DEPOKPOS – Banyak ahli telah memberikan berbagai definisi tentang entrepreneur, atau dalam bahasa Indonesia disebut wirausaha. Menurut Hoselitz, wirausaha adalah seseorang yang berani mengambil risiko dengan membeli sesuatu pada harga yang pasti, lalu menjualnya dengan harga yang belum tentu, demi mendapatkan keuntungan, sementara itu, Leibenstein melihat wirausahawan sebagai orang yang mampu menggerakkan semua sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar, intinya, wirausaha itu soal keberanian mengambil risiko dan kemampuan mengelola sumber daya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Aisiyah, 2020).
Dalam Islam, kewirausahaan dan perdagangan termasuk dalam ranah mu’amalah, yaitu hubungan antar sesama manusia yang bersifat horizontal dan akan tetap dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Dalam dunia wirausaha, seorang muslim dituntut untuk terus mengembangkan kreativitas dan inovasi, tetapi tetap berlandaskan prinsip-prinsip Islam. Selain memiliki akhlak yang baik, seorang wirausahawan juga perlu menunjukkan perilaku yang terpuji serta memiliki keterampilan dan kemampuan yang mendukung agar usaha yang dijalankannya dapat membawa manfaat (Agus, 2016).
yang dimkasud dengan entrepreneur muslim adalah upaya untuk mengenali, mengembangkan, dan menggabungkan inovasi, peluang, serta cara-cara yang lebih baik demi menciptakan nilai yang lebih tinggi dalam kehidupan. Dalam ekonomi Islam, konsep kewirausahaan sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad Saw. Bentuknya bisa berupa perdagangan, bertani, beternak, hingga kerajinan. Untuk menumbuhkan konsep kewirausahaan dalam ekonomi Islam, diperlukan karakter seperti kejujuran, produktivitas, komitmen, keberanian mengambil risiko, serta sikap kreatif dan inovatif. Karakter-karakter ini membawa banyak manfaat, seperti menciptakan lapangan kerja, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, memberikan peluang bekerja di bidang yang diminati, memicu inovasi, serta mengembangkan keterampilan dan potensi diri.
Dari manfaat-manfaat tersebut, kita dapat mencapai tujuan hidup yang sejati, yaitu keberhasilan di dunia (fallah) dan kebermanfaatan (maslahah). Artinya, seorang wirausahawan tidak hanya mengejar keuntungan material, tetapi juga memperhatikan aspek spiritual. Dengan begitu, ia dapat memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang antara dunia dan akhirat (Tamara, 2023).
Kenapa kita harus menyeimbangkannya dengan ibadah dalam berbisnis atau berusaha, Dalam pandangan Islam, etika adalah pedoman untuk berperilaku dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Dalam ekonomi Islam, etika tidak dapat dipisahkan dari seluruh aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, etika bisnis dapat diartikan sebagai seperangkat nilai yang mengatur tentang baik-buruk, benar-salah, dalam dunia bisnis, berdasarkan prinsip-prinsip moralitas.Dengan kata lain, etika bisnis Islam adalah seperangkat nilai yang mengatur aspek baik, buruk, benar, salah, halal, dan haram dalam aktivitas bisnis, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Nilai-nilai ini bersumber dari ajaran Islam yang merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis, serta didasarkan pada prinsip-prinsip seperti unity (kesatuan), equilibrium (keseimbangan), free will (kebebasan berkehendak), responsibility (tanggung jawab), dan benevolence (kebenaran). Dapat disimpulkan bahwa etika bisnis Islam adalah aktivitas bisnis yang dijalankan berdasarkan nilai-nilai Islam, dengan landasan empat prinsip utama: kesatuan, keseimbangan, kebebasan berkehendak, dan kebenaran (Iklil, 2020).
Wirausahawan muslim memiliki peran penting dalam membangun ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dalam Islam, kegiatan wirausaha termasuk dalam mu’amalah, yaitu interaksi antar sesama manusia yang juga memiliki dimensi spiritual dan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Oleh karena itu, seorang wirausahawan muslim dituntut untuk terus berinovasi dan kreatif, namun tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam, seperti kejujuran, produktivitas, komitmen, keberanian mengambil risiko, serta sikap inovatif dan kreatif.
Kewirausahaan dalam Islam telah dikenal sejak zaman para nabi, seperti melalui kegiatan perdagangan, bertani, beternak, hingga kerajinan. Praktik ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, seperti menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memacu inovasi dan membantu individu mengembangkan potensi dirinya. Semua ini selaras dengan tujuan Islam, yaitu mencapai kesuksesan dunia (fallah) dan kebermanfaatan (maslahah).
Dalam menjalankan usaha, seorang wirausahawan muslim juga perlu menyeimbangkan aktivitas bisnis dengan ibadah, serta menjalankan etika bisnis Islam. Etika ini melibatkan nilai-nilai seperti kebaikan, kebenaran, kehalalan, serta penghindaran dari yang haram. Landasan etika ini berasal dari Al-Qur’an dan Hadis, dengan prinsip utama seperti kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kebebasan berkehendak (free will), tanggung jawab (responsibility), dan kebenaran (benevolence). Dengan mengikuti pedoman ini, wirausahawan muslim tidak hanya meraih keuntungan material, tetapi juga keberkahan dan keseimbangan antara dunia dan akhirat.
Muhammad Arifullah
Mahasiswa STEI SEBI, penerima manfaat Yakesma