Bank syariah adalah bank yang menjalankan prinsip syariah dalam kegiatan transaksi bisnis mereka. Ini berarti bahwa setiap kegiatan perbankan harus sesuai dengan koridor syariah. Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi dan memberikan masukan kepada manajemen dalam memastikan bahwa operasi bank sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Kemudian untuk memberi keyakinan pada nasabah bahwa bank syariah benar-benar menjalankan prinsip syariah, setiap akhir tahun DPS akan menerbitkan laporan bersamaan dengan laporan audit oleh auditor eksternal.
Laporan ini sangat berguna bagi pengguna laporan keuangan, khususnya mereka yang sangat memperhatikan ajaran agama sebagai sarana untuk memberikan jaminan dan keyakinan bahwa bank telah memenuhi prinsip-prinsip Islam dalam semua transaksi keuangan. Audit laporan keuangan perusahaan, termasuk pada bank syariah dilakukan oleh auditor eksternal yang memiliki kompetensi yang memadai sesuai dengan kebutuhan profesional profesi akuntan. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah itu sudah cukup atau memadai auditor “konvensional” mengaudit dan membuat audit sebuah organisasi Islam (termasuk laporan bank syariah) meskipun mungkin memiliki kualifikasi profesional.
Karena itu, kebutuhan untuk audit syariah dan auditor syariah menjadi penting untuk suatu Lembaga Keuangan Syariah (LKS) karena organisasi ini memiliki sifat atau kegiatan yang berbeda dibandingkan dengan bisnis lainnya. Meskipun AAOIFI telah mengeluarkan standar audit untuk LKS, namun masih dianggap kurang berfungsi dengan maksimal karena AAOIFI tidak memiliki kekuatan memaksa anggotanya untuk mengadopsi semua standarnya. Jika mengikuti zamannya, audit syariah akan semakin berkembang pesat mengikuti zaman modern, semakin berkembangnya audit syariah maka akan semakin banyak tantangan-tantangan baru serta isu-isu yang mengikutinya.
Integritas Kebebasan
Auditor syariah perlu dianggap cukup mandiri oleh stakeholder keuangan Islam. Praktik untuk auditor syariah sangat bergantung atau mengikuti saran dari penasihat syariah atau SSB atau DPS. Oleh karena itu, fungsi DPS harus dinyatakan dengan jelas dan tidak mengganggu syariat Islam akan audit dan IFI hanya bisa outsourcing audit syariah untuk akuntan profesional di luar dan auditor yang berpengalaman dalam syariat dan akuntansi.
Karim menyatakan bahwa literatur tentang kebebasan audit internal signifikan berkontribusi pada tingkat independensi auditor, yaitu :
- Kejelasan definisi tanggung jawab auditor
- Posisi auditor internal dalam struktur organisasi lembaga
- Struktur pelaporan
Disarankan bahwa IFI memberikan kewenangan yang jelas dan instruksi dengan kekuatan ke internal auditor, pelaporan kepada Komite Audit dan syariah dewan IFI. Selanjutnya, Audit dan Komite Syariah harus melaporkan kepada pemegang saham untuk memperkuat kemandirian DPS.
Inspektur Kepatuhan Syariah Lembaga
Hisbah dan Muhtasib (hakim) IFI harus memahami bahwa kepentingan utama bagi auditor adalah memastikan kepatuhan dari semua produk yang akan ditawarkan. DPS memainkan peran penting dalam memastikan kepatuhan anggota DPS.
Beberapa akademisi mengharapkan lembaga Hisbah yang mengelola di bawah otoritas Negara. Muhtasib dibayar melalui kas Negara dan mereka diharapkan sepenuhnya independen untuk pasar. IFI harus membentuk semacam lembaga Hisbah yang para anggotanya adalah auditor syariah.
Kurangnya Kompetensi Auditor Syariah
Auditor syariah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa IFI mengikuti semua pedoman syariat dan prinsip, jika tidak mereka telah melakukan ketidakadilan kepada umat yang telah mempercayakan untuk mengaudit dan memastikan IFI tetap mematuhi syariat Islam. Kurangnya akuntabilitas auditor syariah, audit syariah dapat dilakukan oleh auditor internal atau auditor eksternal asalkan mereka harus memiliki pengetahuan dan pelatihan syariat yang memadai. Selanjutnya, laporan tersebut diteruskan ke komite IFI. Komite Syariah dapat memberikan pendapat mereka hanya pada hal-hal syariat ke Direksi, yang akan memutuskan atau membuat keputusan akhir.
Auditor Syariah seharusnya lebih bertanggung jawab karena mereka harus bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan, yang meliputi pemegang saham, dan masyarakat. Selanjutnya, mereka bertanggung jawab kepada Allah untuk setiap tindakan. Dalam hal isu-isu sekaligus tantangan dalam mengaudit laporan keuangan tahunan syariah, auditor harus memahami fikih muamalah dan akuntansi. Kita dapat menyimpulkan bahwa keberadaan audit syariah sangat penting sehubungan dengan karakteristik yang berbeda dari bank syariah. Namun, sumber daya manusia untuk menjadi auditor syariah sangat terbatas sehubungan dengan kompetensi dan kualitas tertentu yang harus dimiliki oleh auditor, Berikut ini tantangan audit syariah:
Program Audit Syariah
Audit Syariah untuk lembaga keuangan Islam dapat didefinisikan sebagai akumulasi dan evaluasi bukti-bukti untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan dengan tujuan kepatuhan syariah. Adanya kebutuhan untuk mengembangkan program audit syariah secara sistematis dalam kerangka konseptual Islam yang sesuai dengan kebutuhan LKS, namun tidak ada pedoman dan standar auditing syariah yang diakui bersama adalah masalah utama yang dihadapi saat ini dalam menyusun kerangka audit syariah. Sebagai contoh, bank-bank Islam di Indonesia dan Malaysia tidak menggunakan standar yang dikembangkan oleh AAOIFI karena tidak wajib. Dengan demikian, hal tersebut dapat menjadi masalah dalam mengembangkan program dan standar yang akan digunakan oleh suatu lembaga. Penting untuk diperhatikan bahwa proses penyusunan standar audit syariah harus bersifat dinamis dan progresif.
Dalam studi teoritis lain, Abdul Rahman (2008) menyatakan bahwa program- program audit syariah dapat dikembangkan untuk menjelaskan berbagai produk keuangan dan layanan Islam seperti deposito mudharabah, investasi mudharabah dan musyarakah, pembiayaan murabahah dan banyak lainnya. Abdul Rahman (2008) juga mengusulkan agar program audit syariah perlu dituangkan dalam bahasa yang dapat dengan mudah dipahami oleh stakeholder potensial. Hal ini untuk memastikan bahwa program audit yang telah dikembangkan akan memiliki dampak yang signifikan untuk mempengaruhi keputusan dari berbagai pemangku kepentingan dalam berhubungan dengan lembaga-lembaga Islam. Hal ini dapat dicapai dengan kerja sama pihak yang berkepentingan seperti LKS. Bank Sentral, Asosiasi Profesi Akuntan, Kantor Akuntan Publik, dan Dewan Pengawas Syariah. Ada 3 tahapan audit syariah: Perencanaan, pemeriksaan, dan pelaporan.
Pada tahap perencanaan, pemahaman dasar dari produk LKS sangat penting sehingga teknik atau prosedur, sumber daya dan ruang lingkup dapat disesuaikan untuk mengembangkan program audit. Pada tahap pemeriksaan, pemeriksaan yang lebih rinci dan teknik pengambilan sampel yang tepat diperlukan untuk memastikan bahwa bukti-bukti audit yang terakumulasi dalam kualitas yang baik dan kuantitas. Pada tahap pelaporan, laporan audit syariah siap untuk memberikan keyakinan memadai dari kepatuhan syariah produk keuangan Islam.
Kualifikasi dan Pendidikan Auditor Syariah
Dalam rangka memastikan bahwa program audit yang telah dikembangkan digunakan dengan benar, auditor syariah harus memiliki kualifikasi yang tepat dan pendidikan di banyak aspek. Sejauh ini, tidak ada pendidikan akademik dan profesional khusus dan program pelatihan audit syariah yang dapat memenuhi kebutuhan lembaga keuangan syariah maupun badan regulator.
Independensi Auditor Syariah
Para auditor syariah harus memiliki sikap mental yang independen (Abdul Rahman, 2008). Hal ini untuk memastikan bahwa auditor tidak bias dalam mendukung pandangan tertentu atau pendapat yang akan mempengaruhi penilaiannya. Agar auditor syariah dapat mandiri, ia harus memiliki insentif untuk bertahan dari setiap upaya manajemen untuk mempengaruhi keputusannya misalnya agar tidak melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan. Ini berarti auditor harus benar-benar independen dan harus melaporkan setiap kesalahan atau salah kelola dalam organisasi. Audit syariah tidak dapat berfungsi maksimal jika auditor tidak sepenuhnya independen, sehingga tujuan kemaslahatan tidak dapat tercapai.
Pada kenyataannya, kompetensi audit syariah tidak hanya diimplementasikan pada Lembaga Keuangan Islam saja, namun dapat diterapkan pada perusahaan yang menggunakan produk bank syariah. Sehingga, hal ini mensyaratkan akuntan profesional untuk meningkatkan kompetensi sebagai modal dalam menyediakan layanan jasa audit yang berkualitas. (Tania Stevani Desita/STEI SEBI)
Referensi:
Aisha & Ali, 2020 Competency Model for Shari’ah Auditors in Islamic Banks
Sherif El-Halaby Khaled Hussainey, (.(n.d.). “Determinants of Compliance with AAOFI Standards by Islamic Banks”. International Journal of Islamic and middle Eastern Finance and Management Vol. 9 Iss 1 pp.
Suyanto, 2018, Audit Internal Lembaga Keuangan Syariah dalam Perspektif Al-Hisbah, JRKA Vol 4 Isue 2, Jakarta