
DEPOK – Sudah lebih dari seperempat abad, pasar Kemiri Muka yang terletak di Kecamatan Beji, hidup memenuhi kebutuhan warga sekitar. Pasar Kemiri beroperasi mulai pukul 00.00 sampai dengan waktu yang tidak ditentukan selama tujuh hari penuh.
Di sisi lain, di pinggir pasar, ada pemandangan yang merenyuhkan hati. Dua orang tuna netra yang juga merupakan sepasang suami istri turut mengais rupiah dengan mengamen dan diiringi sebuah alat putar lagu sederhana.
Mereka adalah Dadang (50) dan Ayu (37) yang sudah mengamen di pinggir Pasar Kemiri selama lebih dari 10 tahun. Setiap hari keduanya tiba di Depok pukul 15.00 dan pulang ke kontrakannya di Bojong Gede pukul 21.00.
Alasan Dadang memilih sisi Pasar Kemiri sebagai lokasi mengamen adalah sudah banyak tempat yang disinggahi rekan-rekannya. Dadang dan istri merasa bersyukur lantaran mereka tidak diwajibkan membayar uang “keamanan”. Namun keduanya cukup memiliki kesadaran diri.
“Alhamdulillah ngga bayar sewa, cuma saya inisiatif kasih satu bugkus rokok ke orang keamanan di pasar satu minggu sekali,” ungkap Dadang. Dalam waktu Kurang dari satu hari, bapak tujuh anak itu mampu mengantongi Rp75.000 sampai Rp150.000.
Upah yang Dadang dan Ayu peroleh digunakan untuk membiayai hidup mereka dan tiga buah hatinya yang masih sekolah. Dadang sudah mengamen sejak kelas 6 SD untuk membiayai kebutuhan pendidikannya, untuk itu Dadang sebenarnya pernah punya cita-cita.
“Cita-cita pernah punya, pengin jadi Nahdatul Ulama,” kenang alumni SMK Kejuruan Musik itu. Kini, agar dapat mensyiarkan nilai-nilai kebaikan, Dadang dan istri mengamen dengan hanya menyanyikan lagu-lagu milik raja dangdut Rhoma Irama yang menurutnya mengandung imbauan.
***
Pasar Kemiri Muka merupakan pasar tradisional tempat beretemunya penjual dengan pembeli yang bersifat tradisional. Dikatakan demikian, karena transaksi di pasar tradisional boleh melalui proses tawar-menawar hingga kesepakatan harga diraih. Begitu pun yang terjadi di Pasar Kemiri, Depok.
Ada yang unik dari pasar yang bersebelahan dengan Stasiun Depok Baru itu, yakni Semangat para pedagang yang antusias menawarkan barang dagangannya kepada setiap calon pembeli. Kebanyakan dari pedagang yang bersemangat tinggi itu berasal dari kaum adam.
Ketika para calon pembeli melewati lapak satu per satu, para pemilik lapak akan saling teriak menyebutkan harga-harga dagangannya. Sebagian dari yang mendengarnya mungkin terganggu, namun tidak banyak pula yang justru menahan tawa.
Hal ini karena teriakan para pedagang yang berintonasi serta menggunakan kata-kata yang menggelitik perut. Misalnya saja, “Kacangnya, bu, pak! Yah dikacangin, ” teriak salah seorang pedagang kacang kepada siapa saja yang melintasi lapaknya.
Putri Lestari
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta