DEPOKPOS – Dalam era perkembangan ekonomi Islam, lembaga keuangan syariah menghadapi tantangan dalam menerapkan prinsip fikih muamalah secara relevan dan kontekstual. Artikel Atmo Prawiro dalam Tasyri’: Journal of Islamic Law Vol. 1 No. 2 (2022) membahas bagaimana akad dalam fikih muamalah harus diaktualisasikan agar tetap sesuai syariah sekaligus menjawab kebutuhan zaman.
Artikel ini mengangkat isu bahwa banyak akad yang digunakan dalam praktik keuangan syariah seringkali hanya bersifat formalitas simbolik. Akad seperti murabahah atau ijarah kadang hanya meniru sistem konvensional dengan label syariah, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai maqashid syariah. Untuk itu, penulis menekankan pentingnya aktualisasi, yaitu proses menyesuaikan prinsip fikih dengan konteks modern agar tidak kehilangan esensi hukumnya.
Menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi pustaka, penulis mengkaji berbagai sumber fikih klasik dari mazhab Syafi’i dan Hanafi, serta literatur kontemporer tentang keuangan syariah di Indonesia. Fokus kajian meliputi akad-akad inti seperti murabahah, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan wakalah, yang menjadi dasar transaksi dalam lembaga keuangan syariah.
Secara teoritis, pendekatan yang digunakan adalah normatif-filosofis. Akad tidak cukup dipahami secara tekstual, tetapi juga secara kontekstual, dengan mempertimbangkan maqashid syariah. Misalnya, akad murabahah yang lazim digunakan untuk pembiayaan konsumen, jika tidak dilakukan dengan prinsip keadilan dan transparansi, hanya akan menjadi bentuk lain dari kredit berbunga.
Studi ini menyimpulkan bahwa aktualisasi akad membutuhkan kolaborasi antara ahli fikih, ekonom syariah, dan regulator. Penulis mendorong adanya ijtihad jama’i dalam mengembangkan produk keuangan yang inovatif dan sesuai syariah. Selain itu, edukasi kepada pelaku industri keuangan menjadi penting agar akad tidak hanya dilihat sebagai alat formalisasi hukum, tetapi sebagai sarana mewujudkan nilai-nilai Islam.
Analisis Kritis
Kekuatan utama artikel ini adalah keberanian penulis mengkritisi praktik simbolik dalam lembaga keuangan syariah. Penekanan pada maqashid syariah menjadi nilai tambah yang signifikan, karena mengarahkan pembaca pada substansi, bukan sekadar bentuk hukum. Artikel ini juga cukup komprehensif dalam menjelaskan transformasi akad dari bentuk klasik ke format modern. Contohnya, akad ijarah yang diadopsi sebagai leasing syariah, atau akad wakalah dalam sistem keagenan investasi.
Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan. Pertama, artikel ini bersifat konseptual dan minim data empiris. Kehadiran studi kasus nyata dari lembaga keuangan syariah akan sangat membantu memperkuat argumen. Kedua, dinamika regulasi dari otoritas seperti OJK dan DSN-MUI tidak dibahas secara mendalam, padahal regulasi sangat menentukan arah aktualisasi akad. Ketiga, strategi implementasi sinergi antar pemangku kepentingan belum dijelaskan secara konkret. Artikel ini belum menyusun peta jalan (roadmap) yang dapat menjadi acuan praktis bagi pelaku industri.
b
Artikel ini memberikan kontribusi penting dalam mendorong aktualisasi akad dalam keuangan syariah. Aktualisasi bukan sekadar mengganti istilah atau bentuk akad, tetapi membumikan nilai keadilan, transparansi, dan kemaslahatan sesuai dengan maqashid syariah. Dengan ajakan untuk bersinergi lintas disiplin, artikel ini membuka ruang diskusi segar tentang masa depan fikih muamalah di era modern. Namun, gagasan ini perlu dilengkapi dengan riset lapangan, pembaruan regulasi, dan pelatihan praktis agar aktualisasi benar-benar terwujud dalam sistem keuangan syariah Indonesia.
Abdullahh Faqih
Mahasiswa STEI SEBI Prodi Manajemen Bisnis Syariah