Oleh : Erna Winarni, Mahasiswa Magister Hukum Kesehatan Universitas Islam Bandung
Pada saat Pandemi COVID-19 proses belajar mengajar pada seluruh peserta didik mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi memanfaatkan media digital dan teknologi Informasi. Pemanfaat media digital merata di seluruh lapisan masyarakat, seperti suatu keharusan, karena orang tua juga mau tidak mau atau “dipaksa” untuk mengerti memanfaatkan media digital agar dapat memfasilitasi anak dalam mendukung proses belajar anak.
Perkembangan teknologi daring memberikan dampak yang signifikan terhadap kemudahan memperoleh, ilmu pengetahuan, Informasi global yang mudah diakses melalui teknologi daring tanpa batas ruang dan waktu. Namun perkembangan media digital perlu diantisipasi karena tidak semua informasi yang tersebar luas di internet berdampak positif, tidak sedikit berisi informasi negatif.
Ancaman penggunaan media digital dikalangan anak adalah adanya eksploitasi seksual anak online. Anak-anak, mereka memiliki kerentanan dan dapat dengan mudah menjadi korban dari berbagai jenis eksploitasi seksual online, seperti sextortion, pornografi balas dendam, dan live-streaming pelecehan seksual anak. Lalu pertanyaanya, apa yang dapat kita lakukan dalam mengantisipasi ancaman tersebut?
Daftar Isi
Pemanfaatan Media Digital pada Anak
Literasi digital adalah kemampuan individu untuk mengakses, memahami, membuat, mengomunikasikan, dan mengevaluasi informasi melalui teknologi digital yang bisa diterapkan dalam kehidupan ekonomi dan sosial.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Katadata Insight Center (KIC), diketahui bahwa Indeks Literasi Digital Indonesia 2021 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu dari 3.46. menjadi : 3.49 (skala 1-5)
Ancaman Media Digital pada Anak
Anak dalam perkembangannya selalu ingin mempelajari segala sesuatu yang tidak diketahuinya. Semakin maraknya penggunaan internet oleh anak-anak akan semakin mempengaruhi pola pergaulan di antara anak-anak tersebut. Dengan kemajuan teknologi Internet membawa suatu dampak yang sangat mengkhawatirkan mengingat anak menjadi target karena anak yang cukup banyak diidentifikasi sebagai pengguna internet.
Data Tabulasi data Komisi Perlindungan Anak Indonesia tahun 2021, dimana dari 2982 pengaduan klaster kasus perlindungan khusus anak, terdapat 345 anak korban pornograpi cyber Crime
Eksploitasi dan pelecehan seksual anak secara daring, melibatkan:
- Produksi, kepemilikan atau berbagi materi pelecehan seksual anak, foto, video, audio atau rekaman lain atau pengambilan gambar lain
- Siaran langsung pelecehan seksual anak yang dilakukan dan dilihat secara bersamaan dan langsung melalui alat komunikasi, alat video konferensi dan atau aplikasi obrolan. Grooming online anak untuk tujuan seksual, yaitu keterlibatan anak melalui teknologi dengan maksud melakukan pelecehan seksual terhadap anak tersebut
- Berbagi konten seksual yang dihasilkan sendiri melibatkan anak, bisa mengarah pada atau menjadi bagian konten
- Pemerasan seksual terhadap anak
- Pelecehan seksual terhadap anak dan paparan konten
Bentuk-bentuk eksploitasi seksual anak secara online, diantaranya:
Sexting
Sexting merupakan salah satu bentuk dari eksploitasi seksual anak online. Sexting adalah sebuah bentuk konten eksplisit secara seksual yang dihasilkan sendiri dilihat dari definisinya, sexting merupakan kegiatan mengirimkan dan/atau menerima gambar yang bermuatan seksual
Online Grooming
Yaitu melakukan bujuk rayu pada anak untuk tujuan seksual atau sebagai bentuk “memohon”“meminta sesuatu dari seseorang” atau “berusaha untuk mendapatkan sesuatu atau membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu”
Kekerasan Seksual Anak yang disiarkan secara langsung
Kejahatan ini memanfaatkan jaringan internet berkecepatan tinggi untuk menyiarkan secara langsung perlakuan kekerasan seksual terhadap anak secara langsung melalui berbagai aplikasi maupun website yang tersedia di internet, streaming ini tidak meninggalkan bekas atau jejak pada perangkat tersebut karena tidak ada file atau berkas yang diunduh; ketika streaming tersebut berhenti, maka materi penyalahgunaan seksual anak tersebut hilang atau lenyap, kecuali jika pelaku tersebut dengan sengaja merekamnya
Perlindungan Anak
Undang-undang telah mengatur mengenai perlindungan terhadap anak. Peraturan perundang-undangan terkait hal ini adalah UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak serta Permenkominfo No. 19 tahun 2014 mengenai Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif.
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi menurut UU No. 35 tahun 2014 pasal 1 angka 2
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: kejahatan seksual hal ini diatur dalam Pasal 15 huruf f
Permenkominfo No. 19 tahun 2014 memberikan jaminan dalam penanganan internet yang memiliki muatan negatif.
Sanksi Hukum
Sebagaimana kita ketahui anak adalah generasi muda penerus dan harapan bangsa yang akan menentukan bangsa ini kedepannya, dalam upaya menyiapkan dan mewujudkan masa depan bangsa dan negara Indonesia. Hal ini dituangkan dalam dalam butir c Konsideran Undang-Undang RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pada butir C yang menyatakan bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Peraturan mengenai tindakan yang menyimpang dalam penggunaan media digital telah diatur dalam UU No.19 Tahun 2016 tentang ITE. Pada Pasal 45 setiap orang akan dikenakan sanksi kurungan 6 tahun penjara atau denda 1 miliar rupiah apabila mendistribusikan informasi elektronik yang melanggar kesusilaan.
Apabila suatu tindakan penyimpangan telah terjadi, maka pemerintah serta lembaga yang terkait berkewajiban untuk melakukan pendampingan dan pembinaan berdasarkan UU No. 44 tahun 2008 Pasal 16
Pencegahan
Anak dalam posisinya yang masih belum dewasa dan belum memiliki kematangan jiwa, pikiran, dan pemahaman harus selalu menjadi prioritas untuk diwujudkan perlindungannya.
Banyak tantangan yang harus dihadapi dengan baik. Peran orang tua, masyarakat dan Negara sangat penting dalam mengawal tumbuh kembang anak dan membimbing dalam menghadapi media digital. Sangat diperlukan kepedulian dan sinergi dari berbagai pihak dalam mewujudkan konten media digital berupa informasi (media sosial) yang ramah dan layak pada anak sesuai tingkatan umur dan perkembanganya.
Peran orang tua adalah mengawasi pemanfaatan media digital atau sosial media pada anak, melakukan pendampingan, membentengi diri anak dalam menggunakan sosial media. Peran yang menjadi kewajiban orang tua tercantum dalam UU No. 35 tahun 2014 melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Peran masyarakat adalah menciptakan lingkungan kondusif untuk berkembangnya masyarakat yang bermoral, beretika dan berakhlak. Masyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap anak, hal ini tercantum dalam UU No. 35 Tahun 2014 kewajiban tersebut antara lain membentuk kegiatan kemasyarakatan dengan melibatkan organisasi masyarakat, akademisi dan pemerhati anak.
Peran negara adalah memberikan akses yang efektif terhadap pengaduan tindak kekerasan pada anak melalui lembaga HAM maupun otoritas nasional lainnya. Memberikan sosialisasi edukasi kepada setiap anak di Indonesia untuk mengetahui jenis-jenis kekerasan yang dapat mereka alami terutama dalam dunia digital saat ini. Serta melakukan pengamanan media online dengan menghilangkan konten negatif dari internet serta melakukan cyber patroli melalui KOMINFO.
Implementasi peran negara tercermin dalam regulasi PERMEN KOMINFO RI No. 19 tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet bermuatan negatif. Pada pasal 1 butir 1 mengatakan Pemblokiran Situs Internet Bermuatan Negatif adalah upaya yang dilakukan agar situs internet bermuatan negatif tidak dapat diakses.
Kesimpulan
Diera globalisasi sekarang, pemanfaat media digital bukan lagi suatu pilihan lagi, dimana masyarakat dituntut harus bisa terus beradaptasi dalam pemanfaatanya dengan bijak terutama pada anak-anak
Dalam pemanfaatan media digital, anak-anak di bawah umur wajib untuk selalu diawasi orangtua karena dinilai belum dapat membentengi diri dengan baik bahwa internet merupakan salah satu media perwujudan hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang dilaksanakan secara tertib dan bertanggung jawab dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Masalah edukasi dan advokasi harus dijadikan sarana yang paling utama untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh lapisan masyarakat, termasuk juga anak. Melalui edukasi dan advokasi ini diharapkan pencegahan atas dieksploitasinya anak menjadi korban kejahatan seksual online oleh pelaku dapat diwujudkan dengan baik. Selain itu aparat penegak hukum juga harus diberikan edukasi dan advokasi tentang penggunaan teknologi-teknologi canggih yang dapat dipakai untuk mencegah dan memberantas kejahatan seksual pada anak secara online