Konsep Kehidupan Islam Mengatasi Kasus Bullying

Konsep Kehidupan Islam Mengatasi Kasus Bullying

Oleh: Ihsaniah Fauzi Mardhatilah, Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

Masa sekolah adalah masa yang paling indah yang mampu kita rasakan. Masih terbayang dalam ingatan bermain, berlari dari satu permainan ke permainan lainnya. Itulah masa di taman kanak-kanak. Saat bersekolah di sekolah dasar, beda lagi ceritanya. Baju putih merah perlambang perubahan dari sebutan anak kecil menjadi usia sekolah. Bermain bersama, kerja kelompok, saling membantu saat ada tugas yang harus diselesaikan. Masa SMP, SMA atau pun Perguruan Tinggi memiliki cerita tersendiri, yang mampu menerbangkan seseorang ke masa-masa indah di bangku sekolah atau di bangku kuliah.

Bacaan Lainnya

Ini kondisi ideal bagi para siswa ataupun mahasiswa. Lain halnya yang dilakukan seorang siswa sekolah saat ini yang menyisakan lara. Ia membakar sekolahnya, yakni SMPN 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah pada Selasa 27 Juli 2023 dini hari. Alasannya karena sakit hati akibat dirundung teman-temannya dan merasa kurang diperhatikan oleh gurunya, bahkan tugasnya pernah disobek oleh guru tanpa alasan.

Kejadian ini kembali mencoreng dunia pendidikan saat ini. Peristiwa perundungan atau bullying terus saja meningkat di setiap tahunnya. Bahkan merambah ke tingkat sekolah dasar. Seharusnya seumur mereka, tidak layak muncul keinginan untuk melakukan hal tersebut. Bahkan bisa dikatakan semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin brutal bentuk perilaku bullyingnya.

Padahal, bullying merupakan salah satu tindakan yang tidak terpuji yang merugikan korbannya bahkan hingga mempengaruhi kesehatan psikisnya. Miris bukan? Seperti yang dialami seorang siswa SMA di Empat Lawang, Sumatera Selatan. Siswa tersebut dianiaya oleh dua orang siswa lainnya, disaksikan oleh siswa lainnya, dan lebih tak parahnya lagi ada yang berperan sebagai perekam peristiwa tersebut. Rambutnya dijambak, tubuhnya ditindih, diinjak, diseret, dan ditendang bagian rusuknya. Tidak ada yang menolong padahal korban sudah meminta pertolongan. Akibatnya kini korban menderita kelumpuhan.

Berita lainnya terjadi pada siswa kelas dua SD di Sukabumi. Dia harus meregang nyawa akibat perundungan yang dilakukan oleh kakak kelasnya yaitu kelas empat dan lima. Naas bocah kelas dua SD tersebut tidak bisa diselamatkan nyawanya.

Miris dan sangat memprihatinkan sekali kecilnya nilai satu nyawa manusia. Sudah tak terhitung lagi kasus bullying silih berganti dan terus terjadi. Anak-anak harusnya memiliki tabiat untuk belajar, untuk saling menyayangi, saling membantu, saling menghargai dan menghormati kini berubah jadi siswa yang memiliki tabiat dan berjiwa vandalisme, kasar, kejam, bengis dan tidak berperikemanusiaan.

Semua ini terjadi pasti ada sebab yang mendasarinya. Orang-orang yang mengalami perlakuan tidak pantas tersebut, pasti akan merasa harga dirinya terluka, sedih, malu, sakit hati, bahkan bisa depresi. Bahkan bisa minder, tidak percaya diri, hingga melakukan pembalasan, bahkan dapat bunuh diri. Kalau hal tersebut dibiarkan, masalah besar pasti akan terjadi.

Kita tidak bisa sekadar menyatakan kasus perundungan terjadi karena anak nakal. Kenakalan anak itu ada batasnya. Bisa jadi mereka yang melakukan perundungan sama-sama merupakan ‘korban’. Ada juga yang ikut-ikutan karena sering melihat game daring, video, atau film yang menceritakan soal kekerasan. Apalagi mudahnya akses internet seperti sekarang, dapat berselancar bebas di dunia maya untuk mendapatkan berbagai informasi.

Lahirnya anak-anak yang seperti itu bukan karena minus akhlak. Salah satunya dari sistem pendidikan yang tentunya lahir dari arah pendidikan dibuat sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk tujuan ekonomi. Proses pendidikan seharusnya menjadi wasilah mendapatkan ilmu agama, budi pekerti, sehingga akan terlahir generasi yang beradab dan bermoral. Tapi sayang, tidak sedikit pendidikan saat ini hanya sekadar mengejar nilai atau hanya untuk selembar ijazah.

Faktor lainnya karena kondisi lingkungan, baik lingkungan sekolah dan juga lingkungan keluarga (rumah). Lingkungan sekolah merupakan tempat yang kurang terjangkau untuk diawasi oleh orang tua. Sehingga pelajar merasa akan lebih leluasa untuk melakukan perilaku bullying tanpa perlu takut perilakunya akan diketahui oleh orang tua mereka. Kondisi kurangnya perhatian orang tua bisa membuat anak mencari pelarian demi terpenuhi ketenangan jiwa, mereka berkumpul dengan sesama perundung, akhirnya ikut terkontaminasi.

Mereka juga jelas jauh dari agama membuat perilaku mereka salah. Akibatnya tidak menghargai orang lain, tidak menghormati, bahkan memelihara iri dan dengki. Mereka akhirnya mungkin tidak mengerti kalau perundungan termasuk hal yang tidak boleh terjadi. Sejatinya, perundungan bukanlah masalah pokok yang bisa mudah diselesaikan. Kasus seperti ini sudah menggejala di mana-mana. Artinya, ada akar masalah yang jauh lebih besar lagi, yakni akibat sistem ini telah menumbuhsuburkan kasus seperti bullying.

Sistem tersebut adalah sistem sekuler yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan memisahkan agama dari negara yang telah mendorong manusia untuk beperilaku bebas.Tidak peduli perbuatan itu merugikan orang lain atau tidak, yang pasti mereka merasakan kepuasan saat mampu mengekspresikan kebebasan perilakunya. Seperti perbuatan bullying ini.

Dalam sistem pendidikan, misalnya, agama hanya disampaikan sebatas taklim, diajarkan guna memenuhi kurikulum, bukan untuk membina siswa menjadi pribadi yang shalih. Guru yang tidak profesional juga menambah catatan kelam dunia pendidikan, seperti dalam kasus pembakaran sekolah tadi, seharusnya guru menjadi orang yang patut dicontoh, malah ikut melakukan perundungan.

Sistem sanksi yang kurang tegas juga membuat kasus perundungan terus berjalan. Para pelaku hanya mendapatkan peringatan. Kalaupun ada hukuman penjara dan pembinaan, tidak lantas memberikan efek jera. Dunia yang serba bebas membuat orang-orang tidak lagi takut dengan ancaman. Sedangkan keluarga, yang notabene menjadi tempat pendidikan awal bagi anak, juga tidak sepenuhnya berjalan dengan baik.

Tekanan ekonomi membuat orang tua terpaksa meninggalkan rumah mencari nafkah, sedangkan anak-anak diasuh oleh orang lain. Pola pengasuhan yang tidak tepat akhirnya membuat mereka jauh dari agama, sering cari perhatian dengan hal-hal aneh, bahkan melampiaskan ke orang lain dengan melakukan perundungan. Masyarakat sendiri sudah cuek dengan kondisi sekitar, hingga hilanglah aktivitas amar makruf nahi mungkar.

Solusi dari kasus bullying hanya dengan syariat Islam. Islam adalah sebuah diin yang memiliki seperangkat aturan untuk solusi berbagai macam persoalan yang ada dalam kehidupan. Masyarakat dan kebijakan yang dikeluarkan oleh negara berdasarkan syariat Islam. Dan sudut pandang seseorang tentang kehidupan juga akan dilandasi akidah Islam.

Konsep kehidupan Islam akan mengatasi kasus bullying. Mengapa? Karena Islam melarang melakukan perbuatan menyakiti orang lain baik secara fisik ataupun secara verbal. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah al-Hujurat ayat11 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Agar tidak terjadi bullying, negara akan memberikan edukasi kepada generasi dengan akidah Islam. Akidah Islam akan menjadi dasar dalam sistem pendidikannya karena Islam memiliki sistem pendidikan yang lengkap. Kurikulum pendidikan Islam dibuat guna membentuk siswa berkepribadian Islam, yakni yang mempunyai pola pikir dan pola sikap Islam. Apa pun yang hendak mereka lakukan akan bersandar pada aturan Islam.

Dengan sistem pendidikan Islam, para siswa dapat mengerti dan memahami mana perilaku yang benar dan salah, termasuk bullying. Dalam Islam, bullying jelas merupakan tindakan yang salah karena termasuk aktivitas menghina, merendahkan, mencaci-maki, dan menyakiti orang lain. Kurikulum pendidikan Islam juga tidak hanya sebatas majelis taklim, melainkan tempat pembinaan yang berlandaskan akidah dan tsaqafah Islam. Mereka belajar Islam dan wajib mengamalkannya, tidak hanya belajar untuk kemudian melupakannya.

Sistem sanksinya yang tegas juga mampu memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain melakukan hal yang sama. Alhasil, tidak ada yang berani melakukan kejahatan, termasuk bullying. Selain itu, lingkungan tempat tinggal dan keluarga juga perlu bernuansa Islam, senantiasa mengingatkan dalam ketaatan, serta saling memperhatikan dan menyayangi. Dengan begitu, anak-anak akan terhindar dari masalah perundungan, bukan menuruti hawa nafsunya.Satu kesalahan permasalahan bullying akan teratasi dengan sempurna.[]

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait