
Oleh: Ravinka Ayundra Putri (FKM UI)
Masa remaja sebagai periode yang penting karena seorang remaja berada pada tahap masa krisis identitas, hal ini mendorong remaja untuk mencari jati diri caranya dengan mewujudkan keinginannya agar menjadi seseorang individu yang “sempurna”secara intelektual, kepribadian, maupun dalam penampilan fisiknya. Hal tersebut ditegaskan pada pernyataan Adriani dan Wijatmadi masa remaja merupakan masa terjadinya perubahan yang berlangsung sangat cepat dalam hal pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial.
Pertumbuhan fisik meliputi peningkatan pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan dalam proporsi tubuh, dan kematangan seksual. Pertumbuhan kognitif yaitu perubahan dalam kemampuan berfikir seperti remaja yang telah memiliki kemampuan berfikir mengenai situasi disekitarnya. Pertumbuhan psikososial meliputi timbulnya kecemasan terhadap penampilan fisik karena adanya pengaruh dari orang sekitarnya seperti, keluarga, teman,dll. Pertumbuhan yang di alami pada remaja kemungkinan mengakibatkan mereka mempersepsikan bahwa dirinya tergolong gemuk sehingga mereka sering melakukan diet untuk mengurangi berat badannya. Pada kenyataannya ukuran berat badan sudah sesuai dengan tinggi badannya. Penilaian diri pada remaja tentang kelebihan berat badan untuk menjadi lebih kurus mengarahkan mereka pada kecenderungan munculnya perilaku gangguan makan6.
Anoreksia nervosa memiliki prevalensi tertinggi dibandingkan dengan gangguan makan yang lain, yaitu 5,1 per 1.000 orang per tahun3. Individu dengan anoreksia nervosa juga memiliki risiko untuk bunuh diri2. Penelitian di Indonesia, tepatnya di Jakarta menunjukan hasil yaitu sebanyak 11,6% siswa mengalami kecenderungan anoreksia nervosa12. Penelitian yang dilakukan di SMK 2 Kediri menunjukan hasil yaitu sebanyak 79,2% siswa mengalami kecenderungan anorexia nervosa10. Dari hasil tersebut cukup banyak remaja yang mengalami gangguan makan khususnya anoreksia nervosa, oleh karena itu sangat perlu mendapatkan perhatian lebih termasuk di Indonesia dengan memahami pengertian, dampak, dan pencegahan anoreksia nervosa.
Pengertian Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosa merupakan salah satu gangguan makan yaitu individu berusaha mempertahankan atau mengurangi berat badan di bawah kategori normal sesuai standar usianya. Terdapat 3 kriteria diagnostik gangguan anoreksia disorder yaitu (1) adanya pemikiran bahwa membatasi asupan energi suatu kebutuhan; (2) adanya perilaku yang mempertahankan berat badan meskipun berat badan orang tersebut tergolong rendah; (3) terjadi gangguan pada cara seseorang memahami citra tubuhnya2.
Karakteristik Anoreksia Nervosa
Menurut artikel mayo clinic karakteristik penderita anoreksia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu karakteristik secara fisik dan psikis. Pertama, karakteristik secara fisik seperti penurunan berat badan ekstrim, rambut yang menipis, perubahan warna kebiruan pada jari-jari, kulit kering, insomnia, pusing, dehidrasi, tekanan darah rendah, dan mudah lelah. Kedua, karakteristik secara psikis seperti sangat membatasi asupan makanan melalui diet atau puasa, berolahraga secara berlebihan, menyangkal lapar atau membuat alasan untuk tidak makan, sering memeriksa di cermin untuk kekurangan yang dirasakan, dan mengeluh tentang menjadi gemuk atau memiliki bagian-bagian tubuh yang gemuk13.
Dampak Anoreksia Nervosa
Dampak anoreksia nervosa sangat bervariasi tergantung pada tingkat keparahan penyakit. Menurut American Addiction Centers dampak anoreksia nervosa dibedakan menjadi 2 yaitu dampak secara fisik dan psikis. Pertama, dampak secara fisik seperti tulang melemah (osteoporosis), anemia, rambut rontok, gagal jantung, masalah ginjal, dan kematian akibat komplikasi kesehatan. Kedua, dampak secara psikis seperti menghindari situasi sosial di mana makanan hadir, prestasi sekolah atau kerja yang buruk, dan depresi. Meskipun dampak psikis mungkin tidak separah dampak fisik, perubahan sosial, emosional, dan perilaku ini dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kehidupan seseorang14.
Pencegahan Anoreksia Nervosa
Untuk menekan peningkatan prevalensi kecenderungan anoreksia nervosa pada remaja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan pada gangguan makan. Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengubah keadaan dengan cara mempromosikan, memulai, mempertahankan, atau mengurangi masalah, seperti gangguan makan. Gangguan makan timbul dari berbagai masalah fisik, emosional, dan sosial yang semuanya harus ditangani dengan upaya pencegahan. Upaya pencegahan dapat mengurangi faktor risiko, seperti ketidakpuasan tubuh, depresi, mendasarkan harga diri pada penampilan, dll.
Menurut artikel NEDIC pencegahan yang dilakukan pada gangguan makan secara psikis dapat dibagi menjadi 2 yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer berfokus pada menghilangkan penyebab atau faktor “predisposisi”, sedangkan pencegahan sekunder mengatasi penyebab dan faktor “perpetuasi” gangguan makan4.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu minimalisasi faktor sosial, masalah keluarga dan faktor individu. Pertama, meminimalisasi factor social dilakukan dengan cara berkontribusi dengan tidak berfokus pada ukuran tubuh dan penampilan atau penurunan berat badan sebagai perilaku yang sehat oleh orang tua, teman, saudara, dll. Kedua, meminimalisasi masalah keluarga dimulai dari pengetahuan orang tua mengenai gangguan makan. Dengan demikian mereka menjadi sadar akan perubahan sikap anak pada pola makan, berat badan dan dapat mengenali gejala pada gangguan makan. Ketiga, meminimalisasi faktor individu, seperti harga diri rendah dan perfeksionisme sering berkembang dengan nilai-nilai budaya. Penderita dapat mencari konseling untuk mengatasi harga diri yang rendah, perasaan tidak efektif atau masalah lainnya.
Sedangkan pencegahan sekunder cukup sulit dilakukan sebab penderita akan menyembunyikan perilaku makannya. Orang-orang disekitar penderita sangat penting untuk meninjau tanda-tanda peringatan dan mengetahui cara mendekatinya.
Selain pencegahan secara psikis, terdapat pencegahan secara fisik yaitu dengan mengukur status gizi dalam tubuh. Menurut ADA (American Dietetic Association) mengukur status gizi dalam tubuh sangat penting bagi diri sendiri karena dapat mengetahui tubuh ideal dengan perhitungan yang valid. Cara mengukur status gizi dalam tubuh dengan penghitungan Mifflin – St. Jeor. Cara penghitungannya tersebut berdasarkan pada tingkat basal metabolisme (BMR). Fungsi BMR yaitu menentukan jumlah kebutuhan energi minimal dalam menjalankan proses vital organ tubuh. Tahap selanjutnya setelah menghitung BMR, dilakukan penambahan kalori untuk aktivitas fisik dengan cara mengalikan BMR dengan nilai level aktivitas fisik untuk memperoleh total kebutuhan energi atau total energy expenditure (TEE)9.
Formula tersebut dapat dilihat dalam rumus berikut.
BMR
Laki-laki = (10 x berat badan kg) + (6.25 x tinggi badan cm) – (5 x umur tahun) + 5
Perempuan = (10 x berat badan kg) + (6.25 x tinggi badan cm) – (5 x umur tahun) – 161
TEE
TEE = BMR X (level aktivitas fisik)
Anorexia nervosa sebagai gangguan makan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dengan prevalensi penyakit 5,1 per 1.000 orang per tahun3. Untuk menekan peningkatan prevalensi kecenderungan anoreksia nervosa pada remaja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan pada gangguan makan. Pencegahan yang disarankan terdapat 2 jenis yaitu pencegahan secara fisik dan psikis. Pencegahan secara psikis menurut artikel NEDIC terdapat 2 cara yaitu pencegahan primer dan sekunder tujuannya agar orang disekitar mereka dapat membantu untuk mengurangi perilaku yang menjurus kepada gangguan makan. Selain itu juga terdapat pencegahan secara fisik menurut ADA dengan mengukur status gizi tujuannya agar remaja dapat mengetahui status gizinya dan mengubah pola pikirnya bahwa tubuh yang ideal tidak berdasarkan kurus atau tidaknya tubuh seseorang melainkan dilihat berdasarkan status gizinya.
Referensi:
Adriani, M dan Wirjatmadi, B. (2013). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of MentalDisorders (5th ed.). Washington, D. C.: Author.
Arcelus, J., Mitchell, A. J., Wales, J., & Nielsen, S. (2011). Mortality rates in patients withanorexia nervosa and other eating disorders: A meta-analysis of 36 studies. Archives of General Psychiatry, 68(7), 724-731.
Bear Merryl. (2003). Prevention of Eating Disorders. Acessed by http://nedic.ca/prevention-eating-disorders.
Dombeck, M., Engel, B., Staats N. Prevention Of Eating Disorders. Accessed from An American Addition Centers Resource. https://www.mentalhelp.net/articles/prevention-of-eating-disorders/
Grigg, M., Bowman, J., Redman, S. (1996). Disordered Eating and Unhealthy Weight Reduction Practice Among Adolescent Female. Article of Preventive Medicine.
Grosvenor dan Smolin. (2002). Nutrition From Science To Life. USA: Harcourt Colleges Publishers.
MD Mifflin, ST St Jeor, et al. (2005). A New Predictive Equation For Resting Energy Expenditure In Healthy Individuals. J Am Diet Assoc.
Ratnawati, V., dan Sofiah, D. (2012). Percaya Diri, Body Image dan Kecenderungan Anorexia Nervosa Pada Remaja Putri. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia September 2012, Vol. 1, No. 2, hal 130-142
Sulistyoningsih, H. (2012). Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Graha ilmu.Tantiani, T., dan Syafiq, A. (2008). Perilaku makan menyimpang pada remaja di Jakarta. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2(6), 255-262.
Tantiani, T., dan Syafiq, A. (2008). Perilaku makan menyimpang pada remaja di Jakarta. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2(6), 255-262.
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/anorexia-nervosa/symptoms-causes/syc-20353591
https://www.psychguides.com/guides/anorexia/