
Kebersamaan kini menjadi sebuah ilusi.
Kehangatan bersama keluarga kini hal paling kurindukan.
Sebuah kalimat “Bagaimana kabarmu hari ini?” kini hilang bagai angin lalu.
Keluarga adalah tempat untuk kembali. Merekalah yang pertama kita kenal saat terlahir ke dunia. Bahkan nyaris semua hal pertama dalam hidup, kita lakukan bersama keluarga. Arti sebuah keluarga mungkin dapat diibaratkan sebagai harta yang tak ternilai harganya.
Dalam keluarga kita dapat merasakan kasih sayang, dan merasakan hidup lebih berwarna dengan kebersamaan. Begitu menyenangkan saat kita saling berbincang bersama Ibu, Ayah, Adik, Kakak. Dapat tertawa bersama, makan bersama, liburan bersama, dan berbagi cerita kegiatan masing-masing. Rasanya, lelah yang kita rasakan seolah sirna begitu saja.
Namun dizaman modern ini, kebersamaanlah yang seolah sirna. Kesibukan masing-masing menjadi alasan menolak untuk berkumpul bersama. Kita sendiri kadang harus sibuk sejak pagi hingga larut malam, belum lagi bila ada tugas yang harus dikerjakan pada malam itu juga. Ditambah lagi weekend-pun harus tersita oleh pekerjaan tambahan. Lagi-lagi alasan professional menjadi penolakan yang ampuh.
Ironisnya sebuah kalimat “Bagaimana kabarmu hari ini?” “Apakah harimu menyenangkan?” “Apa ada kendala dalam pekerjaanmu?” itu semua nyaris tak terdengar lagi. Budaya saling sapa dalam keluarga seakan hal kuno yang tak lagi diterapkan. Apakah budaya saling tegur sapa hanya berlaku untuk menjaga kesopanan dengan orang-orang baru? Tentu tidak. Saling sapa dengan seluruh anggota keluarga merupakan aturan dasar dalam etika dan cara menjaga sebuah kebersamaan.
Budaya saling sapa seharusnya ditingkatkan terutama pada generasi muda. Tak jarang kita menemui dua orang yang berada disuatu tempat bertingkah seperti orang asing, padahal sebenarnya mereka saling kenal. Memang hal ini terlihat sepele. Tetapi tidak baik untuk pribadi orang tersebut dan juga untuk bangsa ini kedepannya.
Pada kenyataannya sebuah kebiasaan tegur sapa dapat mengubah pribadi seseorang menjadi lebih baik. Hal tersebut dapat menjaga sebuah silaturahmi antar sesama. Menjauhkan pula diri kita dari kesombongan. Tentu orang lainpun akan mengenal kita dengan sikap baik, ramah.
Tetapi beberapa orang bahkan kini merasa “takut” menyapa anggota keluarganya sendiri. Seperti yang dialami langsung oleh penulis. Contohnya ketika makan malam bersama, kami sering hanya saling diam. Kalaupun berbicara itupun hanya sepatah dua kata.
Kondisi seperti itu juga dialami oleh salah satu mahasiswi universitas di Bekasi, Nurlita Marlia. “Semenjak kuliah saya jarang makan, atau berkumpul dengan anggota keluarga lengkap. Sangat terasa sih perbedaannya, mungkin karena banyak tugas untuk cerita tentang dikampus ke Ayah juga udah jarang banget,” ujarnya.
Peran keluarga sangatlah penting, jika sebuah kebersamaan dan saling tegur sapa mulai hilang dalam keluarga lantas bagaimana dengan sesama? Dengan teman? Jika benar begitu, tentu banyak dampak negative yang akan terjadi. Kepedulian akan ikut menghilang. Bahkan hal terburuknya kebahagian seolah sulit dirasakan.
Sebenarnya bukan suatu hal sulit untuk menerapkan kebersamaan dalam keluarga. Hanya saja perlu kesadaran diri dari masing-masing, mengesampingkan gengsi, dan berani memulai. Mulailah dengan menerapkan budaya tegur sapa, kepada siapapun. Terlebih pada anggota keluarga. Yuk budayakan tegur sapa, sebagai ajang untuk menjalin kebersamaan! (Siti Anisa/PNJ)