Menjadi Ibu Kota, menjadi kiblat bagi kota-kota di Indonesia, tentu bukanlah hal mudah.Ibu Kota dengan segala kecanggihan zaman yang ditawarkan membuat masyarakat seperti berbondong-bondong untuk hijrah. Tidak peduli betapa sesaknya, Jakarta tetaplah primadona.
Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dari tahun ke tahun menuntut pembangunan fasilitas umum di Jakarta harus ikut berbenah. Mulai dari sekolah, rumah sakit, pasar, dan fasilitas umum lainnya kini beralih menuju era modern. Bukan perihal mau atau tidak mau, tetapi tuntutan zaman yang memaksa masyarakat Jakarta meninggalkan hal-hal tradisional.
Namun, meskipun tuntutan zaman memaksa masyarakat mengikuti perkembangan, tetap saja masih ada segelintir masyarakat yang bertahan dengan hal-hal tradisional. Hal tersebut dapat Anda temukan jika berkunjung ke pasar swalayan dan pasar tradisional. Betapa pun kecanggihan yang ditawarkan pasar swalayan, pasar tradisional tetap tidak kehilangan pelanggan. Seperti halnya Pasar Kramat Jati yang berlokasi di Jalan Raya Bogor, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Pasar yang berdiri sejak tahun 1990-an tersebut tidak pernah sepi dari pengunjung meskipun saat ini banyak bermunculan pusat-pusat perbelanjaan di sekitarnya, seperti Pusat Grosir Cililitan (PGC) dan Mall Kramat Jati Indah Plaza.
Diakui Ulfa (47) warga Kampung Makasar yang merasa kalau pasar tradisional tetap mempunyai daya tarik tersendiri. “Saya lebih milih ke sini sih daripada pasar swalayan, soalnya bisa ketemu dan ngobrol sama orang-orang,”
Meskipun Ulfa mengeluhkan kurangnya kebersihan dan kenyamanan dari pasar tradisional dibanding pasar swalayan, tetapi perbandingan harga menjadi alasan utama. “Pasar swalayan harganya lebih mahal, kan kalau di sini (pasar tradisional) bisa tawar menawar,” sambungnya.
Selain itu, saat ini PD Pasar Jaya tengah melakukan renovasi untuk Pasar Kramat Jati. Hal tersebut sangat wajar dilakukan melihat bangunan di Pasar Kramat Jati sudah terlihat rapuh diberbagai sudut. “Biarlah biar nyaman dan layak, kalau bisa diperluas juga biar PKL ketampung, biar nggak bikin macet kalau mau kesini,” ujar Ulfa.
Para pedagang saat dimintai pendapat mengenai renovasi tersebut juga mendukung tindakan PD Pasar Jaya, “Ya nggak apa-apa, asal nggak merugikan para pedagang,” tutur Komalawati, pedagang ayam di Pasar Kramat Jati.
Melihat kondisi di atas, tentunya banyak masyarakat Jakarta yang berharap dapat mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi, mengikuti perkembangan zaman bukan berarti harus meninggalkan hal-hal yang sudahmenjadi tradisi. Budaya tawar menawar, misalnya. Budaya yang hanya dapat ditemui ketika Anda berkunjung ke pasar tradisional, bukankah lebih baik untuk tetap menjadi warisan yang pantang dilupakan?
Nanda Febriani