DEPOKPOS – Universitas Indonesia (UI) mengungkap keberadaan Arsip Dagboek Rechtshoogeschool, sebuah dokumen bersejarah yang memotret perjalanan pendidikan hukum di Indonesia dari era kolonial hingga pasca-kemerdekaan, pada seminar “Arsip Dagboek Rechtshoogeschool 1925–1953 sebagai Memori Kolektif Bangsa”.
Seminar nasional yang digagas oleh Fakultas Hukum UI dan Kantor Arsip UI pada Selasa (24/9), mencatat dinamika akademik, sosial, dan politik para mahasiswa Rechtshoogeschool, sekolah tinggi hukum pertama di Indonesia.
Ia menjadi sorotan dalam perayaan 100 tahun Dies Natalis Fakultas Hukum UI yang jatuh pada tahun 2024 ini. Pada seminar “Arsip Dagboek Rechtshoogeschool 1925–1953 sebagai Memori Kolektif Bangsa” itu hadir sejumlah tokoh ternama, termasuk Prof. Drs. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, M.A., Ph.D., mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2001-2004, dan dua narasumber utama: Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M.Hum., Guru Besar Sejarah UI, serta Yu Un Oppusunggu, Ph.D., dosen Fakultas Hukum UI.
Sekretaris Universitas UI, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D., menegaskan bahwa dokumen ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. “Arsip ini berperan dalam menjaga jati diri bangsa dan memastikan generasi muda tetap memiliki kebanggaan atas sejarah panjang perjuangan Indonesia,” ujarnya.
Dokumentasi Perjalanan Pendidikan dan Peran Nasional Prof. Susanto Zuhdi mengungkapkan bahwa arsip ini terdiri dari tiga jilid yang mencakup periode 1925 hingga 1958. “Jilid pertama meliputi tahun 1925–1938, sementara jilid kedua mencakup periode 1939–1953. Adapun jilid ketiga memuat perjalanan akademik pasca-kemerdekaan, di mana terdapat perubahan gelar dari Meester in de Rechten (Mr.) menjadi Sarjana Hukum (S.H.),” kata Prof. Susanto.
Selain mencatat dinamika akademik, Arsip Dagboek juga mendokumentasikan perubahan sosial- politik di antara komunitas Eropa, pribumi, dan Tionghoa di lingkungan pendidikan hukum. “Sebanyak 13 lulusan Rechtshoogeschool tercatat sebagai pahlawan nasional, termasuk Amir Hamzah, sastrawan terkenal, dan Teuku Muhammad Hasan, yang berperan penting dalam negosiasi dengan Sekutu pasca-Perang Dunia II,” ujar Prof. Susanto.
Yu Un Oppusunggu, Ph.D. menambahkan bahwa arsip ini juga memuat catatan penting tentang penggunaan gedung Rechtshoogeschool oleh Kempeitai Jepang selama masa pendudukan. “Dagboek dan Sumpah Pemuda memiliki kaitan erat. Banyak lulusan Rechtshoogeschool yang terlibat aktif dalam pergerakan nasional,” ujar Yu Un. Bahkan, salah seorang guru besar, Prof. F.M. Baron van Asbeck, tercatat sebagai pemilik rumah di Pengangsaan Timur No. 56, yang kemudian menjadi tempat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Memori Kolektif Bangsa dan Sumber Riset Keberadaan Arsip Dagboek Rechtshoogeschool diakui sebagai bagian penting dari memori kolektif bangsa. Dokumen ini tidak hanya menjadi catatan perjalanan pendidikan hukum, tetapi juga kontribusi intelektual terhadap kemerdekaan. Arsip ini akan dibuka untuk penelitian lebih lanjut mengenai pendidikan hukum, sejarah, dan kearsipan. “Dengan dibukanya akses ini, diharapkan generasi muda
dapat terus mengenang peran UI dalam melahirkan kaum intelektual dan tokoh nasional,” kata Wahid Nurfiantara, S.Hum., M.T.I., Kepala Kantor Arsip UI.
Dekan Fakultas Hukum UI, Dr. Parulian Paidi Aritonang, S.H., LL.M., MPP., menyampaikan kebanggaannya atas kontribusi besar FH UI dalam sejarah pendidikan hukum Indonesia. “Ini bukan sekadar perayaan sejarah, tetapi juga momentum refleksi untuk memperkuat pendidikan hukum di abad berikutnya. Banyak pemikiran profesor terdahulu yang telah ‘mengindonesiakan’ kurikulum hukum kita, dan ini adalah warisan berharga bagi generasi mendatang,” ujar Dr. Parulian.