Girls Summit 2024 dihadiri oleh lebih dari 400 peserta termasuk aktivis muda, anak-perempuan penggerak perubahan
JAKARTA – Pada 2100, diprediksi populasi muda akan mendominasi hingga 80 persen di seluruh dunia. Termasuk di Asia, lebih dari setengah populasinya akan berusia di bawah usia 30 tahun. Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di dunia perlu memahami konteks 2100 ini terutama mempersiapkan kaum muda dalam menghadapi beragam perubahan, tantangan dan peluang beberapa dekade ke depan.
Dalam konteks ini, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerja sama dengan United Nations Foundation menggelar Girls Summit bertema “Standing Strong with Girls Towards 2100 Vision”, pada 7 September 2024 di Jakarta.
“Sebagai girls and youth-centered organisation, kami mendedikasikan Girls Summit untuk memperkuat posisi kaum muda khususnya perempuan sebagai pusat pembangunan saat ini dan di masa depan. Dukungan dan investasi bagi mereka esensial untuk memastikan kesiapan, membuka potensi, kekuatan, dan ruang bagi mereka untuk mendesain masa depannya”, ujar Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia.
Girls Summit 2024 dihadiri oleh lebih dari 400 peserta termasuk aktivis muda, anak-perempuan penggerak perubahan di desa, perempuan pemimpin, perwakilan pemerintah, lembaga donor, perusahaan hingga media, serta perwakilan dari organisasi masyarakat sipil.
Girls Summit 2024 diawali oleh Pre-Summit pada 30 Juli 2024 di Jakarta, yang telah merangkum berbagai rekomendasi anak dan kaum muda dalam mencapai visi 2100. Tiga perwakilan aktivis muda menyampaikan butir-butir rekomendasinya pada acara puncak Girls Summit hari ini termasuk dalam menghadapi risiko iklim di masa depan, teknologi digital yang semakin pesat serta pemberdayaan kaum muda yang mereka harapkan.
Rekomendasi ini sebelumnya telah disampaikan kepada UN Foundation, agar masuk dalam Pact for the Future, sebuah deklarasi menuju Roadmap 2100 yang akan dibahas oleh para pemimpin dunia pada Summit of the Future dalam United Nations General Assembly (UNGA) di New York, di akhir September 2024 mendatang.
Dwi Yuliawati Faiz, Head of Programmes UN Women Indonesia yang turut hadir dalam Girls Summit mengungkapkan, “Sekarang SDGs yang harusnya tercapai di 2030 masih lumayan tertinggal. Kita harus melakukan sesuatu yang sangat kuat agar misi ini dapat tercapai. Visi ini adalah untuk melihat target jangka panjang melampaui generasi saat ini, mempertimbangkan dampak jika SDGs tidak tercapai, dan memikirkan langkah selanjutnya setelah 2030 hingga visi 2100.”
Menyongsong Indonesia Emas 2045, diskusi mengenai Roadmap 2100 dari kacamata kaum muda menjadi relevan bagi pemerintah menurut Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Republik Indonesia, Woro Srihastuti Sulistyaningrum (Lisa) dalam pidato kuncinya di Girls Summit.
“Ketika bicara Indonesia Emas 2045, kita harus memastikan kaum muda tidak hanya menjadi target sasaran pembangunan, tetapi menjadi agen perubahan yang bisa mendorong berbagai inovasi dalam pembangunan. Memastikan berbagai transformasi sosial, ekonomi, dan digital bisa dikawal dengan baik oleh kaum muda, termasuk penggerak ekonomi kreatif. Artinya, kita harus memastikan pemberdayaan bagi kaum muda dan perempuan serta mempercepat capaian SDGs dan visi Indonesia Emas 2045 yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan,” pungkas Lisa.
Aktivis sosial sekaligus kreator konten, Nabila Ishma, yang juga menjadi pembicara dalam salah satu sesi di Girls Summit 2024 berjudul Girls Talk: Investing in Girls to Achieve SDGs and Beyond mengatakan perempuan muda perlu semakin didorong dan diberdayakan untuk dapat mencapai potensi maksimalnya. “Ketika kita bicara perempuan, sebenarnya itu tentang bagaimana perempuan bisa berdaya melakukan sesuatu dan memiliki peran yang bisa membuat perubahan kepada sekitarnya,” pungkasnya.
Baru-baru ini, UN melaporkan bahwa pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) baru 15% termasuk tujuan ke-5 yaitu kesetaraan gender. Menurut World Economic Forum, masih dibutuhkan 130 tahun lagi untuk mencapai kesetaraan gender global, yang hal ini mencerminkan lambatnya proses.
Terkait itu, Dini menekankan bahwa tanpa percepatan upaya, investasi dari semua pihak, serta kebijakan serta implementasi yang lebih kuat, kesetaraan gender yang merupakan salah satu basis dari pertumbuhan berkelanjutan yang inklusif akan sulit terwujud, baik di 2030 dan bahkan 2100.**