Daftar Isi
Wadi’ah terbagi menjadi dua: wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah
DEPOKPOS – Ditengah tranformasi ekonomi global yang semakin cepat, keberlanjutan dan kemajuan sektor keuangan syariah menjadi perhatian utama. Salah satu instrumen keuangan syariah yang menjadi perhatian adalah tabungan wadi’ah, yang diatur oleh Fatwa DSN MUI NO.2 DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan. Fatwa ini memberikan dasar hukum untuk pelaksanaan tabungan wadi’ah sebagai bentuk keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Lembaga keuangan adalah lembaga atau badan yang bergerak dibidang jasa keuangan. Kegiatan yang dilakukan lembaga ini selalu berkaitan dengan bidang keungan, seperti penghimpunan dana, pembiayaan maupun jasa-jasa keuangan lainnya. Lembaga keuangan syariah (LKS) merupakan lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan dan menggunakan prinsip-prinsip syariah, menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam syariat islam (bunga, riba). Lembaga Keuangan Syariah adalah alternatif bagi masyarakat muslim yang ingin beralih dari lembaga keuangan konvensional dengan prinsip bunga ke lembaga keuangan dengan prinsip syariah atau sesuai dengan ajaran Islam. Seperti, tidak mengandung unsur riba (penambahan pendapatan secara batil), maisir (transaksi yang bersifat untung-untungan), gharar (transaksi yang objeknya tidak jelas), objek yang haram, dan zalim (transaksi yang menimbulkan ketidakadilan) (Apriliani, 2018).
Tabungan merupakan salah satu produk penghimpunan dana yang telah diterapkan di lembaga keuangan baik konvensional ataupun lembaga keuangan syariah. Penerapan simpanan dalam bentuk tabungan pada bank syariah sesuai dengan fatwa dewan syariah nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia yaitu ada yang sesuai dengan prinsip syariah yaitu menggunakan akad wadiah dan akad mudharabah dan ada pula yang tidak sesuai dengan prinsip syariah yaitu yang mempergunakan parameter bunga dalam pemberian imbalan kepada pemilik dana (Hermansyah et al., 2023).
Akad wadiah biasanya digunakan untuk simpanan yang bersifat sukarela (dalam hal jumlah dan waktu). Tidak ditentukan jumlah setorannya, biasanya hanya ada batas minimal setoran. Waktu setoran dan pengambilannya juga tidak ditentukan. Akad Wadi’ah hanya diperuntukkan pada produk tabungan dan giro yang dimana tabungan menurut undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu (Solehah & Prawiro, 2022). Wadi’ah terbagi menjadi dua: wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad dhamanah. LKS biasanya banyak menggunakan wadi’ah yad dhamanah dimana pihak yang dititipi atau lembaga keuangan bertanggungjawab terhadap keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Metode Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data numerik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif karena peneliti ingin mengetahui dan menganalisis secara mendalam tentang “Implementasi Tabungan Wadi’ah Dalam Perspektif Fatwa DSN MUI No.2 DSN-MUI/IV/2000”. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk data yang telah jadi, data ini diperoleh dari dokumen-dokumen terkait misalnya artikel dan skripsi. Pada penelitian ini data sekunder yang digunakan berasal dari google scholar. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah literatur review atau kajian teori. Studi literatur (literatur riview) adalah usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah pada penelitian (Hermawan, 2019)
Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek dan alat-alat lainnya (Putri & Aravik, 2021). Nasabah yang ingin mengambil uangnya bisa datang langsung ke bank dengan membawa buku tabungan, slip penarikan atau bisa melaluai ATM (Wulandari, 2018). Pasal 1 angka 21 Undang-Undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah: “Tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu”. Ada 2 jenis akad tabungan yang digunakan pada LKS: pertama, akad wadi’ah (titipan). Kedua, akad mudharabah (investasi dana).
Adapun tabungan syariah adalah tabungan yang menggunakan prinsip-prinsip syariah. DSN telah mengeluarkan fatwa tentang tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah. Akad wadiah terdiri atas produk simpanan giro (Demand Deposit) dan simpanan tabungan (Saving Deposit). Sedangkan akad mudharabah terdiri dari simpanan giro mudharobah, simpanan tabungan mudharabah dan simpanan deposit (Time Deposit). Tiga produk tersebut disebut dana pihak ketiga(Ulfatimah, 2020).
Wadi’ah
Ada dua definisi wadi’ah menurut ahli fikih. Pertama, ulama mazhab hanafi mendefinisikan wadi’ah dengan “mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat”. Kedua, ulama madzhab maliki, madzhab syafi’i dan madzhab hambali, mendefinisikan wadi’ah dengan “mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu”(Rohmawati, 2019). Sedangkan menurut bahasa, wadi’ah berarti “titipan”.
wadi’ah yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki/membutuhkan (As’ari, 2018). Jadi kesimpulannya, wadi’ah adalah titipan murni yang harus dijaga dan di kembalikan kapan saja sesuai dengan keinginan pemilik.
Dalil hukum wadi’ah terdapat dalam Q.S Al-Baqarah:283
وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٌ قَلْبُهُۥ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Selain dalil dari al-quran, ada juga dari hadist.
Hadist yang diriwayatkan Abu Daud dan Imam Tirmidzi: “Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW) sesungguhnya beliau bersabda: Tunaikanlah Dhamanah kepada yang berhak menerimanya dan janganlah berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu”. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi).
Pemberian bonus pada tabungan wadi’ah menurut fatwa DSN-MUI No.2 yaitu: Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Rukun dan Syarat Wadi’ah
Rukun wadi’ah meliputi (Candra, 2023):
Orang yang menitipkan (Mudi’)
Orang yang dititipkan (Wadii’)
Barang yang dititipkan (wadi’ah)
Ijab dan Qabul (Sighat)
Syarat wadi’ah meliputi:
Orang yang berakad: orang yang hendak melakukan perjanjian dengan pihak lain. Harus dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, baligh, berakal, dan dari kemauan sendiri tanpa adanya paksaan.
Barang titipan: benda/harta yang bisa disimpan, harus mempunyai nilai
Sighat: kedua pihak berakad, biasnya ditandai dengan tandatangan surat atau bukti penyimpanan.
Fatwa DSN MUI No.2
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mempunyai fungsi melaksanakan tugas-tugas MUI dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah (Try Cahyani, 2018). Dewan Pengawas syariah bertanggungjawab untuk memantau penerapan prinsip syariah dalam sistem dan manajemen lembaga keuangan syariah (LKS). Tugas utama DSN adalah mengkaji, menggali dan menghasilkan nilai dan prinsip hukum islam dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di LKS.
Dewan Syariah Nasional mengatur tabungan syariah dalam Fatwa No. 02/DSN-MUI/IV/2000, yaitu: “Produk tabungan yang dibenarkan atau diperbolehkan secara syariah adalah tabungan yang berdasarkan prinsip mudharabah dan wadi’ah, sehingga kita mengenal tabungan mudharabah dan tabungan wadi’ah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah, Dewan Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah” (Wibawani, 2020)
DSN-MUI menetapkan ketentuan tabungan wadi’ah dalam fatwa No. 02/DSN-MUI/IV/2006 menyebutkan bahwa tabungan bersifat titipan; simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan; tidak ada imbalan yang disyaratkan kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank (Ali, 2021).
Tema dan Jenis objek penelitian
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dari beberapa artikel penelitian terdahulu, penulis menemukan terdapat 6 jurnal yang membahas tentang implementasi Fatwa DSN MUI NO.2 DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan pada Perbankan Syariah (Afni, 2022; Hermansyah et al., 2023; Insyiah et al., 2022; Putri & Aravik, 2021; Solehah & Prawiro, 2022; Try Cahyani, 2018; Ulfatimah, 2020).
Di samping itu, terdapat 5 artikel ilmiah yang membahas tentang implementasi Fatwa DSN MUI NO.2 DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan pada BMT (Ali, 2021; Apriliani, 2018; As’ari, 2018; Rohmawati, 2019; Wibawani, 2020) .Kemudian, terdapat 2 artikel ilmiah yang membahas tentang implementasi Fatwa DSN MUI NO.2 DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan Pada Koprasi (Dwi Afifah, 2023; Wulandari, 2018). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram dibawah ini. Dan 1 artikel yang membahas tentang implementasi Fatwa DSN MUI NO.2 DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan pada PT. Baiturrohman Rejoso Pasuruan (Candra, 2023).
Periodikal Artikel Jurnal
Selanjutnya pada bagian ini menerangkan jumlah publikasi jurnal dari tahun 2018,2019,2020,2021,2022 dan 2023 Terdapat 15 jurnal yang peneliti cari di google scholar yang berhubungan dengan Implementasi Fatwa DSN MUI NO.2 DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan pada 2018 berjumlah 5 artikel (Apriliani, 2018; As’ari, 2018; Dwi Afifah, 2023; Try Cahyani, 2018; Wulandari, 2018), tahun 2019 berjumlah 1 artikel (Rohmawati, 2019), tahun 2020 berjumlah 3 artikel jurnal (Ali, 2021; Ulfatimah, 2020; Wibawani, 2020), pada tahun 2021 berjumlah 1 artikel jurnal (Putri & Aravik, 2021), pada tahun 2022 berjumlah 3 artikel jurnal (Afni, 2022; Insyiah et al., 2022; Solehah & Prawiro, 2022) dan pada tahun 2023 berjumlah 2 artikel jurnal (Candra, 2023; Hermansyah et al., 2023).
Implementasi Fatwa Pada Artikel Publikasi
Hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa artikel yang berkaitan dengan pelaksanaan fatwa DSN MUI No. 4 tahun 2000 pada lembaga keuangan syariah akan menghasilkan kesimpulan tentang seberapa sesuai fatwa tersebut dengan pelaksanaan prinsip syariah pada lembaga keuangan syariah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada beberapa lembaga keuangan syariah yang sesuai atau tidak sesuai dan juga samar-samar dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah. Berikut adalah beberapa contoh dari temuan tersebut:
Pertama adalah implementasi yang sudah sesuai dengan prinsip syariah berjumlah 12 artikel jurnal (Afni, 2022; As’ari, 2018; Candra, 2023; Dwi Afifah, 2023; Hermansyah et al., 2023; Insyiah et al., 2022; Putri & Aravik, 2021; Rohmawati, 2019; Solehah & Prawiro, 2022; Ulfatimah, 2020; Wibawani, 2020; Wulandari, 2018), dan terakhir implementasi yang kurang sesuai berjumlah 3 (Ali, 2021; Apriliani, 2018; Try Cahyani, 2018).
Ketentuan Fatwa DSN MUI No.02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Tabungan, bahwa tabungan yang dibenarkan dalam fatwa adalah tabungan yang berdasarkan akad mudharabah dan akad wadi’ah. Ketentuan akad mudharabah yaitu bank sebagai pengelola dana melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dan pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah. Ketentuan akad wadi’ah yaitu tabungan tersebut bisa diambil kapan saja atau sesuai kesepkatan dan tidak adanya imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Saran
Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menambah dan memperluas wawasan serta refrensi sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian selanjutnya
Bagi pihak LKS, dalam melaksanakan praktik tabungan dengan akad wadi’ah maka pihak LKS harus benar-benar teliti dalam melaksanakan tabungan ini. Terutama untuk menerapkan akad wadi’ah sesuai dengan fatwa DSN-MUI, dan juga menjelaskan kepada nasabah terkait ketentuan akad wadi’ah dengan sejelas-jelasnya agar nasabah dapat memahami akadnya
Uli Qurrata A’yuni Candra
Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI