DEPOK – Sejak masa Nur Mahmudi Ismail menjabat sebagai Wali Kota Depok , buah Belimbing Dewa diusung sebagai ikon kota. Bahkan untuk menyukseskan program tersebut, Nur Mahmudi membuat kebijakan dengan membentuk sebuah dinas khusus yakni Dinas Pertanian yang sebelumnya hanyalah sebuah Kantor Pemberdayaan Pertanian dan Perternakan.
Ketika itu, program Pemkot banyak menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat maupun para akademisi. Mereka ragu, apa mungkin Depok sebagai penyanggah Kota Jakarta masih memiliki lahan yang cukup luas untuk pertanian. Apalagi banyaknya peralihan fungsi lahan pertanian menjadi kawasan pemukiman. Dari tahun ke tahun, kawasan pemukimandi Kota Depok kian berkembang pesat.
Tapi kini, luas lahan pertanian semakin berkurang, apalagi dikhususkan hanya untuk pertanian buah Belimbing. Hal itu dibenarkan pejabat Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Perternakan Kota Depok. Lahan pertanian untuk Belimbing tahun 2010 seluas 128 hektare, 2011 turun menjadi 115 hektar, 2012 menjadi 105 hektar dan 2013 sampai awal tahun 2014 hanya tinggal 98 hektar.
Pemkot berdalih, upaya untuk menanggulangi alih fungsi lahan tetap di lakukan. Seperti, peningkatan produktifitas petani dan mendorong pengembangan agro wisata. Pemkot bahkan mendorong agro wisata, dengan membantu sertifikasi dan registrasi. Hanya saja, dalam regulasi belum bisa bersikap tegas pada pengembang yang mengambil lahan pertanian Belimbing untuk dijadikan perumahan. Artinya, tidak ada sanksi bagi pengembang yang mengambil lahan satu hektar dengan mengganti 250 pohon belimbing.
Belimbing Dewa bisa terus dijadikan maskot kota, asalkan pemerintah mau melihat potensi buah lokal Depok. Sebab, Belimbing Dewa asal Depok, pernah terpilih menjadi buah dengan kualitas nomor wahid di Indonesia pada kontes buah nasional tahun 2000.
Setiap Event Lomba Buah Unggul dan pameran-pameran buah Nasional serta Internasional, Buah Belimbing Dewa ini lebih unggul dan selalu menjuarai sebagai buah unggul nasional versi Trubus.
Lahan Abadi
Ketua Asosiasi Belimbing Depok, Nanang Yusup, warga Kali Licin, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, pernah menyatakan, ia membina lebih dari 500 petani belimbing dewa di Depok. Luas lahan belimbing yang menjadi binaannya ada seluas 20 hektar. Setiap tahun ada tiga kali musim buah dengan nama Latin Averhoa bilimbi itu. “Dipanen tiga kali setahun. Setiap satu hektar ada 150 pohon. Satu pohon bisa menghasilkan 200-250 kg.
Karena kualitasnya yang baik, banyak warga asing yang ingin membudidayakan Belimbing Dewa. Mulai dari Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, dan sebagian besar warga timur tengah.
Nanang berharap Depok bisa membeli lahan abadi yang khusus ditanami Belimbing Dewa. Pembelian lahan tersebut untuk menjaga agar keberadaan ikon ini tetap bertahan. “Seharusnya seperti Bekasi yang membeli lahan abadi untuk pertanian. Bila tidak, nasib belimbing dewa bisa terancam,” ungkapnya.
Satu hal, Belimbing Dewa sebagai ikon Kota Depok mulai dipertanyakan. Pasalnya untuk memperoleh buah belimbing di kota ini sulit didapat. Biasanya, kota yang menjadi sentra produksi dapat dengan mudah menemukannya seperti di sepanjang jalan utama atau mudah dijangkau.
Lebih memperihatinkan lagi, koperasi pemasaran buah dan olahan belimbing Kota Depok sudah tak berjalan hampir delapan tahun. Gedung pusat koperasi tersebut terbengkalai dan tidak beroperasi. Hal serupa terjadi pada pabrik pengolahan belimbing yang bahkan tidak beroperasi sama sekali.
Nanang Yusup mengatakan, permintaan Belimbing Dewa sangat banyak bahkan untuk diekspor. Namun petani tidak bisa menjamin kesinambungan dari produksi Belimbing tersebut. Petani seperti berjalan sendiri dalam mengembangkan dan mempertahankan keberadaan pohon Belimbing.
”Katanya Belimbing ikon Depok, tapi Perda yang melindungi lahan Belimbing pun tidak ada. Bahkan untuk audensi dengan Pemkot Depok pun sangat sulit,” tandas Nanang ketika itu.(Desmoreno)