“Kami merasa sistem ini tidak adil. Jalur domisili seharusnya mengutamakan yang tinggal dekat sekolah, bukan yang bisa dibantu titiknya,”
DEPOK – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jalur domisili di SMP Negeri 14 Duren Seribu, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, menuai protes keras dari warga sekitar.
Mereka menduga adanya praktik manipulasi titik koordinat tempat tinggal yang dilakukan oleh operator sekolah, sehingga merugikan calon peserta didik yang berdomisili dekat sekolah.
Protes warga ini mencuat dalam sebuah pertemuan yang digelar pada Rabu, 11 Juni 2025, sekitar pukul 12.00 WIB, di ruang kepala sekolah SMPN 14 Duren Seribu.
Hadir dalam pertemuan tersebut Lurah Duren Seribu, Kepala SMPN 14, serta Ketua RW 08 dan RW 11.
Dalam forum tersebut, Kepala Sekolah SMPN 14 membenarkan bahwa operator sekolah memberikan bantuan berupa penyesuaian titik koordinat kepada beberapa pendaftar.
“Bantuan itu memungkinkan peserta dari luar wilayah diterima di jalur domisili, padahal jaraknya lebih jauh dari rumah kami yang benar-benar berada di Duren Seribu,” ungkap Joshua, salah seorang warga RW 11 yang merasa dirugikan.
Joshua menjelaskan bahwa tindakan ini sangat merugikan warga setempat. Ia menyebutkan bahwa sejumlah anak dari lingkungan sekitar sekolah justru tidak lolos seleksi, sementara peserta dari luar wilayah seperti Ragamukti dan Desa Citayam (Kabupaten Bogor) justru diterima karena titik koordinat mereka telah diubah.
“Kami merasa sistem ini tidak adil. Jalur domisili seharusnya mengutamakan yang tinggal dekat sekolah, bukan yang bisa dibantu titiknya,” tegas Joshua.
Warga menilai praktik ini mencederai prinsip zonasi yang telah ditetapkan pemerintah. Mereka juga mempertanyakan masuknya peserta dari luar Kota Depok, bahkan dari wilayah Kabupaten Bogor.
“Ini sekolah negeri di Depok. Seharusnya yang diprioritaskan adalah warga Depok, bukan peserta dari luar kota,” tambah Joshua.
Warga berharap agar Dinas Pendidikan Kota Depok segera mengambil tindakan tegas terhadap dugaan manipulasi ini. Mereka mendesak agar proses SPMB dijalankan secara adil, jujur, dan transparan, serta memastikan tidak ada lagi kecurangan dalam seleksi berbasis zonasi.
“Kami hanya ingin anak-anak kami punya kesempatan yang adil untuk bersekolah di wilayah sendiri,” tutup Joshua, mewakili harapan warga.
Sumber: jabaronline.com