Strata Sosial Hindia Belanda: Warisan Ketimpangan yang Masih Mengakar

Strata Sosial Hindia Belanda: Warisan Ketimpangan yang Masih Mengakar

Sistem stratifikasi sosial di Hindia belanda mengelompokkan masyarakat ke dalam tiga kategori: Eropa (kelas atas), Timur Asing seperti Cina, Arab dan India (kelas menengah), dan Pribumi (kelas bawah)

DEPOKPOS – Selama lebih dari tiga ratus tahun penjajahan, Belanda menciptakan sistem sosial-politik yang tidak hanya memisahkan masyarakat Hindia Belanda berdasarkan ras, tetapi juga memperkuat ketidaksetaraan sosial yang masih terasa hingga kini.

Sistem stratifikasi sosial di Hindia belanda mengelompokkan masyarakat ke dalam tiga kategori: Eropa (kelas atas), Timur Asing seperti Cina, Arab dan India (kelas menengah), dan Pribumi (kelas bawah). Perbedaan ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga terlihat dalam akses pendidikan, ekonomi dan keterlibatan dalam pemerintahan.

Bacaan Lainnya

Menurut Asrul dkk (2024), ketiga lapisan tersebut tidak hanya dibedakan berdasarkan ras, tetapi juga dibatasi oleh hukum dan administrasi. Kelompok Eropa menduduki posisi paling atas, mendapatkan akses lengkap ke pendidikan dan ekonomi, serta area yang terpisah dari kelompok lain.

Sebaliknya, masyarakat Pribumi hanya diizinkan untuk mendapat pendidikan dasar dan bekerja pada posisi terendah, kecuali jika mereka berasal dari golongan bangsawan setempat yang biasanya dijadikan alat oleh kolonial.

Meskipun Jepang menguasai pada tahun 1942, perubahan pada struktur kekuasaan sosial tetap bersifat sementara. Setelah merdeka, struktur birokrasi dan tidakadilan yang ada pada masa kolonial justru dipertahankan oleh elit yang sebelumnya diuntungkan oleh sistem itu.

Dalam penelitian mereka, Tutasqiyah dkk (2023) menyatakan bahwa sistem kolonial tidak sepenuhnuya lenyap, melainkan diwariskan dalam bentuk baru—termasuk dalam pendidikan dan ekonomi yang tetap menempatkan kelompok elit sebagai penguasa akses dan peluang.

Warisan stratifikasi kolonial juga menciptakan ketidaksetaraan struktural yang sulit dihilangkan. Aldiansyah (2024) mengungkapkan bahwa Politik Etis Belanda yang pada awalnya bertujuan untuk memberikan “balas budi” kepada masyarakat pribumi malah menghasilkan kelas intelektual yang semakin terpisah dari rakyat biasa. Ketidakadilan ini memperlebar kesenjangan antara elit terpelajar dan masyarakat kelas bawah.

Hingga saat ini, dampaknya masih dirasakan. Ketidakmerataan akses pendidikan, dominasi kekuasaan oleh kelompok elit yang sudah ada, serta masih bertahannya diskriminasi sosial dan ekonomi menunjukkan bahwa sistem kolonial belum sepenuhnya berakhir. Bahkan dalam hubungan sosial dan tatanan kekuasaan saat ini, bekas feodalisme masih tampak.

Seperti yang diungkapkan oleh Zed (2017), pembentukan masyarakat pascakolonial Indonesia tak terlpeas dari warisan sistem sosial Hindia Belanda. Dengan demikian, memahami sejarah kolonial bukan hanya soal mengenang masa lalu, melainkan juga menjadi langkah penting untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan setara di masa depan.

Reanesha Nabila Patria
Sastra Belanda, Universitas Indonesia

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait