
Sejak awal didirikannya Bank Islam pertama di Malaysia tahun 1983, Malaysia melihat adanya peningkatan permintaan untuk layanan perbankan syariah dari konsumen. Disamping itu adanya pula kebutuhan tenaga ahli yang dibutuhkan industri perbankan syariah, namun demikian tantangan utamanya yang dihadapi perbankan syariah di Malaysia ialah adanya ketidakcocokan tenaga profesional yang dibutuhkan oleh bank dengan apa yang ditawarkan oleh pasar. Artikel ini merupakan karya ilmiah yang merekomendasikan kerangka kompetensi untuk auditor syariah yang dapat digunakan sebagai mengembangan kurikulum atau modul pembelajaran ataupun pelatihan lembaga tinggi di Malaysia.
Dalam Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa: persyaratan kompentensi auditor syariah masih belum dikembangkan meskipun ada kebutuhan untuk itu. Sehingga Negara Malaysia mengusulkan sebuah model KSOC baru sebagai dasar kerangka kompetensi untuk auditor syariah yang dapat menegakkan fungsi mereka secara efektif dalam sistem perbankan syariah.
Ernst & Young World Islamic Competitiveness Report 2013-2014 memperkirakan bahwa aset perbankan syariah internasional Malaysia diantisipasi meningkat lebih dari US $ 390 miliar / RM 1,27 triliun pada tahun 2018 dari US $ 125 miliar / RM 410 miliar pada 2012. Menurut sebuah publikasi industri, the Global Islamic Financial Review, selama 30 tahun terakhir, aset sektor keuangan islam telah berkembang dari hampir tidak ada menjadi lebih dari RM 1,6 triliun. Krisis keuangan mendorong pertumbuhan industri keuangan syariah dimana aset industri telah tumbuh 19% dan 21% masing-masing pada tahun 2011 dan 2012. Dibandingkan dengan pertumbuhan perbankan non-syariah (konvensional) yang kenaikannya kurang dari 10% diseluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa industri keuangan islam telah diterima oleh pengguna diseluruh dunia. Sehingga menyajikan potensi yang sangat besar.
Islamic financial institutions (IFI), mengungkapkan bahwa setiap perusahaan islam secara khusus perlu memiliki model tata kelola yang handal dan strategis untuk mendorong pelaksanaan yang kuat dan efektif secara corporate governance dalam lingkungan islam. (di Indonesia, Pengertian GCG menurut PBI nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan GCG bagi bank umum adalah “Good Corporate Governance adalah suatu tata kelola Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness)”. Pelaksanaan GCG pada bank syariah diatur pada PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.)
Fungsi audit syariah dari perspektif islam jauh lebih penting dan harus karena memanifestasikan akuntabilitas auditor tidak hanya kepada para pemangku kepentingan, tapi akhirnya kepada sang pencipta, Allah SWT. konsep muraqabah yaitu bahwa setiap tindakan dan pikiran seseorang selalu diawasi oleh Allah. Ini adalah fundamental islam, sebagai mana disebutkan dalam Q.s An-Nisa’ : 86 yang artinya ; “…pasti Allah akan memperhitungkan segala sesuatu”.
Permasalahannya, meskipun pentingnya audit syariah, ada sedikit pemahaman bagaimana untuk melatih auditor syariah berkualitas, yang dapat melakukan audit yang efektif dan efisien. Shariah Governance Framework (SGF) menyatakan bahwa audit syariah dilakukan oleh audit internal dari bank islam itu sendiri yang telah memperoleh pelatihan yang cukup dan pengetahuan syariah, SGF juga menunjukkan bahwa kompetensi auditor syariah mirip dengan persyaratan kompetensi auditor internal tetapi dengan pelatihan tambahan dalam hal syariah. Hal ini dapat diterima untuk saat ini karena pelatihan khusus dalam audit syariah tidak tersedia di lembaga-lembaga pendidikan tinggi.
Ditulis oleh: Widya Anugrah Aini, STEI SEBI