25/10/2023) di Universitas Airlangga, Muryani mengatakan food estate merupakan konsep pertanian berskala luas lebih dari 25 hektar yang berintegrasi dengan iptek, modal, serta organisasi dan manajemen modern.
“Melalui pengintegrasian pembangunan ketahanan pangan dan gizi, harapannya kebutuhan pangan secara nasional maupun perseorangan dapat terpenuhi,” kata Muryani seperti dikutip dari laman Universitas Airlangga, Senin (22/1/2024).
Kendati demikian, Muryani mengungkapkan bahwa selain berpotensi mewujudkan ketahanan pangan, program food estate juga berpotensi merusak lahan di masa depan.
Hal itu karena program food estate membutuhkan pembukaan lahan hutan konservasi dan gambut secara besar besaran.
Kerusakan yang timbul ini berkaitan dengan fungsi lahan gambut sebagai pengatur tata air, penyerap karbon, dan penjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati.
Sehingga, pengalihfungsian lahan gambut tersebut bertolak belakang dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 41 persen dengan bantuan internasional.
“Kehadiran food estate memicu konsekuensi negatif cukup serius, mengingat ekosistem yang baru memusnahkan ekosistem yang lama,” kata alumnus Australian National University itu.