Oleh: Nur Amelia Prayogo, S.S
Dunia Pendidikan saat ini sedang diramaikan dengan berita mengenai para orang tua yang mendemo sekolah negeri, atas permasalahan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) yang dinilai tidak adil. Sistem Zonasi yang diyakini oleh Mendikbudristek sebagai kebijakan penting untuk memangkas kesenjangan antarpeserta didik, dan membantu peserta didik yang kurang mampu, ternyata menjadi polemik tersendiri ditengah masyarakat.
Tidak meratanya penyebaran sekolah negeri menjadi salah satu penyebab munculnya kecurangan dalam proses PPDB jalur zonasi. Seperti munculnya praktek penjualan “kursi”. Maka tidak heran jika banyak kasus warga yang tinggal berdekatan dengan sekolah, tetapi tidak dapat diterima disekolah tersebut walaupun persyaratannya sudah lengkap.
Tidak hanya itu, praktek manipulasi data kependudukan pun banyak ditemukan disejumlah wilayah. Para orang tua memindahkan nama anak mereka ke dalam KK warga yg masih dalam jangkauan zonasi sekolah. Sejalan dengan pernyataan ketua DPR RI, Puan Maharani “Jika dilihat dari satu sisi, kejadian manipulasi data kependudukan ini terjadi akibat jumlah sekolah tidak berbanding lurus dengan jumlah calon peserta didik,”. Dan banyak lagi permasalahan yang timbul dalam proses PPDB zonasi saat ini.
Akibatnya, banyak dari masyarakat menengah kebawah yang tidak mampu mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta, dan memilih untuk berhenti mengenyam Pendidikan formal. Menurut data dari BPS, jumlah anak yang tidak sekolah dari jenjang SD sampai SMA bertambah hampir setiap tahunnya. Padahal negara kita telah menjamin, bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan, dan diwajibkan oleh negara bagi setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah pun wajib membiayainya, sebagaimana inti dari Pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dimana hak dan kewajiban tersebut sejalan dengan langkah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang disebutkan dalam Pembukaan alinea ke-4.
Kekisruhan ini menjadi bukti tidak tepatnya kebijakan yang ditetapkan. Apalagi sampai mendorong masyarakat berbuat curang demi bisa masuk sekolah yang dikehendaki. Hal ini berarti juga menggambarkan gagalnya sistem pendidikan dalam menghasilkan individu berkepribadian islam. Sebaliknya, output kepribadian sistem pendidikan sekuler saat ini mampu menghalalkan berbagai macam cara termasuk berbuat curang, demi tercapainya tujuan.
Dalam Islam , pendidikan adalah tanggungjawab negara dan berlaku merata untuk semua rakyat. Termasuk kewajiban negara menyediakan sarana pendidikan yang berkualitas, gratis dan mudah diakses oleh semua peserta didik. []