DEPOKPOS – AI yang kita sebut sebagai kecerdasan buatan merupakan pengembangan sistem teknologi. Faktanya, AI pertama kali muncul sebagai konsep pada tahun 1956 oleh John McCarthy, yang dikenal sebagai salah satu “bapak AI”. Pada saat itu, John McCarthy memperkenalkan istilah “Artificial Intelligence” dan mengusulkan bahwa “setiap aspek pembelajaran atau fitur kecerdasan dapat dijelaskan begitu jelas sehingga mesin bisa diprogram untuk menirunya.”
Ini menjadi dasar bagi pengembangan AI modern. Salah satu aspek utama AI, di mana mesin “belajar” dari data tanpa diprogram secara eksplisit. Algoritma machine learning memungkinkan mesin untuk mengenali pola dalam
data dan membuat prediksi atau keputusan berdasarkan pola tersebut.
Seiring perkembangan zaman, AI mengalami banyak fase perkembangan, dari optimismenya yang tinggi di awal, hingga tantangan-tantangan besar di tahun 1970-an dan 1980-an, yang dikenal dengan istilah “AI Winter”. Saat ini, AI terus berkembang pesat dengan adanya teknologi dan algoritma canggih, serta meningkatnya kemampuan komputasi. Sekarang, AI memiliki kemampuan untuk belajar, memahami, beradaptasi, merencanakan, dan
menyelesaikan masalah alias teknologi kecerdasan manusia buatan.
AI Berdampak Jelek?
Sebagaimana adanya, tiap hal memiliki dampak buruk dan baik. Kecanggihan AI yang fantastis menghadirkan pengguna-pengguna yang menyalahgunakan kehadiran AI. Segala sesuatu yang semestinya menjadi tugas manusia, digantikan oleh AI dengan sekejap mata.
Bidang yang ingin saya sorot adalah seni menggambar.
AI dapat menghasilkan “karya seni” yang sebenarnya hal itu tidak benar. Beberapa orang berpendapat bahwa AI “mencuri” karya seni yang sudah ada karena pada dasarnya, AI menghasilkan karya baru yang terinspirasi dari pola-pola yang ada. Dalam hal ini, saya bersikap netral karena hasil karya AI, baik yang digunakan untuk kebutuhan komersil atau tidak akan tetap ada jika konsumennya sendiri masih ada.
AI Menjadi Alat Berguna
i samping itu, seharusnya kita tidak perlu merasa terancam dengan kehadiran AI. Toh, balik lagi ke awal, AI yang buruk adalah hasil dari pengguna-pengguna yang tidak bijak. Semua tergantung dari kesadaran masing-masing. Hasil karya orisinil buatan manusia masih banyak diminati dan akan terus berjalan. Peningkatan kemampuan diri dalam menghasilkan karya dapat membuat AI tidak lagi menarik di mata konsumen yang tepat.
Lalu jangan salah, meningkatkan kemampuan pun dapat diiringi dengan pemanfaatan AI. Seniman dapat berlatih, mencari referensi dan tips dari AI mengenai hal-hal penting yang harus dilakukan agar hasil karya menjadi lebih baik lagi. Jadi, saya tidak sepenuhnya setuju bahwa AI memiliki dampak yang sangat buruk terhadap bidang seni.
Solusi yang baik bukanlah menghilangkan AI, tetapi menjadi pengguna yang bijak dan memanfaatkan AI dengan baik. Jika sedari awal niat dan tujuan kita untuk menyalahgunakan hal yang telah ada, tentu hal tersebut tidak benar dan berdampak buruk bagi sekitar.
Sejatinya, ada banyak orang yang merasa dimudahkan oleh kehadiran AI. Mereka menghasilkan karya-karyanya sendiri namun mendapat sedikit ide dari bantuan AI. Mereka juga terbantu dengan AI yang dapat membantu seniman dalam aspek-aspek yang lebih teknis, seperti pengolahan gambar, penciptaan pola, atau desain elemen visual lainnya, sehingga seniman dapat fokus pada aspek kreatif dan ide-ide besar.
Secara keseluruhan, AI membuka banyak peluang baru bagi seniman untuk mengembangkan, berinovasi, dan mengekspresikan diri dengan cara yang lebih efisien dan kreatif. Teknologi ini memberi pembuat karya seni kebebasan untuk bereksperimen, mengurangi hambatan teknis, dan mempercepat proses penciptaan seni.
Tsabita El Azmi