Resensi Novel “Pukul Setengah Lima”: Memaknai “Pulang” dari Sudut pandang Anak Broken Home

Resensi Novel “Pukul Setengah Lima”: Memaknai “Pulang” dari Sudut pandang Anak Broken Home

Judul Buku : Pukul Setengah Lima
Penulis : Rintik Sedu (Nadhifa Allya Tsana)
Tebal Buku : 208 Halaman
Tahun Terbit : 2023
Penerbit : Gramedia Pustaka Tama
Genre : Fiksi Romantis
Peresensi: Astri Ayu Lestari , Daniel Renanda

DEPOKPOS – Pulang, Sebuah kata yang merentangkan makna lebih dari sekedar perjalanan fisik. Pulang bukan hanya kembali ke suatu tempat, melainkan sebuah proses mendalam tentang mengukir kenangan. Namun tidak semua orang dapat memaknai pulang sebagai kata yang nyaman, sering kali pulang menjadi hal yang dihindari ,seperti yang dikutip Devina Annesya dalam bukunya Muara Rasa “pulang bukan selalu hal yang membahagiakan bagi setiap orang.”, hal ini yang dirasakan oleh tokoh dalam buku Pukul Setengah Lima yang ditulis Nadhifa Allya Tsana atau Rintik Sedu.

Bacaan Lainnya

Nadhifa Allya Tsana atau yang biasa dikenal dengan sebutan pena Rintik Sedu adalah seorang penulis sekaligus penyiar radio. Tsana berhasil menghasilkan beberapa karya buku bahkan diadaptasi menjadi film dan series. Buku-buku yang telah diterbitkan diantaranya Geez and Ann 1 (2017), Geez and Ann 2 (2017), Buku Rahasia Geez (2018), Buku Minta Dibanting (2020), Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang? (2020), Geez and Ann 3 (2020), Kata (2020), dan Buku Minta Disayang (2021). Melihat buku buku yang selalu menempati rak best seller, tidak lengkap rasanya jika tidak membahas bukunya yang baru dilahirkannya berjudul “Pukul setengah lima”. Walaupun novel ini baru diterbitkan pada 21 september 2023 lalu, namun antusias dari pembaca sangatlah tinggi. Hal ini dibuktikan dengan angka pemesanan Pre-order yang tembus hingga 3.000.

Terjebak dalam kebohongan adalah seperti bermain bola salju, semakin digulingkan, semakin besar bentuknya dan semakin sulit untuk dihentikannya. Mungkin ini merupakan kalimat yang cocok untuk mendeskripsikan Alina, Tokoh utama dalam novel ini. Pukul Setengah Lima.

“Pukul setengah lima” Menceritakan seorang gadis bernama Alina yang sangat pandai membohongi dirinya, cuek, apatis, dan Egois. Hal ini bukan semena semena karena Alina menginginkannya, namun karena ada suatu alasan dibaliknya. Alina bahkan rela melakukan kebohongan ketika berkenalan dengan seorang laki laki yang ditemui di bus. Terlalu lama berbohong membuat Alina terjebak dalam permainan dan kepalsuan yang dibuatnya sendiri. Membaca novel ini seperti sedang melihat point of view dari anak yang menjadi korban dari “Broken Home”. Dalam novel ini, Tsana sangat cerdas. Tsana cerdas dalam memilih kata yang tepat untuk membangun atmosfir dalam cerita ini menjadi nyata dan menggambarkan kejadian sehari hari yang biasa dialami oleh anak korban broken home. Sehingga para pembaca berhasil masuk ke dalam cerita dan merasakan emosi atas semua peristiwa yang terjadi dalam novel Pukul Setengah Lima. Tidak hanya itu, kecerdasan Tsana dalam memilih kata membuat novel ini memiliki banyak kalimat indah yang membuat pembaca menjadi semakin menyukainya. Salah satu contohnya adalah “Aku tidak suka pulang, aku tidak suka harus merasa berusaha hanya untuk melangkah pulang. Sebab pulang seharusnya tidak membutuhkan usaha, hanya butuh hati riang, dan gembira. Namun ini berbeda. Tempat pulangku menyeramkan. Rumah menjadi tempat luka ibu dan aku kembali muncul. Rumahku sudah tidak aman lagi. Sudah tidak ada orang waras di dalamnya” Selain bagus, kalimat ini juga memiliki makna. Dalam kalimat ini, Tsana juga ingin membahas dan memfokuskan mengenai isu yang masih sering dialami oleh banyak anak tidak bersalah yang menjadi korban broken home. Hingga saat ini jika ditelusuri dalam kehidupan sehari hari. Sering sekali ditemukan KDRT dan broken home, bahkan menurut KemenPPPA mencapai angka 18.261 kasus. Dari adegan ini bisa disimpulkan bahwa tidak semua orang memiliki tempat untuk pulang. Seharusnya, rumah bukanlah sumber kegelisahan dan luka. Pulang seharusnya membawa sukacita dan ketenangan. Namun, realitanya berbeda.

Berbicara soal novel ini, kurang rasanya jika tidak membahas tentang Alur dan struktur. Tsana membangun cerita ini dengan awal yang tidak diduga. Dimulai dengan permintaan putus dari pacarnya bernama Tio, kemudian Alina menciptakan realitas baru dengan menjadikan dirinya sebagai “Marni” hingga Alina bertemu dengan orang baru bernama Danu. Selama melakukan kegiatan dengan Danu, Alina seketika akan mengingat kembali masa lalunya bersama Tio. Secara keseluruhan hampir semua isi dalam buku ini sudah baik, namun alur yang maju mundur membuat pembaca pemula tidak akan langsung mengerti dan bingung. Terlebih, Tsana tidak memberikan urutan waktu, tanda, dan banyak sekali flashback yang bisa ditemui di tiap bab-nya. Namun Tsana berhasil menutupinya dengan ending yang tidak ditebak. Alur dan Struktur ini mirip dengan buku Tsana sebelumnya yakni Kata (2020) dan juga Geez dan Ann 1 (2018) yang juga ditulis menggunakan alur maju-mundur dan dengan Struktur waktu yang tidak pasti. Hal ini menggambarkan ciri khas dari tulisan yang dibuat oleh Tsana.

Cerita terus berlanjut hingga sampai tiba tiba saja Danu menghilang dan tidak bertemu lagi dengan Alana di halte bus seperti biasanya, ini membuat pertanyaan besar bagi pembaca sehingga membangun rasa penasaran namun sayangnya hingga akhir Bab buku ini tidak dijelaskan mengapa Danu menghilang dan dimana keberadaannya. Setelah satu tahun kemudian keadaan keluarga Alana mulai membaik, karena sang Bapak akhir meninggalkan rumah mereka, Alana dan Ibunya juga meninggalkan rumah itu dan menjualnya, setidaknya bagi Alana tidak ada lagi kenangan buruk yang harus terus Alana ingat. di Akhir cerita Alana mengulang ceritanya menjadi “orang lain” di sebuah gerbong kereta Api. Ending Pukul setengah Lima ini bisa terbilang menggantung, karena masih terdapat banyak misteri yang belum terpecahkan, tentang bagaimana akhirnya bapaknya meninggalkan keluarganya, Danu, dan mengapa Alana terus menjalani realitas baru yang sebelumnya telah ia ketahui bahwa tidak akan berujung baik.

Dengan penuh keterampilan dan kepekaan, Tsana berhasil merangkai sebuah cerita yang tidak hanya rapi dan terstruktur dengan baik, tetapi juga mempersembahkan isu-isu sosial yang mendalam. Dalam bukunya, Tsana dengan gesit mengangkat permasalahan KDRT dan broken home, memberikan suara kepada yang terpinggirkan, terutama anak-anak yang seringkali tidak memiliki tempat untuk pulang. “Pukul Setengah Lima” bukan sekadar kisah perjalanan pulang, melainkan juga refleksi yang menggugah, serta sebuah buku yang mengajarkan untuk menerima diri sendiri. Melalui setiap halaman, Tsana tidak hanya mengeksplorasi keindahan perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh makna.

Daniel Renanda, Astri Ayu Lestari
Universitas Indonesia

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait